13. 𝐌𝐊𝐒 𝐘𝐄𝐀𝐑 𝟏𝟗𝟕𝟑

1.3K 166 9
                                    

Selesai diinterogasi oleh Mr Leo, Gabriel dan Lusy pun segera kembali ke kamar masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selesai diinterogasi oleh Mr Leo, Gabriel dan Lusy pun segera kembali ke kamar masing-masing. Sesampainya di dalam, Lusy berjalan mendekati kasur teman-temannya yang sudah kosong. Masing-masing laci ia buka sampai ia tiba di kasur milik Jiana.

Tangan Lusy mulai meraba laci tersebut, sampai akhirnya ia menyentuh benda pipih dari dalam sana. Lantas, Lusy segera membawanya keluar. "Kartu identitas milik siapa ini?" gumam Lusy, sembari menggosok-gosok id card tersebut yang sangat kotor.

"Narendra Alexander? Siapa dia? Apa alumni dari sekolah ini?" tanyanya, pada diri sendiri.

Belum lama Lusy memperhatikan foto laki-laki tersebut, ia merasa seluruh tubuhnya seperti tersengat listrik. Suasana gelap dan sunyi tiba-tiba berubah terang dan ramai. Lusy memperhatikan sekitarnya yang kini ada banyak sekali murid-murid berlalu lalang di hadapannya. Mereka memakai seragam sekolah jaman dulu, persis seperti laki-laki yang dilihat Lusy pada saat di lantai tiga.

"Naren!" Tiba-tiba seseorang berteriak dari kejauhan membuat Lusy ikut menoleh.

Dengan cepat Lusy mengikuti orang yang memanggil tadi. Ia tiba di sebuah ruangan yang sempit dan juga gelap. Laki-laki yang bernama Naren tadi langsung menghampiri kedua temannya, dan memberinya isyarat untuk tidak berisik.

"Kau sedang apa di sini?"

Naren memperhatikan sekeliling yang kali ini hanya ada mereka berempat saja, termasuk juga dengan Lusy. "Riana, kecilkan suaramu. Nanti ketahuan oleh murid yang lain."

Laki-laki di samping Naren langsung menghela napas kasar. Terlihat papan nama di dadanya itu bertuliskan Frans Wijaya, begitu pula dengan Riana.

"Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana jika ada yang melihat kita dan melaporkannya pada ketua direktur?"

"Kau tenang saja, para guru sedang rapat hari ini," jawab Naren enteng.

"Lagi? Sudah tiga hari mereka mengadakan rapat. Aku penasaran, apa yang sebenarnya mereka diskusikan?" heran Riana. Ditambah lagi mereka mengadakan rapat tersebut secara sangat tertutup. Semua jendela dan pintu dikunci, dan para murid dilarang untuk datang ke ruang guru.

Naren tak menanggapi, ia memilih untuk berkeliling menelusuri ruangan tersebut. Tepat dihadapannya, terdapat ada dua boneka berukuran besar seperti manusia pada umumnya yang dimasukkan ke dalam lemari kayu.

"Dari dulu aku sangat penasaran dengan boneka ini. Mengapa Mr tak pernah mengizinkan kita untuk melihatnya secara langsung?" Naren berdecak kagum melihat boneka perempuan di depannya itu. Ia semakin menyikap kain yang digunakan sebagai pembatas boneka tersebut dengan lebar-lebar. "Ini seperti manusia asli. Mungkin jika bonekanya dijual, pasti harganya sangat mahal. Ratusan?"

Riana ikut mendekat dan berdiri tepat di samping Naren. Ia melipat kedua tangannya depan dada, sambil mengamati boneka tersebut. "Kira-kira di mana Mr mendapat inspirasi untuk membuat boneka ini? Mata, hidung, bibir, tangan, semuanya tampak sama dengan manusia asli."

𝐒𝐂𝐇𝐎𝐎𝐋 𝐏𝐑𝐈𝐒𝐎𝐍 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang