Tiga puluh
Kadangkala pikiran random Nadya bertanya-tanya, mengapa matahari tak kenal lelah melakukan kebiasaan yang terus menerus dilakukan sejak dulu. Terbit dari arah timur, tenggelam di barat. Pusat tata surya tersebut melakukan tugasnya seraya mengagungkan Pencipata-Nya. Tak kenal lelah, hingga pada akhirnya tugasnya akan berakhir dan saat itu matahari melakukan hal tak biasa pertama kali dari kebiasaannya. Terbit dari arah barat. Dan saat itu manusia yang congkak dan menyibukkan diri dengan urusan duniawi akan berlomba-lomba melakukan kebaikan meski pada akhirnya kesia-siaan yang di dapatkan.
Pikiran randomnya seolah tercerahkan. Benar, manusia terlalu sering terlena sampai lupa pada hakikatnya, sibuk mengurusi duniawinya hingga lupa dengan kewajibannya di turunkan di dunia.
Apakah itu berlaku juga untuk manusia dengan sesamanya? Nadya tidak tahu. Namun, dua kejadian yang dilakukan oleh orang yang sama, dengan alasan yang sama, dan korban yang sama pula, bukankah nanti akan ada kejadian ketiga, keempat, atau bahkan ratusan lainnya?
Bila matahari begitu tunduk dan patuh pada masa yang telah ditentukan untuknya, dan akan menyelesaikan tugasnya tepat pada waktunya, lalu, apakah dirinya juga akan ada masanya? Apakah kejadian itu akan terus berulang dan dengan sendirinya atau tidak sama sekali berhenti?
Dua kali Randhika meninggalkan dirinya sendirian untuk satu alasan yang sama, dan dua kali pula dia dibuat tak berdaya meski berbeda situasinya.
Tawa kering yang terdengar menyedihkan memasuki gendang telinganya. Dia merasa bodoh, karena lagi dan lagi terlena oleh perlakuan Randhika dan berpikir bila lelaki itu berbeda namun rupanya tak ada bedanya dengan orang di sekitarnya. Menganggap dia beban, sebuah kehinaan hingga pantas dinistakan dan dipermainkan.
Mengapa? Mengapa tidak ada yang tulus padanya?
Tak memperdulikan hari yang kian gelap, tatapan kosongnya berjalan tak tentu arah hingga matanya terpaku oleh padatnya kendaraan yang berlalu lalang. Bagaimana rasanya bila dia menabrakkan diri pada salah satunya? Mungkinkah dia akan mati seketika, atau mungkin hanya luka-luka yang membuat banyak orang disusahkan olehnya? Pikirannya masih jalan, andai dia menabrakkan diri pada truk besar yang pasti tak menyadari keberadaannya bila dia langsung cepat berada di depannya, area blind spot.
Tapi bagaimana bila nanti kematiannya malah membuat sopir truk itu kehilangan pekerjaannya dan berakhir di penjara? Seperti domino yang merempet kemana-mana, lalu kondisi keluarga sopir itu bagaimana? Tak mungkin sopir truk merupakan seorang pria kaya yang memiliki perusahaan ternama. Gaji mereka untuk menghidupi keluarga yang bahkan kadang dirasa kurang mencukupi. Masa dia meninggal menambah kesengsaraan orang lain yang tak tau apa-apa tentang dirinya, jadi opsi menabrakkan diri dia urungkan.
Nadya kembali berpikir, apakah dia harus terjun ke sungai?
Tidak...
Pernah membaca cerita bila orang yang pernah mencoba mengakhiri hidupnya dengan menjeburkan diri ke dalam air itu sangat menyiksa. Sakit yang begitu luar biasa, hingga orang itu berjanji tak akan mau mengulanginya lagi. Nadya merasa ngeri sendiri.
Lalu...
"Jangan pulang sendiri, tunggulah sampai jemputanmu datang. Pulang sendiri yang ada kamu gak akan sampai tujuan. Jadi, tetaplah berjalan meski jalannya banyak lubang. Jangan nekad mencari jalan sendiri apalagi keadaan masih begitu gelap. Tunggulah sampai ada cahaya, lihat ke bawah dan depan, jalannya tak semua rusak. Lewati yang rusak untuk sampai jalan yang bagus. Begitu jemputan datang, kamu akan sampai tujuan dengan tenang."
Kata-kata itu seperti kaset rusak yang terus-menerus membisiki telinganya. Kesadaran Nadya seperti kembali hingga akhirnya wanita itu terjatuh duduk menangisi semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NADI
RomansaApalah arti sebelas tahun lamanya bersama bila pada akhirnya dikhianati sedemikian rupa. Nadya, memilih memutuskan hubungan yang sudah dia jalani bersama Sabda meski sudah terjalin lama. Sakit? Sudah pasti. Tapi dia sudah berjanji tak akan memberika...