Dua belas"Goblok."
Dan umpatan itu hanya bisa Nahyan pendam dalam hati begitu menemukan Randhika duduk bersimpuh di makam Sabda. Entah kebetulan macam apa hingga dia menemukan temannya yang seharusnya menikmati momen pengantin baru malah duduk termenung di tempat yang kerap dirumorkan tentang hal mistis ini.
Dan dengan tekad ingin mencerca Randhika habis-habisan dengan berbagai pertanyaan, Nahyan menunggu untuk waktu yang cukup lama hingga temannya itu benar-benar selesai dengan kebodohannya.
"Lo ngapain sih, pagi-pagi begini udah sampai sana?" tanyanya pada Randhika yang tampak terpaksa menuruti kemauannya untuk ikut kesini.
"Ziarah kan?" sahut Randhika tenang menyeruput kopi miliknya.
Nahyan mendengkus, ingin sekali memukul kepala lelaki di depannya itu menggunakan sepatu. "Ya gak sepagi itu juga, Malih. Lo berangkat jam berapa sampai sepagi ini sudah sampai?"
"Lupa."
Tuhkan beneran goblok, Nahyan mendumel dalam hati.
Sebenarnya akhir-akhir ini Nahyan memang banyak mengumpati Randhika, apalagi keputusannya tentang menikahi Nadya benar-benar nyata. Niatnya apa gitu loh, dan begitu menemukan wajahnya yang murung padahal harusnya berseri-seri membuatnya kian sangsi.
"Lo kenapa ada di sana juga?" Balik Randhika yang bertanya. Terlalu berlebihan bila menganggap Nahyan mengikutinya hingga ke area pemakaman. Kurang kerjaan banget.
"Ini ulang tahun Vallen, wajar dong kalau gue ke sana pagi-pagi," jawab Nahyan santai tanpa beban.
Namun berbanding terbalik dengan Randhika yang tampak menyesal telah menanyakan hal barusan.
Vallen, Randhika tau siapa dia. Gadis yang konon merupakan teman masa kecil Nahyan hingga keduanya memutuskan nanjalin hubungan di tahun kedua perkuliahan. Sayangnya takdir begitu tega memisahkan. Tepat di hari usai menjalani sidang, Vallen yang diduga kelelahan juga tidak konsen mengendarai kendaraan menabrak pembatas jalan hingga gadis yang baru memperoleh gelar itu merenggang nyawa di tempat kejadian.
Naas... Nahyan yang saat itu tengah menyiapkan kejutan untuk melamar sang pujaan harus dihadapkan pada kenyataan yang menyakitkan. Bertahun-tahun temannya itu seperti raga tanpa sukma, melakukan semua hal seperti pada umumnya tapi tak bernyawa.
Hingga akhirnya, lelaki itu bertemu dengan psikolog begitu merasa akan hancur perlahan bila terus membiarkan tanpa diberi pengobatan.
"Oh, sorry, Yan," sahutnya tak enak hati. Randhika baru sadar bila Vallen di tempatkan di lokasi yang sama dengan Sabda.
"Lo sendiri ngapain? Bukannya bareng istri ini malah nyamperin mantannya istri. Situ waras?"
Randhika tak langsung menjawab, malah mengalihkan pandangan seraya menimbang apakah perlu dibicarakan. "Lo, maksud gue, gimana perasaan lo setelah hampir delapan tahun ditinggalkan Vallen, Yan? Apa lo...ngerasa trauma sampai hingga sekarang lo masih sendiri?" Menilik bagaimana Nahyan getol menolak perempuan yang keluarganya kenalkan.
"Belum nemu yang pas aja," jawab Nahyan yang jauh dari perkiraan Randhika, ia pikir Nahyan akan menjawab masih belum melupakan mendiang Vallen mengingat mereka cukup lama menjalin hubungan.
"Lo gak..."
Nahyan menggeleng, lelaki itu tersenyum kecut menangkap maksud pertanyaan Randhika. "Ini ada kaitannya dengan Nadya yang semudah itu berpaling ke Dirga setelah putus dari Sabda?" tebakan Nahyan tepat sasaran.
"Iya."
Nahyan mengangguk paham, pasti saat ini kepala Randhika dipenuhi berbagai asumsi mengingat lelaki ini sangat minim berinteraksi dengan wanita dalam hal asmara selama mereka saling kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADI
RomanceApalah arti sebelas tahun lamanya bersama bila pada akhirnya dikhianati sedemikian rupa. Nadya, memilih memutuskan hubungan yang sudah dia jalani bersama Sabda meski sudah terjalin lama. Sakit? Sudah pasti. Tapi dia sudah berjanji tak akan memberika...