Sudah 30 hari berlalu. Hubungan antara Lavanya dan Gavin layaknya kedua manusia yang antara gengsi dan malu. Bahkan Vanya sendiri tidak mengatakan apapun pada orang-orang sekitarnya tentang hubungannya dengan Gavin. Sedangkan Gavin, ia hanya memberitahu Robin hubungannya dengan Lavanya. Bagaimana mungkin dua bulan tidak ada yang tahu tentang hubungan mereka? Yah, karena Lavanya tidak mengizinkan Gavin menemuinya di tempat kerja dan karena Gavin terkadang pergi ke luar kota 3-5 hari. Hal itu sebenarnya sedikit menjadi rasa syukur bagi Vanya karena bisa sedikit menjauh dari Gavin. Ia sendiri belum dapat memastikan perasaannya walaupun sesekali saat bersama Gavin membuatnya nyaman dan hangat.
"Nya, kamu mau kemana buru-buru?" Tanya Miren kemudian yang melihat sahabatnya hendak pulang terburu-buru.
"Aku masih ada urusan, pulanglah lebih dulu ya." Jawab Vanya kemudian langsung bergegas pergi. Miren yang melihatnya sedikit curiga melihat sikap Lavanya yang sepertinya menyembunyikan sesuatu.
"Malam..." Bisik seseorang tatkala Lavanya sudah berada di tempat yang ia tuju.
"Astaga!!!" Lavanya terkejut mendapati Gavin yang sudah menyunggingkan senyumnya yang membuatnya terlihat semakin tampan.
"Kenapa selalu datang dengan mengagetkanku???"
"Wkwkw... Dan kenapa kamu selalu terkejut melihatku? Apakah jantungmu rasanya berdebar saat melihatku? Apa mungkin kamu merindukanku?" Lavanya menatap Gavin dengan sedikit kesal namun juga gugup.
"Tidak."
"Sungguh?" Gavin mulai menggoda Lavanya denga mendekatkan wajahnya pada Vanya dengan terus menatapnya tanpa berkedip. Lavanya yang mendapati tatapan itu merinding dan memundurkan langkahnya perlahan.
"A-Apa mau-maumu?????" Gavin tidak menjawab dan terus mendekatinya hingga akhirnya Lavanya sudah tidak bisa mundur lagi karena tubuhnya sudah menabrak tiang di belakang. Ia pun benar-benar mulai sedikit takut dan menutup matanya. Sedangkan Gavin yang melihat tindakan Lavanya masih saja mendekatinya lalu...
FYUUUHH...
Gavin meniup wajah Lavanya. Si empu yang merasakan tiupan itu seketika meremang dan membuka kedua matanya. Pria di hadapannya kini menyisir setiap helai rambut Lavanya yang sedikit berantakan tertiup angin dan menutup separuh wajahnya yang cantik.
"Rambutmu berantakan." Ucapnya mengesampingkan helai rambut Lavanya je belakang telinga. Lalu ia mengumpulkan rambut Lavanya dan berusaha merapikan rambut perempuan itu sebisa mungkin dengan posisi tubuh yang masih saling berhadapan dan seperti sedang berpelukan. Deru napas Gavin dapat dirasakan oleh Vanya yang membuat jantungnya berdebar tak menentu. Ia lantas memegangi dadanya dan berusaha mengontrolnya agar Gavin tak mendengarnya.
"Sudah. Sekarang wajahmu terlihat sangat cantik." Ucapnya yang membuat Lavanya tersipu malu. Rasanya pipinya panas dan kaku bak sedang diberi sesuatu yang panas.
"Lihat, wajahmu memerah." Goda Gavin yang kembali membuat Vanya akhirnya memalingkan wajahnya malu dan menutupinya dengan kedua tangannya.
"Wkwkwkw... Lucu sekali." Gavin meraih kedua tangan Lavanya dan membalikkan tubuhnya untuk kembali menghadap ke arahnya.
"Tidak perlu malu. Aku menyukaimu yang seperti ini. Aku harap kamu pun begitu." Ucapnya lembut. Entah mengapa Gavin selalu mengatakan hal-hal seperti itu yang bisa membuatnya luluh dan tidak ingin marah padanya. Ua sendiri bingung mengapa ia tidak bisa melawannya ataupun mengabaikannya. Sesekali ia merasa bahwa bersama Gavin memberikan rasa yang berbeda dari sebelumnya. Bahkan pria itu terus saja memanjakannya dengan membelikan beberapa barang mewah dan mendadaninya ke salon. Meski terkadang lebih banyak tolakan yang Gavin dapatkan dari Lavanya karena memang kesederhanaan perempuan itu. Walaupun begitu, bukan Gavin namanya jika tidak bisa melakukannya. Ia tetap saja melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lavanya
RomanceKetika dendam mengalahkan rasa cinta? apakah luka itu akan terobati atau tetap membekas di dalam hati? pada dasarnya, luka adalah luka yang bisa disembuhkan atau masih membekas. mau tau kelanjutannya? harap bersabar ya. cekidot.