1

20 3 0
                                    

Alangkah baiknya vote dulu sebelum membaca. Tinggal pijit bintang kok gak susah. Biar authornya semangat ya.. makasih 😊




















Dengan langkah yang malas aku pergi mandi dan memakai seragam. Semalas dan masih mengantuk pun aku harus berangkat sekolah. Kenapa? Tentu saja hari ini hari senin. Selain harus masuk sekolah, mengumpulkan pr minggu kemarin, tapi seluruh siswa di Kota Widyapura bahkan diseluruh negeri harus upacara.

Berdiri selama satu jam penuh dan harus mendengarkan ocehan pembina upacara yang pastinya pembahasannya tidak jauh berbeda setiap minggu. Parahnya lagi kelengkapan seragam diperiksa jika tidak kamu akan mendapat poin minus dibuku siswamu.

Setelah mandi dan menggunakan seragam, aku berkaca untuk memakai dasi. Selanjutnya aku merapikan rambutku secukupnya saja. Tidak terlalu rapi ataupun berantakan. Setelahnya aku memasukan topi sekolah kedalam tas dan pergi ke bawah untuk sarapan. Di bawah bunda sudah memasak nasi goreng favoritku.

'Hemm.. wangi.' Pikirku begitu mencium masakan dari arah dapur.

"Nah Aji, ayo cepat sarapan. Nanti keburu kesiangan upacaranya." Suruh bunda.

Aku meletakkan tasku di samping kursi meja makan yang kosong. Ayah juga ternyata sudah berada di meja makan sejak tadi. Kegiatan kesukaannya di pagi hari adalah membaca koran sambil sesekali menyeruput kopi favoritnya.

Di meja bunda menghidangkan nasi goreng masing-masing satu porsi untuk satu orang. Dia juga menuangkan satu gelas teh manis yang tidak terlalu manis untukku. Setelah ayah selesai memimpin doa aku segera menghabiskan sarapanku itu.

"Aji ini bekalmu. Jangan lupa berbagi sama Aru ya." Pesan ibuku sambil memasukan satu kotak makan penuh dengan sandwich kedalam tasku.

"Ngapain juga harus bagi-bagi sama dia. Udah besar juga bukan bayi lagi." Aku menanggapinya dengan ketus.

"Hei, jangan begitu. Berbagi dengan temanmu sejak kecil kan gak salah. Lagipula dia suka lupa sarapan. Dasar anak bodoh. Teman macam apa kau ini?" Ibu menjitak kepalaku.

Aku menatap kesal ibuku sambil mengelus kepalaku yang sakit. Tapi nyaliku menciut saat melihat bunda memelototiku balik. Daripada aku kembali mendapat jitakan di kepalaku lebih baik aku menggosok gigi sebelum pergi.

Selesai menggosok gigi aku memakai jaket dan mengambil kunci motorku diatas meja belajar. Sebelum pergi aku kembali bercermin memastikan penampilanku rapi dan tidak acak-acakan. Dibawah aku memanaskan motor XSR-ku dulu. Sambil menunggu aku memakai kaus kaki dan sepatu. Setelah dirasa cukup panas aku menggendong tas sekolah dan pamit pada orang tuaku.

"Ayah, bunda, Aji berangkat sekolah dulu." Pamitku dari pintu depan karena mereka masih di dapur.

"Iya hati-hati jangan ngebut." Teriak bunda dari dalam.

"Ngebut aja, kalau kesiangan kan kamu juga yang dihukum." Ayahku menimpali yang aku yakin dia langsung dilempar sendok nasi sama bunda.

Selama perjalan menunju kesekolah aku cukup menikmati pemandangannya. Aku biasa bangun pagi untuk menikmati hal seperti ini. Bukan. Mungkin ini hanyalah salah satu bagian terbaiknya. Gara-gara teman masa kecilku, Aruna yang tadi disebut bunda dan juga teman-temanku yang lain, aku terpilih menjadi ketua kelas lagi tahun ini.

Sebagai informasi selama 11 tahun aku bersekolah aku selalu saja mendapat peran sebagai ketua kelas. Jujur aku bosan dan ingin jauh-jauh dari urusan ketua kelas. Tapi karena Aruna itu dengan entengnya mengajukanku kembali di tahun ajaran baru kelas dua belas dua bulan lalu. Tentu saja hal itu membuat anak lain juga ikut-ikutan satu suara.

'Dipikir-pikir dari dulu dia sering membuat susah.' Keluhku.

Dari kejauhan gerbang sekolahku mulai terlihat. Sekolah Tunas Bangsa. Iya betul namanya mirip bukan dengan sekolah TK-ku dulu. Tentu saja sekolah ini memfasilitasi pendidikan mulai dari TK hingga SMA. Bunda juga tidak mau repot mendaftarkanku ke sekolah lain sehingga aku berada di lingkungan ini hampir seumur hidupku.

Setelah melewati gerbang masuk aku memarkirkan motorku masih didekat gerbang. Simpel saja, biar kalau pulang aku tidak perlu repot mengantri. Saat sedang meletakkan helm, telingaku medengar sapaan orang yang sudah sangat kukenal. Iya itu Aruna.

"Hai, pagi!" Sapa Aruna dengan ceria.

Aku mengangkat tangan untuk melambaikan tanganku. Aruna berlari kearahku.

"Pagi juga..."

"Junaaaa kangen!!" Teriaknya yang langsung memeluk orang dibelakangku.

Iya betul, Aruna bukan berlari ke arahku tapi pada pacarnya Arjuna yang kebetulan parkir disebelahku.

'Sialan.' Pikirku sambil mengepalkan tangan yang tadi kuangkat.

"Gimana acara keluarganya? Aru kangen loh kamu absen dari hari kamis jadi kita hampir empat hari gak ketemu." Tanya Aruna sambil langsung menggandeng tangan Arjuna.

"Yah.. baik-baik saja sih. Gak ada yang spesial. Sepupu kan lagi ada hajatan jadi aku dan keluargaku yang lain juga bantu-bantu." Jawab Arjuna sambil mengelus kepala Aruna.

"EKHEMM.." Aku berdeham cukup keras "Masih pagi. Ini tuh sekolah bukan tempat pacaran." Ketusku.

"Apasih Aji nyolot terus kayak cewek lagi PMS aja. Sirik aja situ. Cari pacar gih sana daripada gangguin orang pacaran. Kalau gak laku sini aku kenalin ama temenku yang lain." Balas Aruna.

"Enak aja. Ganggu banget pacaran. Heh bocah udah kelas dua belas bukannya belajar buat masuk Univ masih aja sibuk pacaran." Aku berbicara dengan nada yang sangat kesal.

"Biarin terserah. Wleee.." Ejeknya.

"Dah.. dah.. ayo kita bertiga masuk kelas. Bentar lagi upacara." Arjuna melerai pertengkaran kecil kami.

"Kalian duluan aja aku lipet dulu jaket." Kataku.

"Oke, duluan bro." Pamit Arjuna.

Mereka pun pergi ke kelas. Aku melipat jaket dan memasukkannya kedalam tas. Lalu mengambil topi sekolah supaya gak susah mencari lagi. Sekali lagi aku menatap koridor tempat dimana Aruna dan Arjuna pergi duluan.

'Bodoh yang aku suka kan kamu, Aru.' Batinku kesal.

Aku menggelengkan kepalaku untuk berhenti berpikiran yang tidak-tidak. Lalu pergi ke kelas XII-IPA 2 untuk memulai hari senin yang menyebalkan ini.

Tentu saja ternyata memang cukup menyebalkan. Tidak tapi sangat menyebalkan. Baru saja aku masuk sebuah spidol terbang kearahku. Untung aku cukup cepat untuk menghindarinya. Tenyata pelakunya adalah Yudhis dan Yoshi si blasteran Jepang.

"Kalian... CEPAT BERESKAN YANG BERANTAKAN POKOKNYA SEBELUM UPACARA SEPULUH MENIT LAGI SELESAI." Teriakku yang kesal karena kelakuan kebanyakan murid dari kelasku.

"Maaf.." Jawab mereka.

"Bukan maaf yang mau kudengar." Aku memelototi mereka satu per satu.

"Baik." Jawab mereka lagi.

Akhirnya mereka cepat-cepat membereskan bangku yang tadinya berantakan karena mereka gunakan untuk bermain kereta api. Katanya menyenangkan. Tapi mereka benar-benar terlalu bodoh hingga lupa umur.

Sepuluh menit berlalu, bel jam pelajaran pertama pun berbunyi. Yang artinya kalau hari senin seluruh murid harus berkumpul di lapangan upacara sesuai dengan barisan kelasnya masing-masing.

Sebagai ketua kelas aku memastikan tidak ada seorangpun yang masih ada dikelas supaya kami tidak kena hukuman.

'Ternyata menjadi ketua kelas benar-benar merepotkan. Hah.. pengen cepet lulus.' Keluhku.












TBC

CHANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang