6. Orang lain

23 0 0
                                    

Gavin tengah mengendarai mobilnya selepas pulang dari kantornya malam itu. Naun tiba-tiba ia melihat segerombolan pria tengah mendekati seorang wanita yang tak asing baginya. Ia pun langsung menghentikan mobilnya dan mendekatinya. Terlihat seorang wanita dengan jasnya yang kotor dan sedikit sobek. Rambutnya juga berantakan dan heelsnya sudah hilang entah kemana.

"Siapa kalian mengganggunya hah?????"

"Sebaiknya lo pergi karena lo gatau apapun dan jangan mencampuri urusan kami."

"Ini menjadi urusanku karena dia adalah pegawaiku!" Salah satu pria itu berdecak miring sembari menatap Gavin dari ujung rambut hingga kakinya.

"Kayaknya lo kaya! Berarti lo bisa kasih kita duit!! Perempuan ini sudah berhutang dan bunganya juga sudah menumpuk. Apakah kau akan membayarnya???" Gavin mengernyit dan menatap wanita yang sudah mulai ketakutan itu.

"Aku akan membayarnya. Berapa?"

"100juta!" Dengan santai Gavin mengambil sesuatu di dalam mobilnya lalu menulis dan menyobeknya. Ia lantas memberikannya pada pria itu. Langsung saja pria itu tersenyum dan mengajak anak buahnya pergi meninggalkan wanita yang kini sudah terduduk lemas dan menangis.

"Hei hei tenanglah. Mereka sudah pergi. Apa mereka melukaimu? Kamu baik-baik saja?" Wanita itu mengangguk lemah dan tetap menangis.

"Sa-saya takut Pak. Mereka terus mengejar saya padahal saya sudah memberi mereka uang." Ucapnya dengan sedikit gemetar.

"Sheila. Sebaiknya kamu ikut saya pulang ke rumah. Mungkin itu akan aman untuk mu." Sheila, ya wanita itu adalah Sheila. Di mana wanita hampir saja dilecehkan oleh segerombolan pria. Untunglah Gavin melihatnya dan membantunya. Namun entah itu baik atau buruk bagi Gavin membantunya, tapi yang ia tahu, ia tetap harus membantu orang yang kesusahan.

Gavin membuka jasnya dan memakaikannya pada Sheila. Lantas ia membangunkannya dan membawanya ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan Sheila tetap diam dan hanya menatap jalanan. Sedangkan Gavin sesekali meliriknya dan berusaha mencairkan suasana.

"Tenanglah. Akan ku pastikan orang-orang itu tidak akan mengganggumu." Sheila hanya mengangguk sembari memalingkan wajahnya dan tersenyum. Senyuman dengan penuh arti yang mungkin tidak semua orang benar mengartikannya.

*****

Di sisi lain, Lavanya masih termenung di taman belakang. Sesekali ia menatap langit yang cukup cerah dengan beberapa kicauan burung saling bersautan. Ia merasa iri pada burung-burung yang saling menjaga dan menyayangi satu sama lain. Meskipun rumah mereka kecil, tapi mereka terlihat bahagia bersama keluarganya. Sedangkan dirinya? Sebatang kara dan harus menanggung luka yang mendalam.

'Apakah aku bisa melewati ini semua?' batinnya. Lavanya masih betah menatap langit sembari meratapi nasibnya yang entah apa ke depannya seperti apa nantinya. Tiba-tiba suara mesin mobil terdengar memasuki halaman rumah. Lavanya lantas bangkit untuk membukakan pintu. Sesaat ia membukakan pintu terlihat Gavin tengah merangkul seorang wanita yang baru ia kenal kemarin. Yah, Lavanya melihat bagaimana Gavin memperlakukan wanita itu dengan baik dan menuntunnya menuju rumah.

"Gavin, ada apa ini? Kenapa kamu pulang bersamanya?" Gavin dan Sheila saling berpandangan dan menatap Lavanya sekilas lalu pergi mengabaikannya.

"Gavin aku belum-" ucapannya belum usai karena Gavin menghentikan langkahnya dan menatapnya tajam.

"Ini rumahku!" Ucapnya tegas dengan penuh penekanan. Lavanya yang mendengarnya pun terdiam seketika. Suaminya membawa wanita lain ke rumah. Entah apa yang akan terjadi ke depannya? Ia sendiri tidak tahu.

Lavanya menatap kepergian Gavin yang membawa Sheila naik ke atas. Wanita lain bahkan ia tempatkan di kamar atas, sedangkan istrinya sendiri di bawah tanpa boleh menginjakkan kaki di lantai atas. Membayangkannya saja hati Lavanya sudah merasa sesak.

Luka Lavanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang