06. An Unlikely Hypothesis

25 6 1
                                    

"Ngomong apaan sih lo?" Dara mengibaskan  tangannya dengan angkuh. Dia tak akan menelan mentah-mentah kalimat yang baru saja meluncur dengan mulus dari mulut Wira.

Wira mengangkat kedua bahunya. "Terserah lo mau percaya apa kagak. Yang penting kan gue udah ngasih tau informasi penting dan berharga dengan cuma-cuma sama kalian berdua."

"Oh ya? Informasi penting yang malah kedengaran kayak film fantasi?" Dara mengikik geli. "Sakit jiwa lo!"

"Ayundara!"

Dara terperanjat mendengar Gita menyebutkan namanya dengan tegas. Jika sudah begini, biasanya karena Dara mulai bertingkah kurang ajar.

Gita tahu, saat di kelas, tak ada anak-anak yang benar-benar mau berteman dengan Wira. Alih-alih menjadi teman sekelas yang kompak dan akrab satu sama lain, para anak lelaki cenderung menghindari Wira dan enggan terlibat lebih jauh lagi dengannya. Alasannya karena Wira sendiri yang terang-terangan menolak didekati. Wira hanya asyik dalam dunianya sendiri.

Namun, jika sampai Dara mengatai Wira sakit jiwa, Gita rasa itu sudah melewati batas kewajaran. Dara sudah berlaku tak sopan, tak menghargai sesama teman, karena itulah Gita berkewajiban menegurnya.

"Please, kita dengerin dulu Wira sampe selesai bicara soal praduganya."

Mau tak mau Dara harus mengangguk setuju meski jengkel di hatinya masih bergejolak. Gita sudah bersusah payah mengingatkannya, artinya Dara memang sudah benar-benar keterlaluan.

Wira menyeringai. "Gue urungkan niat untuk ngasih kalian semua informasi yang gue punya."

"Loh, kok?" Gita kebingungan. Sementara Dara tertawa keras karena sudah menduga Wira bakal bertingkah begitu menyebalkan.

Wira melirik jam yang menempel di dinding. Jarum pendeknya menunjuk angka tiga. "Sudah hampir sore. Kita kudu balik keluar buat nyari senior-senior kita dulu, kan? Kalau semuanya udah kumpul, gue bakal lanjutkan."

Dara dan Gita mengangguk setuju. Menemukan Rini, Gama, dan Cuplis sebelum matahari tergelincir adalah kalimat paling masuk akal pertama yang dikatakan oleh Wira.

Saat mereka bertiga diam-diam kembali ke tengah kota, Cuplis muncul dari balik rerumputan, mengejutkan Dara yang memang sudah curiga dengan gerakan ganjil di kejauhan. Cuplis mengibas-ngibaskan ekor lebatnya sambil menjulurkan lidah, senang karena berhasil bertemu kembali dengan para majikan barunya.

"Cuplis pinter sembunyi juga ya ternyata." Gita terkekeh melihat Dara yang masih takut-takut saat didekati Cuplis.

"Iya, iya. Syukur banget gue mah Cuplis ternyata selamat." Dara menghindari kejaran Cuplis dengan bersembunyi di belakang Gita. Dengan sigap, Gita langsung menggendong Cuplis yang berlari ke arahnya.

"Jangan sakit hati ya, Plis. Dara mah emang gitu kok. Sebenarnya dia khawatir sama kamu, tapi gengsinya gede. Kalau kata Kak Rini mah, Dara tuh luarnya aja yang galak, dalemnya melankolis. Liat kepiting jalannya miring aja bisa bikin dia terharu, Plis."

Dara langsung menoyor Gita yang terbahak-bahak puas sambil berlalu. Sementara Wira hanya memperhatikan dua gadis itu di belakang. Sesekali melirik ke arah Dara yang kini ikut tertawa bersama Gita.

"Eh, itu Kak Rini sama Kak Gama, kan?" Dara menunjuk dua sejoli yang baru saja keluar dari lubang di dinding pada gedung yang sama dengan saat mereka masuk pertama kali.

Rini melambaikan tangannya pada Dara dan Gita yang menghambur ke pelukannya. Sementara Gama meringis kecil melihat kekasihnya dikerubuti adik-adik kelasnya.

Rini memang memiliki banyak penggemar. Bagaimana tidak, selain cantik keibuan, Rini memiliki suara khas yang begitu merdu saat bernyanyi. Tak terhitung jumlah piala yang berderet rapi dalam lemari kaca milik Gama bertuliskan Candrarini sebagai juaranya.

THE WRECKAGE [KARMA 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang