BAB 4 : MENJADI ANAK ANGKAT

28 4 0
                                    

# Day4
# 15HMCI
# Pena_Baswara_Makassar

Nama  :  Salya Ningrum
Judul Buku : Rahasia Sepupu Suamiku

BAB 4  : MENJADI ANAK ANGKAT

Wina Suwarni, nama sepupu dekat Mas Adi. Dia merupakan anak adik perempuan bapaknya Mas Adi.

Sejak usia 10 tahun dia diangkat menjadi anak oleh keluarga Mas Adi. Kebetulan Mas Adi anak tunggal dalam keluarga.

Usia Warni hanya selisih dua tahun dengan Mas Adi, dan itu artinya seumuran denganku. Itulah sebagian cerita yang kudengar dari Mas Adi tentang Wina atau Warni, panggilan Mas Adi untuk sepupu dekatnya itu.

Mas Adi bercerita saat kami duduk di gubuk di tengah hamparan sawah milik Pak Yusuf - bapaknya Mas Adi - yang hampir menguning.

Bapaknya Mas Adi termasuk orang terpandang di desa ini. Beliau memiliki areal persawahan yang cukup luas, dengan kilang penggilingan padi sendiri. Para petani yang memanen padinya, biasa menggiling padi di kilangnya.

"Damai rasanya tinggal di sini, ya Mas," ujarku merebahkan kepala di pangkuannya.

"Iya, Dek, sayangnya lokasinya jauh dari mana-mana. Coba lihatlah sinyal HP pun terkadang tidak ada,' ujarnya memperlihatkan tanda sinyal di HP-nya.

Mas Adi lalu membelai jilbab dan mencium keningku, dia lanjut bercerita tentang alasan Bu Ani - ibunya Mas Adi - mau mengangkat Warni menjadi anak angkatnya.

"Warni itu anak terakhir dari tujuh bersaudara. Ayahnya meninggal karena kecelakaan saat dia masih dalam kandungan. Ibunya sempat hampir keguguran karena tidak kuat menerima kematian suaminya."

"Sejak saat itu, keluarga dari pihak bapak bergotong royong mengumpulkan sejumlah uang untuk biaya hidup mereka."

"Ketika dia berusia 10 tahun, bulekku meninggal. Anak-anaknya yang 6 orang dan kesemuanya laki-laki, berpencar diangkat anak oleh beberapa keluarga dari pihak bapak."

"Si Warni diasuh oleh ibuku, sejak saat itu kami menjadi dekat. Aku menganggapnya seperti adik kandungku sendiri."

"Ibu tidak pernah membeda-bedakan kami. Apapun yang dibelikan ibu untukku, pasti Warni juga selalu dibelikan yang sama atau yang sejenis oleh ibu."

"Tapi Mas, kenapa tadi kulihat dia menatap sinis padaku? Apa karena tadi kami belum sempat kenalan ya, Mas?"

"Ah, itu cuma perasaanmu saja, Dek."

"Lalu, bayi siapa yang dia gendong itu, Mas?"

"Ya, anaknya lah. Dia baru beberapa bulan melahirkan anak pertamanya."

"Ayolah, kita pulang, sudah mau maghrib ini. Ibu pasti sudah khawatir," ajak Mas Adi.

Benar saja dugaan Mas Adi, sesampainya di rumah, ibu sudah berdiri menyambut di teras rumah yang luas.

"Owalah, dari mana saja toh, Di? Wes mau magrib baru pulang?"

"Jalan-jalan melihat sawah kita Bu. Adem katanya di sana, ya kan Dek?," ucapnya sambil tersenyum.

"Iya, maaf kesorean, Bu," ucapku sambil mencium punggung tangannya.

"Yo, wes cepetan mandi, setelah sholat magrib nanti kita makan malam bersama. Ibu masak makanan kesukaan Masmu."

Aku beriringan dengan Mas Adi masuk ke dalam kamar. Kami mandi bergantian. Dia sengaja mandi lebih dahulu, karena katanya mau cepat pergi ke masjid.

Akhirnya aku ke luar kamar dan menuju dapur. Aku membantu ibu menyiapkan makan malam. Di sana aku bertemu lagi dengan Warni.

Ibu lalu mengenalkan Warni, dan bercerita persis sama seperti yang Mas Adi ceritakan ke aku di sawah tadi.

"Dedek bayinya di mana, Dik?" tanyaku ramah.

"Oh, lagi di momong sama bapaknya, mbak," jawabnya.

Aku membantu menyiapkan perlengkapan makan ke atas meja. Saat itu tiba-tiba Mas Adi sudah berada di belakang dan memeluk pinggangku. Kesegaran aroma parfumnya menghanyutkanku.

"Dek, sudah sana cepatan mandi. Mas mau berangkat ke masjid dulu, ya," ucapnya kemudian.

Warni yang melihat kejadian itu seakan cemburu. Dia cepat-cepat meletakkan gelas-gelas yang dibawanya ke atas meja sembarangan. Hampir saja gelas-gelas itu jatuh ke lantai. Syukur Mas Adi cepat menangkapnya.

"Warni, kenapa sih kamu?" ucap Mas Adi.

Warni cepat pergi sambil melengos, meninggalkan kami berdua yang saling menatap keheranan.

Bersambung ...



Rahasia Sepupu Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang