tujuh belas

558 78 19
                                    

Tujuh belas


"Lo yakin dia orangnya?"

Melihat kesangsian Nahyan yang meragukan dugaannya, Randhika mendesah pelan. Yeah, sebenarnya dia bukan asal tuduh juga. Tapi orang yang dia curigai ini memang patut dicurigai. Pasalnya, terakhir kali yang berurusan dengan dia ya orang ini.

"Bukannya terakhir lo berurusan sama dia setahun lalu ya? Masalah dia buat keributan perkara Sheila kan?" Saking Randhika tak pernah mau mengurusi hidup orang lain, peristiwa yang menggemparkan kantor mereka setahun silam begitu mudah diingat semua orang.

Randhika Maheswara, pria lajang yang mungkin menyukai sekretarisnya diam-diam sampai mau memukul mantan pacar sang sekretaris yang bertindak keterlaluan di lobi perusahaan. Membuat keributan sekaligus penganiayaan pada seorang perempuan termasuk keterlaluan kan? Dan saat itu yang berani menyelamatkan Sheila --sekuriti perusahaan lebih dulu dihajar habis-habisan-- hanya Randhika yang memberikan tendangannya untuk melumpuhkan sang lawan. Lalu dari sana kisah office romance berkembang. Kisah seorang manajer muda dan sekretarisnya mencuat di mana-mana. Mungkin itu juga yang membuat Sheila berani bertindak jauh waktu perjalanan dinas kemaren.

"Lo buat masalah apa lagi sama itu bajingan?" Nahyan memandang penuh selidik ke arah Randhika yang memilih bungkam enggan memberi jawaban. Lalu pikirannya tiba-tiba tertuju pada pertemuannya dengan Sheila di hari tepat kepulangan Randhika yang tiba-tiba.

Dengan rasa kemanusiaan yang dimilikinya, Nahyan mengawasi pergerakan Sheila yang lepas kendali menyibukkan diri menenggak minuman beralkohol tepat di depan kamarnya. Sepertinya perempuan itu tak sadar lebih awal hingga membuat dia kesulitan memasukkan kunci.

Dan dari sana pula dia mendengar racauan diselingi isak tangis perempuan itu yang mengatakan jika Randhika telah berbuat curang. Kala itu pikirannya sudah kemana-mana, memikirkan Randhika bertindak jauh pada sekretarisnya dan melupakan keberadaan Nadya di sana. Belum lagi kepulangan lelaki itu tiba-tiba yang semakin menguatkan asumsinya.

Sayangnya saat pagi menjelang dan dia baru ingin meminta penjelasan, dengan nada penuh kemarahan Randhika menghubunginya dan memintanya untuk segera kembali bila urusannya telah selesai. Dia juga mengabarkan bila Nadya baru saja mendapatkan penyerangan dari orang yang sudah mengintai rumahnya jauh-jauh hari. Di saat itu juga pikiran negatifnya tentang tindakan Randhika pada Sheila sirna.

"Gue ketemu orang itu sewaktu di Kalimantan kemaren. Dan ya, kejadiannya mirip setahun yang lalu lah," ucapnya setengah hati karena mengingat kembali tindakan kurang ajar Sheila padanya. Untungnya pagi tadi perempuan itu kembali bersikap profesional seperti semestinya, bila masih kurang ajar Randhika tak akan segan-segan memecatnya saat itu juga.

"Pinter banget. Jadi orang jangan sok banget kenapa sih?"

Menurut Nahyan, Randhika ini orang bodoh yang berlindung di balik kata kemanusiaan. Apaan, bila akhirnya dirinya yang kena dampak akibat membela rasa kemanusiaan itu, siapa yang akan membantu?

"Keadaan saat itu gak memungkinkan gue panggil keamanan, Yan. Sheila yang entah bagaimana menyadari keberadaan gue di sana langsung berteriak keras manggil-manggil dan gue harus diam saja saat semua orang seolah nganggap gue ini orang yang kenal dia?"

Nahyan berdecak tak suka. Lelaki itu menggeleng tak habis pikir pada tindakan impulsif Randhika yang bila dugaannya benar, Nadya hampir saja menjadi korban.

"Emang, pembawa masalah terbesar kalau gak uang, kuasa, ya perempuan. Yang terakhir itu bisa borong semua permasalahan tanpa ada kata ujung penyelesaian."

Randhika tergelak mendengar gerutuan Nahyan yang menganggap semua perempuan sebagai sumber permasalahan. Ya, meski tidak sepenuhnya salah maupun benar. Karena di lapangan yang sering memicu pertikaian ya perempuan. Perang Baratayuda terjadi pun salah satu alasannya ya perempuan.

NADITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang