1 bulan berlalu...
Gavin dan Lavanya menjalani biduk rumah tangga dengan keromantisan dan kebucinan keduanya tanpa ada gangguan. Hingga suatu ketika, saat keduanya tengah menghadiri acara sebuah pesta dari salah satu kolega Gavin, sebuah perkataan yang kembali mengingatkan Lavanya tentang kondisinya saat ini."Istri Anda cantik sekali Pak Gavin."
"Terima kasih."
"Lalu apakah sudah memiliki momongan?" Perkataan itu kembali membuat dada Lavanya sesak dan mengubah raut wajahnya yang tadinya ceria seketika terdiam.
"Kami sedang ingin berpacaran dahulu karena sebelumnya kami langsung menikah tanpa pacaran." Penjelasan Gavin membuat lawan bicaranya menganggukkan kepalanya.
"Semoga segera diberi keturunan ya." Keduanya pun mengaminkan. Namun raut wajah Lavanya membuat Gavin gelisah. Ia takut istrinya akan berpikir yang tidak-tidak dan menjadi kembali bersedih.
"Sayang, kamu gapapa?" tanya Gavin kemudian saat suasana tidak terlalu ramai.
"Hmm... Gapapa. Cuma capek aja."
"Mau pulang saja?"
"Apa tidak apa-apa?"
"Ya. Aku pamit dulu ya. Kamu tunggu di sini." Gavin pun berpamitan pada tuan rumah dan menggandeng Lavanya pergi dari kerumunan tersebut.
"Kamu beneran gapapa? Apa ada sesuatu?" Tanya Gavin lagi dan hanya dijawab gelengan kepala oleh Lavanya.
"Tidurlah jika kamu lelah." Lavanya hanya mengangguk dan menatap jalanan dengan lampu yang indah. Sedangkan Gavin sebenarnya tahu apa yang dirasakan oleh Lavanya. Pasti istrinya itu tengah memikirkan ucapan koleganya tadi. Gavin pun berencana menghiburnya dan membawa ke salah satu mall yang tidak jauh dari sana. Lavanya yang menyadari arah jalan tak sesuai dengan jalan pulang pun lantas melirik ke arah Gavin.
"Ini bukan jalan pulang?"
"Aku mau mengajakmu beli ice cream? Mau? "
"Mau!" dengan sangat antusias Lavanya kembali ceria sembari terus menatap ke arah luar jendela. Sesampainya di mall, Gavin menggandeng Lavanya dan menuju sebuah toko ice cream yang cukup terkenal.
"Enak??" Lavanya mengangguk dengan terus memasukkan sendok ice cream tersebut ke dalam mulutnya.
"Tapi aku lapar. " Ucap Lavanya kemudian.
"Mau makan apa? "
"Aku mau gado-gado di seberang jalan tadi. "
"Boleh. Setelah ini kita ke sana. "
"Oke! " Lavanya dan Gavin pun menghabiskan ice creamnya dan bergegas turun untuk menyeberang jalan demi gado-gado.
"Pak, Gado-gado dua ya. " Sembark menunggu pesanan tiba. Datang beberapa anak pengamen yang bernyanyi sembari memegang ukulele, dan botol berisi beras.
Gavin pun mengeluarkan dompetnya dan memberikan mereka masing-masing uang seratus ribuan. Anak-anak itu sangat senang dan bersalaman pada keduanya.
"Terima kasih om tante, semoga Tuhan yang menggantinya kelak. Semoga tante dan om bahagia selalu dan sehat. Terima kasih. " Ucap mereka. Gavin dan Lavanya tersenyum mendengar ketulusan doa mereka. Hingga mereka pergi, Gavin masih terus memperhatikan anak-anak kecil yang diperkirakan usianya antara 7-10 tahunan.
"Di usia mereka yang seharusnya hanya untuk bermain dan belajar harus mencari uang demi kehidupan mereka. " Ucap Gavin.
"Ujian mereka memang berat. Tetapi terkadang justru mereka kelak yang akan lebih menghargai uang dan kehidupan. " Tambah Lavanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lavanya
DragosteKetika dendam mengalahkan rasa cinta? apakah luka itu akan terobati atau tetap membekas di dalam hati? pada dasarnya, luka adalah luka yang bisa disembuhkan atau masih membekas. mau tau kelanjutannya? harap bersabar ya. cekidot.