07. The Search for Enlightenment

26 4 0
                                    

"Kamu adalah apa yang kau pikirkan." Dara membaca kalimat pertama yang tertulis di buku catatan itu. Kepalanya teleng menyesuaikan posisi. "Lima menit lalu, dia baru saja kehilangan teman. Larut dalam kesedihan hingga berpikir ingin menyusulnya?" Dara terkesiap, matanya membulat sambil mengulang bacaannya dua kali. "Ini tulisan soal percobaan bunuh diri ya?"

"Sstt...." Wira menggelengkan kepalanya, kemudian mendekatkan buku itu pada Dara, memintanya untuk melanjutkan bacaannya saja tanpa berkomentar.

Dara agak sebal karena keresahannya dianggap tak penting oleh Wira, tetapi buku oranye mencolok yang kini sedang dipegangnya telah mengalihkan perhatiannya dengan cepat.

Dara mengusap kuduknya yang meremang sebelum kembali membuka mulut. "Lalu dia datang, merindukan seseorang yang telah lama menyeberangi sungai kematian. Keinginannya terlalu kuat untuk dianggap lalu."

Nggak salah lagi, batin Dara. Dia yakin sekali jika kedua paragraf yang telah dibacanya memang mengandung makna yang sama; Ada seseorang yang sedang mencoba mengakhiri hidupnya sendiri. Mungkinkah pintu menuju dunia ini tak sengaja terbuka karena adanya orang bodoh seperti itu? Dara tak tahu. Bola matanya yang sewarna madu beralih pada Gita. "Lo mau lanjutin baca kalimat berikutnya nggak, Git?"

Gita tampak ragu. Ada jeda panjang sebelum akhirnya dia menolak. Takut-takut, Gita menepuk lengan Rini yang duduk di sampingnya sambil bertanya, "Kak Rini mau baca nggak?"

Alih-alih menjawab, Rini mengulurkan tangannya langsung pada Dara, meminta buku itu dipindahtangankan padanya segera.

Tak banyak membuang waktu, Rini fokus mengamati deretan kalimat yang tertulis rapi dan tebal di atas kertas kekuningan. Tak ada apak yang menguar sebagai bau khas yang biasa dihidunya dari buku tua. Saking rapinya, Rini sampai memaju mundurkan buku itu, memperhatikan tulisan tangan yang tercetak seperti menggunakan perangkat mesin dengan saksama.

"Ada dia yang butuh usaha lebih banyak hanya untuk tersenyum saja." Suara Rini terdengar lembut mendayu indah. Ada kengerian familier yang mereka semua rasakan, pelan-pelan merayapi kaki hingga ke kepala.

Sadar atau tidak, Rini berhasil menyampaikan pesan yang dibawa buku catatan tersebut menjadi terasa menyedihkan karena pembawaannya.

"Kemudian ada dia yang sanggup membakar hari ini untuk mendapatkan cintanya di esok hari," lanjut Rini. "Senada dengan dia yang rela menjadi tumbal dunia untuk kesenangan bersama."

Rini menghentikan bacaannya. Entah mengapa intuisinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres dengan kalimat-kalimat dalam buku ini. Rini merasa memahami apa yang buku ini coba beritahukan padanya. Lebih buruk dari itu, Rini yakin telah mengetahui alasan mereka semua bisa terseret sejauh ini kemari.

"What's going on, Beb?" Gama mengusap punggung Rini yang bergeming. Semua orang sedang menunggu kelanjutan kalimat itu, tetapi Rini mendadak terdiam.

Sekilas, Gama melirik pada halaman yang sedang Rini baca. Lama-lama, dia semakin penasaran dengan isinya. Secara otomatis mulutnya menggumamkan apa yang tertulis di sana. "....meski begitu, tak satu pun di antara kalian yang sanggup berpikir sepicik dirinya."

Gama memeluk dirinya sendiri dengan spontan, entah mengapa otaknya memberikan sinyal bahaya pada tubuhnya. Mendadak tubuh Gama menggigil kedinginan, padahal hanya sedikit saja kalimat yang dia baca, tetapi efeknya dahsyat hingga mampu membuatnya resah gulana.

Mengetahui jika tak ada lagi yang sanggup meneruskan bacaan, Wira mengambil kembali buku catatan itu dari tangan Rini kemudian menutupnya. Matanya terpejam dan melanjutkan sisa kalimat yang belum sempat bersuara seperti mantra. "Sebagian darimu tak akan terbangun menuju akhir cakrawala, tak akan sampai bermandikan cahaya di akhir ufuk debu. Buka matamu untuk menemukan jalan pulang, hakikat pilihan ada di hadapmu."

THE WRECKAGE [KARMA 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang