08. The Flooding Across

19 5 6
                                    

Kedua retina Gama cepat beradaptasi dalam kegelapan. Meski kadang kakinya terantuk kerikil atau lubang kecil jalanan, tak menjadi hal berarti untuknya terus melangkah maju ke depan.

Gama baru sadar di saku celananya terselip senter kecil setelah instingnya mengatakan posisinya sudah berada jauh sekali dari rumah Wira. Keringat dingin yang memenuhi pori-pori kulitnya pun sudah memberi Gama sinyal untuk mengambil waktu istirahat barang sejenak.

Gama menyalakan senter dan mulai menyoroti keadaan sekitar. Sebuah bangku di bawah atap halte yang bolong terlihat menggiurkan untuk dipakai sebagai tempat bersantai, menyepi dari tekanan batin yang menyiksa Gama sejak tadi.

Keputusan Gama meninggalkan rumah Wira yang hangat dan nyaman sempat membuatnya bimbang. Pasalnya, dia sama sekali tak bermaksud sampai meneruskannya hingga keluar kompleks dan berjalan menuju jalan protokol sejauh ini.

Niatnya yang hanya sekadar mencari angin lalu, duduk tenang sambil menikmati pemandangan kosong dari teras depan rumah Wira yang terang itu pun kandas berkat dorongan spontan yang menghampiri.

Ini akan terdengar sebagai alasan konyol, tetapi semenjak Gama selesai membaca sepenggal kalimat dari buku catatan oranye itu, gelenyar aneh dalam hatinya tak henti-hentinya menjalar naik.

Suara-suara aneh mulai ribut berbisik, saling bersahutan dalam kepalanya. Tak sekali dua kali suara itu memerintahkan Gama agar melakukan ini dan itu.

Suara-suara itu bukan hantu. Gama tahu itu. Dia lebih takut jika dirinya tiba-tiba memiliki gangguan mental yang berat ketimbang soal hantu-hantuan. Gama rasa, lama-lama terkurung di tempat misterius ini bisa membuat siapa pun jadi setengah sinting. Sebaik apa pun fisik luarnya terlihat, tak ada yang tahu serentan apa jiwa di dalam tubuh mereka sesungguhnya.

Gama menghela napas panjang. Setelah berhasil duduk, satu dari dua kakinya yang panjang menekuk ke belakang, sementara sisanya terjulur lurus ke depan. Gama bersandar pada pelat baja yang dingin sambil menengadahkan wajahnya ke langit.

Tak salah lagi, satu-satunya hal bagus yang bisa Gama temukan di tempat asing ini hanyalah milyaran bintang yang bebas bertaburan di angkasa sana. Tak ada satu pun awan hitam yang berani menghalangi pemandangan menakjubkan tersebut. Ditambah dengan sunyi yang senyap bagai mimpi, Gama yakin dia akan sangat merindukan suasana malam di tempat ini saat berhasil kembali ke hiruk pikuk Jakarta yang dikenalnya lagi nanti.

Benar. Gama baru saja mengakui jika tempat ini tak hancur karena perang dunia atau sebagainya seperti yang telah dia asumsikan sebelumnya. Wira benar, mereka pasti sedang berada di dimensi lain dan misteri soal apa yang membuat mereka bisa terjebak di sini pun masih belum terpecahkan. Gama tetap saja bersikeras dengan pendapatnya yang keliru meski bisa menyadarinya lebih awal.

Padahal, arloji canggih yang melilit pergelangan tangannya tiba-tiba tak berfungsi sama sekali semenjak tiba di tempat ini. Bukan hanya masalah waktu, Gama juga kesulitan membaca arah mata angin sebab fungsi kompas di dalamnya tak dapat menunjukkan reaksi apa pun.

Alih-alih merasa aneh saat melihat jarum kompas kecil itu tak lagi saling tarik-menarik di tempatnya, Gama memilih mengabaikannya dan sibuk pada hal-hal pokok yang berhubungan dengan masalah perut teman-temannya saja.

Terlambat. Mungkin Gama tak akan bisa memperbaiki kesalahannya.

Bosan menatap langit, Gama iseng menyoroti hal gelap di hadapannya. Jalanan lenggang tanpa rongsokan kendaraan terhampar di sana. Hanya perasaannya saja, tetapi luas jalanan tersebut tampak melebihi biasanya. Mungkin karena gelap menjadikan batasan di antara tiap benda menjadi kabur.

Apa Gama takut melihat pemandangan yang bagi sebagian orang tampak menyeramkan seperti itu? Tidak, tentu saja. Sejak bergaul dengan kakak-kakak seniornya yang sudah lebih dahulu bergabung menjadi anggota mapala di salah satu universitas negeri terkemuka, beraktivitas di tempat minim cahaya seperti ini bukan merupakan hal baru lagi baginya. Gama hanya perlu menyugesti dirinya sedang berada dalam hutan rimba, maka tubuhnya senantiasa rileks tanpa banyak bertanya.

THE WRECKAGE [KARMA 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang