2

15 2 5
                                    

Alangkah baiknya vote dulu sebelum membaca. Tinggal pijit bintang kok gak susah. Biar authornya semangat ya.. makasih 😊


























Waktu pun berlalu dan malam pun tiba. Seperti biasa setelah makan malam, aku akan belajar. Tujuanku adalah untuk memasuki salah satu universitas negeri dekat ibukota. Maka dari itu selain dari mengerjakan PR aku harus belajar.

Tapi aku tak selalu selamanya belajar. Biasanya aku akan bermain di akhir pekan bersama teman-temannya. Yah walaupun kepribadian teman-temanku berbeda-beda dan unik tapi entah kenapa aku betah berteman dengan mereka. Mungkin justru aku akan stres bila tidak berteman dengan mereka.

Setelah dua setengah jam lamanya belajar, aku berhenti dan menutup buku latihan soal. Mataku melirik beberapa bingkai foto disamping meja belajar. Foto-fotoku bersama dengan teman-temanku dan juga ada fotoku bersama Aruna saat masih kecil.

"Kalau tidak salah foto ini diambil setelah hari itu ya." Gumamku.

Biar kuceritakan sedikit masa laluku bersama dengan Aruna. Kami bertemu saat ajaran baru di TK sekitar dua belas tahun yang lalu. Setelah kejadian aku dihajar olehnya, ibuku datang ke UKS karena aku pingsan. Ternyata Aruna juga adalah anak dari kenalan orang tuaku yang sedang dititipkan di rumah neneknya di kota ini.

Melihat bundaku datang, Aruna yang kenal dengan bunda juga menangis minta maaf. Yah karena menurut bunda itu hanyalah kenakalan masa anak-anak bunda memaafkannya. Lalu bunda juga menyuruh Aruna untuk meminta maaf padaku setelah aku siuman.

Aku bangun satu jam kemudian. Disana sudah ada bunda, kepala sekolah, dan Aruna yang masih sesegukan. Aku yang baru bangun itu langsung reflek kaget melihat Aruna. Jujur waktu itu aku masih takut dihajar lagi olehnya. Tapi melihat aku yang mundur, Aruna malah melompat maju ke arahku.

"Ajiii... maafin Aru. A..A...Aru gak.. gak akan sekali-kali lagi mukul Aji. Huweee.." Teriaknya sambil menangis.

Wajahnya waktu itu terlalu dekat karena dia melompat ke kasur tempatku berbaring. Pada waktu itu jantungku berdegup kencang melihat Aruna menangis. Wajahku bahkan memerah akibat melihat wajah anak perempuan itu terlalu dekat.

'Tenanglah jantungku, aku tahu kalau kamu masih takut pada anak perempuan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Tenanglah jantungku, aku tahu kalau kamu masih takut pada anak perempuan ini.' Batinku sambil memegang jantungku.

"Iya aku maafkan. Sekarang singkirkan wajahmu dari hadapanku." Kataku sambil sedikit mendorong Aruna menjauh.

"Kamu serius?" Tanyanya yang kini malah memegang tanganku.

"I...i..i..iya aku serius." Jawabku sambil memalingkan muka.

"Syukurlah. Terima kasih ya, Aji. Mari kita mulai berteman, ya." Aruna mengajakku berteman sambil tersenyum cerah.

Melihat itu aku malah pingsan lagi. Perawat yang bekerja di UKS bilang kalau aku masih syok karena luka trauma akibat dihajar Aruna. Dan yah sejak saat itu kami berteman dekat. Selain Aruna ada Lila, Bima dan Yoshi. Kami semua berteman sejak TK. Sedangkan dengan Yudhistira kami bertemu di bangku Sekolah Dasar. Lalu saat di bangku SMP, tepatnya saat kelas 8 kami bertemu Arjuna.

Sejak saat itu semuanya berubah. Maksudku hanya aku dan Aruna. Kupikir dengan terus berteman dengannya aku tidak akan kehilangan Aruna. Tapi aku salah, Aruna tidak pernah menganggapku lebih dari seorang sahabatnya.

Sebenarnya saat Arjuna baru masuk semuanya masih baik-baik saja. Tapi karena kerja kelompok tugas kelas musik, Arjuna dan Aruna jadi dekat. Hingga suatu sore saat musim liburan Aruna datang ke rumahku untuk curhat tentang perasaannya.

"Aji.. Aji.. ayok main yok." Teriak Aruna dari depan pintu.

"Tumben Aru, biasanya juga main nyelonong aja minta makan sama bunda." Sindirku yang membukakan pintu depan untuk Aru.

"Ish.. lagi mode bener ini Aru." Kesalnya.

"Masuk." Suruhku

"Oke. Bundaaaa.. Aru mau ikut masak indomie ya. Bunda punya indomie? Aru minta sama telurnya juga." Tanpa basa basi Aru malah langsung buka kulkas rumahku.

"Haaa.. katanya lagi mode bener. Kok malah minta masak indomie pake telor segala. Dasar tukang bohong." Kataku sambil mencubit pipinya yang lembut itu sampai merah.

"Aduh..duh..duh.. sakit tau Aji. Kan Aru pengen ada yang diceritain, cuma ya Aru laper. Jadi masak indomie dulu." Keluhnya.

"Iya deh iya." Aku malas menanggapi kerandoman manusia satu itu.

Dua puluh menit pun berlalu. Kami berada di ruang TV dan aku malah menunggu Aru makan sampai selesai. Setelah menyeruput kuah dan meminum satu kotak teh manis yang ada di kulkas, Aru mulai berbicara.

"Aji."

"Hmm.."

"Aru kayaknya suka deh sama Juna."

"HAH?! Juna? Arjuna? Arjuna Pandya Reksa murid pindahan awal semester kemarin?" Tanyaku memastikan.

"Iya. Kayaknya Gabriella Aruna Batari yang baru empat belas tahun ini suka sama Arjuna Pandya Reksa Si Murid Pindahan awal semester kemarin. Bukan Chef Juna yang ada di TV, kalau itumah Aru takut." Aruna mendikte penuh dengan penekanan di setiap katanya.

"Kok bisa?" Tanyaku penasaran.

"Yah gimana ya itu... anu... Juna itu cowok lucu, pinter, manis, senyumnya kek gula meleleh. Eh malah Aru yang jadi meleleh. Pokoknya Juna tuh tipe cowokku banget gituloh." Aru menjelaskan sambil malu-malu bahkan wajahnua terdapat semburat merah.

"O..oh..gitu ya."

"Iya terus Aru harus gimana ya, abisnya tiap liat Juna hati Aru deg-degan gitu loh."

"Ya udah, ngomong suka aja. Ajak jadian selesai. Ah tapi kalau Aru sih mana berani soal gituan." Kataku meremehkan.

"Oke. Pokoknya liat ya Aru bakal jadian sama Juna. Jangan remehin Aru."

"Oke liat aja. Paling ditolak." Kataku padahal dalam hati aku sudah menyesal meremehkannya.

'Kalau beneran gimana? Anjir kok lu goblok sih, Ji.' Kesalku dalam hati.

"Pokoknya liat aja. Aru permisi." Aru kemudian berdiri dan mencuci bekas makanannya.

"Oke, Aji bilangin ke Bunda makasih buat makanannya ya. Aru pulang ke rumah dulu." Pamitnya.

Sedangkan aku masih melongo menatap punggungnya yang perlahan pergi dari pintu depan rumahku.

Dua minggu kemudian saat semester baru dimulai aku mendengar kalau Arjuna dan Aruna jadian dan mulai berpacaran. Sejak saat itu juga mereka selalu bersama dan Aru mulai jarang bermain bersamaku lagi. Karena Arjuna adalah pacar, sedangkan aku adalah teman masa kecilnya saja. Tidak pernah lebih.

Aku menyimpan kembali bingkai foto itu. Pergi menyikat gigi dan tidur untuk mengistirahatkan tubuhku yang sudah lelah seharian.









TBC....

CHANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang