"Selamat datang" ucap Gavin pada Lavanya yang tengah berdiri menatap takjub bangunan di depannya. Rumah dengan perpaduan warna hitam, abu-abu, dan coklat membuat rumah ini memang terlihat layaknya rumah seorang pria dengan kepribadian yang tertutup.
"Kamu tinggal sendiri?" Gavin menggelengkan kepalanya.
"Ada pembantu," ucapnya datar. Vanya hanya menganggukkan kepalanya. Akhirnya keduanya memasuki rumah tersebut. Jelas terlihat desain rumah tersebut sangat privasi dan banyak pintu. Masuk ke dalam rumah itu saja terasa dingin. Tapi Lavanya berusaha beradaptasi dan membiasakan dirinya dengan semua ini.
"Ini kamarmu." Ucapnya berhenti di sebuah pintu yang tak jauh dari dapur. Lavanya membuka kamar tersebut, kamar yang cukup sederhana untuk digunakan satu orang. Lantas ia mengernyit dan menoleh ke arah Gavin.
"Ka-kamu yakin ini kamar kita?"
"Apakah kamu tuli? Ini kamarmu." Lavanya tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Gavin dan mengapa ia tiba-tiba berubah sangat dingin.
"Lalu kamarmu?"
"Kamarku di atas. Areamu hanya di bawah sini. Jangan pernah ke atas! Paham?"
"Tapi kita kan sudah-" ucapan Lavanya terpotong tatkala Gavin menatapnya tajam sembari mencengkram lengannya.
"Jangan banyak bertanya ataupun membantah. Ikuti saja perintahku." Ucapnya. Lavanya meringis tatkala kuku Gavin mencengkeramnya kuat hingga terasa menusuk kulitnya. Gavin lalu melepaskan cengkramannya dengan sedikit mendorong tubuh mungil Lavanya ke belakang dan pergi begitu saja. Lavanya terduduk dan mengurai air mata mendapatkan perlakuan seperti itu di hari pertamanya menjadi seorang istri. Apakah ia berbuat salah? Atau ada sesuatu di dalam dirinya yang salah sehingga membuat Gavin semarah itu? Pikirnya sembari menangis dalam diam.
"Aarrghhhhhhh....!!!" Gavin menjambak rambutnya sendiri dan melempar beberapa barang.
"Kenapa???? Kenapa brengsek!!!!!" Gavin berteriak dengan terus mengumpat kata-kata kasar. Dirinya merasa bahwa Tuhan tidak adil padanya karena hidupnya yang selalu kehilangan orang yang disayang. Orangtua tiada di saat ia membutuhkan mereka. Sekarang? Ia harus menerima takdir dengan orang yang juga merupakan salah satu bagian dari keluarga orang yang telah membuatnya kehilangan orangtuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lavanya
RomansaKetika dendam mengalahkan rasa cinta? apakah luka itu akan terobati atau tetap membekas di dalam hati? pada dasarnya, luka adalah luka yang bisa disembuhkan atau masih membekas. mau tau kelanjutannya? harap bersabar ya. cekidot.