2. Sekolah

835 54 0
                                    

I'm back, chingu.








Harapan Seryl untuk kembali ke raga asli hanyalah tinggal harapan. Sewaktu membuka mata Seryl masihlah berada di tubuh Cherly. Helaan nafas keluar, Seryl melangkah menuju cermin memperhatikan lebam yang sedikit memudar. Mimpi dari ingatan pemilik tubuh terlintas di benaknya.

"Sekarang gue adalah Cherly Rachel Weisz!"

Melirik jam, Cherly melangkah masuk ke kamar mandi. Hari ini adalah hari pertama jiwa barunya ke sekolah. Cherly tak sabar menantikan para tokoh dan hal-hal lainnya.

Hanya 10 menit Cherly mendekam di kamar mandi. Kini ia berdiri di depan lemari dengan kimono. Meraih seragam sekolah dan meneliti nya.

"Untung nih orang gak kayak tokoh-tokoh transmigrasi yang make baju ketat atau kebesaran," ujarnya bersyukur lalu memakai seragam tersebut. Tidak besar juga tidak kekecilan. Seragamnya pas, sesuai keinginannya.

"Saatnya menyamarkan lebam!"

"Sayang banget cantik gini bertanda," sesal Cherly melihat pipinya dicermin. Tangannya mengoleskan foundation lalu memakai bedak. Cherly juga menggunakan lipbalm dibibir sehingga wajahnya terlihat berwarna, tak lagi pucat. Perban dikepala telah ia buka, mengganti penutup luka dengan plester polos. "Awas lo, Njing! Gue buat lo gak bisa berpaling dari gue!" Tekad Cherly bulat, akan membuat tunangannya bertekuk lutut padanya.

Tangan nya dengan lihat mengikat dua lalu menggelung rambut dengan anakan rambut menjadi poni. Cherly menatap puas wajah cantik juga imut di depannya. "Baru jam 7 kurang 20. Masih bisalah gue makan sama adek tercinta gue sebelum kedatangan si dakjal. Rafky!! Tungguin eonnie!"

Usai mengambil tas, Cherly berjalan cepat. Melihat pintu kamar Rafky tertutup Cherly makin melajukan langkahnya menuruni tangga. Beberapa pelayan membungkuk hormat namun tak ia pedulikan. Cherly sudah tak sabar untuk melihat rupa lelaki berambut cokelat keperakan persis dirinya itu. Apakah wajahnya mirip dengan visualisasi dari Author cerita itu? Namun, Cherly harus menelan kekecewaan saat sampai di meja makan tak menemui tubuh sang adik.

"Mari, nona."

"Mana Rafky?"

Pelayan itu menunduk ketakutan. "M-maaf Nona muda, Tuan muda belum bangun."

Helaan nafas lega Cherly hembuskan. Setidaknya Rafky belum berangkat sekolah. "Biar saya bangunkan, eum...?"

"Saya May, Nona muda."

"Hm, May nanti pas Zefa datang, paksa dia sarapan!"

May tersentak. "T-tapi Nona-"

"Membantah perintah saya, May?" May mati kutu diberi tatapan intimidasi Cherly. "M-maaf Nona muda, b-baik."

Cherly kembali melangkah menaiki tangga. Sesampainya di depan kamar Rafky, Cherly memutar kenop pintu. "Bangke! Di kunci pula pintunya."

Tok tok tok.

"RAFKYYY!! BANGUN HOYY!! SUDAH SIANG LO KAGAK SEKOLAH APEEE?!! BANGOOON!!!"

"BANGOO-"

Ceklek.

Plak.

"Awh shhh."

"Brisik!"

Mengusap panas di pipi, manik Cherly menatap nanar buku ditangan Rafky. Ia pun berkacak pinggang, sedikit kesal.

"Heh! Lo tuh ya harusnya bersukur gue bangunin bukan malah nimpuk gue! Mau kena karma lo, ha?!"

Sedetik kemudian Cherly tertegun melihat paras lelaki di depannya. Rambut cokelat keperakan, iris abu, hidung mancung, pipi tirus dengan rahang tegas dan kulit putih. Jantungnya berdebar dengan rona merah menjalari pipi. Sungguh, wajah blasteran sang adik merupakan idamannya sewaktu di kehidupan pertama. Benar-benar mirip foto visualisasi sang author.

ANTAGONISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang