09. Spread Like Wildfire

11 4 2
                                    

"Mau ke mana lo, Kak?" Wira mencengkeram pundak Rini yang tampak bersiap untuk segera menyusul Gama.

"Tunggu sebentar," lanjut Wira. "Yang harus kita semua pahami, buku ini nggak cuma ngasih tau apa yang harus kita lakukan buat nyari jalan keluar aja, tapi juga dengan konsekuensinya."

"Wira bener, Kak." Dara menimpali. "Monster kadal itu muncul sebagai konsekuensi dari Wira yang akhirnya bisa bertemu sama Kak Gama dan kita-kita."

Rini mengerang pelan, lebih terdengar seperti rintihan memilukan. Ketiga adik kelasnya itu terdiam, menunggu reaksi dari Rini yang masih sibuk menata hati karena mengkhawatirkan kekasihnya.

Berkali-kali Rini mengesah saat air matanya lolos membasahi pipi. Berkali-kali pula jemarinya yang berkeluk bagai ujung perahu itu mengusap wajahnya yang memerah demi mengenyahkan keresahan yang tersirat.

Melihat emosi Kak Rini yang bergolak, Dara mendekatkan dirinya dan memeluk Rini tiba-tiba. Dia seperti bisa ikut merasakan kegundahan yang sedang dialami oleh Rini yang sudah dianggapnya seperti kakak kandungnya sendiri. Dara tak kuasa menahan tangisnya.

Melihat Dara dan Rini berpelukan, Gita yang sedari tadi tak banyak berkutik pun ikut terbawa suasana. Gita berjalan perlahan menghampiri Rini dan Dara, merangkul dan mengusap punggung keduanya.

"Kak Gama bakal baik-baik aja," ucap Gita, lirih. Menguatkan Rini meski Gita tahu kata-kata itu tak akan banyak membantu.

Wira tak ingin atmosfer haru ini berlarut-larut semakin lama. Bukannya dia tak berempati, tak mengkhawatirkan kondisi Gama di luar sana. Wira hanya berpikir logis, jika mereka semua memang peduli pada Gama, mereka harus segera mengambil keputusan dan bergerak cepat untuk menyelamatkannya.

"Gue izin baca ulang kalimat yang tertulis di buku ini tadi ya." Wira berdeham memecah sepi. "Dia pergi. Adakah teman yang akan menghalaunya? Karena satu-satunya orang yang pergi dari rumah ini cuma Kak Gama, artinya buku ini lagi membaca situasi yang seratus persen bakal dialami Kak Gama di luar sana."

Rini melepaskan satu per satu pelukan penyemangat dari orang-orang yang sangat berarti baginya dan memaksa kembali otaknya untuk berpikir kritis seperti biasa, menyisakan Dara dan Gita yang masih sesenggukan di belakangnya.

"Malam ini akan menjadi begitu dingin. Adakah teman yang membawakannya selimut hangat? Aku nggak tau pendapatku ini benar apa nggak, tapi kayaknya buku ini udah hapal banget sama apa yang Gama takutkan selama ini," kata Rini. "Udah bukan hal baru lagi ya, semua orang di sekolah pada tau kalo Gama itu anak gunung. Tapi cuma orang-orang terdekatnya aja yang tau kalo Gama pernah mengalami hipotermia dan hampir meninggal dulu."

"Jadi, menurut Kak Rini, Kak Gama lagi—"

Rini memotong pertanyaan Wira yang sudah bisa ditebaknya dengan pasti. "Kedinginan karena hipotermia."

Wira menjentikkan jarinya karena mengingat sesuatu yang penting. "Sebelum ketemu kalian, gue mikirin ini berhari-hari. Kenapa ya buku ini bilang kalo gue sedang kesepian di sini? Padahal waktu itu gue baru aja menemukan kenyamanan yang nggak akan bisa gue temukan di tempat mana pun lagi di dunia nyata. Tapi lama-lama gue jadi kepikiran, apa memang gue butuh ketemu sama orang lain? Gue malah semakin penasaran, kalo gue melakukan yang buku ini sarankan, kira-kira siapa yang bakal datang nemenin gue? Dan akhirnya, kita semua tau kelanjutannya."

"Jadi lo mengidap autofobia gitu, Wi?" tanya Dara yang disambut gelengan cepat dari Rini, sementara Wira hanya meringis, menyayangkan tebakan Dara yang tak tepat pada sasaran.

"Bukan, Ra." Rini menjawab. "Buku ini tahu kalau Wira orangnya gampang penasaran."

"Yap!" Wira melipat kedua tangannya di dada. "Gue paling nggak tahan kalo nggak bisa nemu jawaban dari pertanyaan sereceh apa pun itu. Bisa mati berdiri gue, nggak tidur-tidur sampe dua malam karena penasaran."

THE WRECKAGE [KARMA 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang