"UNCLE!" Zo langsung berlari masuk kedalam pelukkan Max begitu melihat pria itu ada didalam kamar bermain adiknya.
Max yang sangat merindukan gadis kecilnya pun tak kuasa menahan diri. Dia mengangkat Zo setinggi mungkin lalu menimang dan membawanya berputar riang.
Keduanya seperti ayah dan anak yang sudah lama tak bertemu. Ze yang melihat itu hanya mendengus kecil, pamannya seperti anak-anak, itu penilaiannya.
Bocah tampan itu merindukan Max, tentu saja. Tapi tidak akan bertingkah konyol seperti kembarannya.
"Apa kabarmu, cantik?" Max menciumi pipi Zo. Gadis itu tertawa riang sambil mengalungkan tangannya keleher Max.
"Tentu saja baik! Uncle, kau darimana saja? Aku hampir lapor polisi untuk mencarimu." Gurau Zo.
Max terbahaka lalu berkata, "polisi tidak akan mampu menemukanku, baby." Dia menurunkan Zo lalu menyapa Ze, berpelukkan khas laki-laki sejati.
Begitulah Ze yang selalu ingin di perlakukan seperti pria dewasa. Melihat Ze sama seperti melihat Leo, dan melihat Zo seperti melihat Ara.
Kombinasi yang sempurna.
Max kembali menatap Zo sambil mengulurkan tangan, keduanya duduk di sofa, lebih tepatnya Zo duduk diatas pangkuan pria tampan itu.
"Pekerjaanku sangat banyak dan padat, maaf tidak memberi tahumu saat pergi." Zo mengangguk, maaf selalu terbuka lebar untuk kedua pamannya.
Max dan Luke.
"Setelah ini uncle pergi lagi? Kalau iya, tolong beri tahu aku. Ze bilang kemungkinan uncle pergi karena marah padaku." Bibir Zo manyun, mengggemaskan.
Max mengernyit, "marah kenapa? Mana mungkin uncle bisa marah dengan gadis secantikmu, sayang."
"Karena menjodohkan uncle dengan guruku."
"Oh ... untuk yang satu itu iya, uncle tidak suka. Bukan karena kau menjodohkanku tapi pilihanmu tidak sesuai seleraku. Dan jangan ulangi, uncle masih mampu menemukan wanita sendiri."
"Tapi kapan? Aku ingin melihat uncle menikah lalu punya bayi seperti mama dan papa. Aku bisa menjadi kakak untuk banyak adik, aku juga mencarikan wanita untuk uncle Luke, tapi sampai sekarang belum menemukan yang cocok."
"Oh ... sayang, menemukan wanita yang pantas di jadikan istri tidak semudah kau menemukan boneka di etalase toko. Untuk uncle stop melakukan itu, untuk Luke? Terserah." Max tidak mau menjadi korban obsesi Zo yang menggelikan.
"Zoya." Panggil Ara yang berdiri didepan pintu. Leo sudah berulang kali membujuk istrinya untuk mengabaikan masalah ini, Luke juga tidak masalah dengan itu.
Tapi Ara tidak akan tinggal kalau anaknya berbuat salah, dan panggilan lengkap menandakan dirinya sedang marah. Zo langsung menoleh dengan tatapan bingung bercampur takut.
Tapi Zo tetap mencoba mempertanggung jawabkan apapun kesalahannya. Dia turun dari pangkuan Max lalu berjalan mendekati ibunya yang sudah berjalan masuk menuju sofa yang berada di lain sisi dari tempat Max duduk.
"Kau mengulangi kesalahan yang sama, sadar tidak?" Zo menggeleng.
"Kesalahan yang mana?" Tanyanya polos. Matanya mengerjap, memberikan sorotan penyesalan agar Ara merasa iba. Ara mencoba menahan diri untuk tidak terpengaruh.
Zo sedikit menoleh pada ayahnya, pria itu menggeleng pelan, tanda kalau tidak ada yang bisa dilakukannya untuk membantu.
"Ze, ucapkan peraturan kita."
"Tidak boleh meminta bantuan pada siapapun kalau sedang mempertanggung jawabkan perbuatan. Berani bertanggung jawab adalah sikap yang harus ditanam dalam hati. Tidak perduli seberapa berat kesalahanmu, kau harus siap dengan resikonya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thompson : Perjalanan Cinta Arabella & Leonard Thompson
RomanceNovel ini merupakan sequel dari novel (La Passion et lamour d' Arabella yang tersedia di Novelife dan juga Fizzo. Bagi pembaca baru boleh mampir ke seri pertama lebih dulu agar lebih memahami isi cerita. Note : Bijaklah dalam memilih bacaan karena n...