dua puluh empat

587 96 19
                                    


Halloo... Selamat bersantai ria kawans...

Sebelumnya aku mau ngucapin terimakasih kasih buanyak pada @DiahFelantri karena udah rekomendasiin NADI ke lapaknya kak Sinta... Thanks loh yaaaa...

Oh ya untuk pembaca baruku, memang, ending sama epilog ku itu cuma aku post 1x24 jam bahkan bisa kurang, jadi kalau masih on going bisa baca saat update itu juga. Atau beberapa part penting biasanya juga aku hapus setelah aku post terus tak pindah ke karyakarsa. Kenapa? Ini karya murni pemikiranku sendiri, bukan sok ntar dijiplak orang, orang akun kecil yekan, cuma lebih nyaman aja yang poin penting aku taruh sana. Jadi, begitu ada update langsung baca ya, atau klo udah terlambat bisa baca di kk. Yang mau baca lebih dulu juga di kk ada.





Dua puluh empat

Modi, kucing jalanan yang Nadya biasa kasih makan menyambut kedatangannya dengan meongan lalu mengikutinya memasuki pelataran rumah. Sesampainya di sana, orang yang dicarinya --begitu menyadari kesalahannya-- sudah berdiri di luar pintu juga dengan Mira yang sebelumnya selalu menemani Nadya disini.

"Pak--"

"Ibu di dalam?" potongnya cepat mengacuhkan penjelasan Hilman juga Mira hingga keduanya mengangguk mengiyakan. Mira sebelumnya mengatakan jika Nadya baru saja terlelap usai meminum obatnya.

Mendengar penjelasan tersebut, jantung Randhika semakin berdetak cepat pun kakinya terasa kian berat hingga dia hanya mampu menyeretnya menuju kamar tidur mereka.

Pintu terbuka, menampilkan sosok Nadya tampak terlihat berbaring membelakangi pintu dengan selimut menutup penuh tubuh wanita itu.

Nadya... Astaga...

Bila dia tidak gegabah, bila dia semalam mengantarkan Nadya pulang terlebih dahulu, atau, bila dia mengajak wanita itu untuk ikut bersamanya... Andai dia melakukan salah satunya. Sayangnya tidak. Mendengar bila Rian juga Tika mengalami kecelakaan lalu lelaki itu berpesan agar datang sendirian karena ada hal yang lebih baik tak semua orang ketahui --kehamilan Tika yang disembunyikan itu-- mungkin Nadya tak akan seperti ini. Dan bila mengingat ucapan Benjamin tadi, apa yang sebenarnya terjadi?

Dengan gerakan sepelan mungkin mengingat ucapkan Mira kalau Nadya baru memejamkan mata, Randhika beringsut pelan ke belakang wanita itu. Menatap lama punggung Nadya yang bergerak beraturan menandakan jika dia benar-benar tengah terlelap. Matanya meliar, mencoba mengurangi rasa bersalah yang kian keras meneriakinya, meneriakkan kebodohan juga kesalahan fatal yang semalam dilakukannya. Bisakah dia meminjam mesin pemutar waktu agar bisa membenahi kesalahannya?

Ternyata benar, manusia kerap merasa menyesal usai melakukan tindakan yang tidak dipikirkan matang-matang. Dia menyesal. Sungguh.

"Maaf... Nadi, maafkan aku..." ungkapnya pelan memeluk tubuh Nadya yang meski ditutupi selimut, suhu panasnya bisa dia rasakan.

Randhika memejamkan kedua matanya hingga sudut matanya keluar air mata. Sungguh dia menyesal, andai andai dan andai...

"Maaf...maafkan aku..." Randhika mengusap air matanya cepat takut menganggu waktu istirahat Nadya. Dengan terpaksa, dia beringsut berdiri membiarkan Nadya sendirian.

Dia menemui Hilman juga Mira yang masih berada di luar menunggu dirinya.

"Semalam saya tidak menemukan ibu di sana, Pak." Itu yang Hilman katakan pertama kali. Lelaki itu dengan sedikit gugup menjelaskan bagaimana dia tidak menemukan Nadya di lokasi yang sebelumnya dia beritahukan. "Titik lokasi terakhir ibu memang disana, sayangnya pas saya sampai di sana tidak menemukan ibu di sekitar sana. Beberapa kali saya memutari jalanan siapa tahu ibu mungkin berjalan mencari tempat duduk. Sayangnya tidak ada. Saya juga bertanya pada pemilik toko kelontong yang kebetulan masih buka tapi tidak memperoleh hasil."

NADITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang