11. Penderitaan kedua

35 1 1
                                    

Jangan lupa vote dan tambahkan ke perpustakaan ya Readers!
Thanks you so much!!
Happy reading...

Sebuah lampu berwarna merah masih menyala. Ini sudah 2 jam mereka menunggu kabar sembari terus melirik ke arah lampu berwarna merah tersebut. Hingga tak lama akhirnya lampu itu padam dan beberapa menit kemudian dokter keluar dengan masih menggunakan baju operasi.

"Bagaimana Dok?"

"Pelurunya sudah berhasil kami ambil. Namun pasien mengalami banyak luka di sekujur tubuhnya. Ad luka baru dan seperti bekas luka lama. Selain itu pada bagian tangan kakinya terdapat keretakan. Pasien juga sempat mengalami pendarahan yang cukup banyak hingga kami hampir saja kehilangannya. Namun syukurlah ia masih bisa bertahan meskipun saat ini kondisinya masih belum melewati masa kritis. Jantung pasien juga sempat terhenti sejenak saat kami melakukan pengambilan peluru yang memang hampir mengenai jantungnya. Saat ini kami belum bisa pastikan pasien selamat atau tidak. Jika dalam 24 jam pasien belum sadar, maka dipastikan pasien mengalami koma."

Pernyataan dokter mampu membuat Miren dan Jay langsung lemas seketika mendengarnya. Sudah cukup selama ini Lavanya menderita sendirian. Lalu kini? Ia harus kembali menderita sendirian dan lebih terluka. Mereka tidak sanggup melihat Lavanya yang terbaring antara hidup dan mati.

"Dok, tapi apakah kemungkinannya untuk selamat lebih besar?" Tanya Robin.

"50 50 Pak." Robin yabg mendengarnya hanya menghela napas dalam. Ia juga tidak sanggup melihat wanita yang baik dan perhatian seperti Lavanya menderita seperti ini.

Setelah dipindahkan ke ruang ICU, Miren dan Jay sama-sama berjaga. Begitupun Robin yang mengurus beberapa berkas rumah sakit. Hingga tanpa sengaja, Robin melihat Gavin yang tengah terduduk di sebuah lorong dengan menyingkap lengan bajunya hingga ke seperempat lengannya. Terlihat pula sebuah kapas bulat yang menempel di sana. Seketika pikiran Robin teringat sesuatu saat ia sempat bertanya pada Dokter sebelum operasi Lavanya dilakukan. Padahal sebelumnya dokter mengatakan jika kekurangan persediaan darah A. Namun tak berselang lama dokter mengatakan jika akan segera melakukan operasi karena sudah mendapatkan donor dari anonim.

'Mungkinkah Gavin?' pikir Robin. Entahlah namun seketika ada sesuatu di benak Robin yang sudah cukup lama ia ingin katakan dan mungkin ini adalah waktu yang tepat. Gavin yang sebelumnya tengah melamun memikirkan perkataan dokter terkait kondisi Lavanya teralihkan tatkala mendengar derap langkah kaki seseorang yang mendekatinya. Terlihat Gavin dengan wajah antara marah dan dingin bercampur menjadi satu.

"Robin???" Panggil Gavin. Robin bergeming hingga kemudian ia memberikan sebuah amplop berukuran besar kepada Gavin.

"Apa ini?"

"Bukti." Gavin mengernyit tidak mengerti. Bukti? Bukti apa? Pikirnya. Lantas ia segera membukanya terdapat beberapa foto luka dan foto Rontgen milik Lavanya. Gavin memperhatikan foto-foto itu hingga Robin akhirnya berbicara.

"Itu foto Rontgen Lavanya. Sangat jelas di sana jika ada beberapa tulang kaki, tangan, dan punggung yang retak akibat suatu benda yang dipukulkan pada tubuhnya. Foto yang lain adalah foto luka memar, baik luka baru dan bekas luka lama. Semua itu dilakukan oleh satu orang, yaitu James. Apa kau juga melukainya Gavin?" Tanya Robin penasaran. Seketika Gavin luruh ke lantai sembari menundukkan kepalanya.

"Ya..... Aku pernah membuatnya terluka. Bahkan aku sudah melukai fisik dan batinnya." Ucapnya dengan suara parau.

"Kalau begitu lepaskan dia." Gavin mendongak menatap Robin yang juga menampakkan wajah dinginnya.

Luka Lavanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang