Cahaya matahari menggapai mata, menyilaukan dan mulai membangunkanku dari tidur panjang. Dingin, suasana pagi ini tak bisa kulukiskan dengan kata. Sebuah aroma tercium dari kemah, wanginya familier, seperti sebuah sup yang dihangatkan dengan perlahan.
Suara air yang mendidih juga terdengar, memikat dan, membawaku ke belakang sana. Tampak dua siluet orang terlihat dari kejauhan. Ah, mereka adalah Alz dan Ibu Herta. Keduanya sangat fokus, dan tampak saling berbicara dengan sedikit tertawa.
Memasak, sepertinya mereka sedang menghangatkan sebuah sup yang tak biasa. Aromanya melimpah, membuatku penasaran rasanya, potongan daging itu sangat halus, aku bisa melihatnya. Keduanya memasak dengan penuh warna. Aku jadi tak ingin mengganggu.
Aku menoleh ke belakang, pergi dan menjauh dari mereka. Berusaha kembali ke depan tenda, di mana aku tidur semalam. Alz menyadari kedatanganku. Ia mengejar, kemudian memanggil namaku dengan lantang.
"Arslan!"
Aku berhenti, dan membalikkan lagi tubuh ke arahnya. Tampak Alz sedang berpenampilan tak biasa. Baju ikonisnya hilang entah ke mana, yang ia pakai kini adalah tunik berwarna putih, dengan celemek hitam yang menutupi bagian depannya. Tak memakai topi, rambutnya sedikit tergerai dengan beberapa untaian di pinggir kepala.
Ia menghadapku, serta kemudian melihat dengan kaku. Kami berdua diam, canggung, gerak tangannya seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ragu. Lalu di antara kecanggungan itu, aku menanggapinya, bertanya dan kemudian mulai menatap langsung ke matanya.
"Ada apa?"
"Ah itu."
"Apa?"
"Ah, ituuuu."
Tak jelas, ia mengatakan sesuatu dengan berulang. Lalu entah kenapa kemudian mendorongku perlahan sampai ke depan tenda. Terusir? Sudah kuduga, lebih baik aku memang tak mengintip mereka dari awal.
Sampai di depan tenda Alz kemudian berhenti, namun tak segera kembali ke belakang, ia berjalan ke depan, lalu menunjuk serta mengatakan sesuatu kepadaku.
"K-Kau Arslan, pokoknya tunggu di dalam tenda. Aku akan segera kembali."
Tak berbicara, hanya menatap bingung dan menunjuk wajahku sendiri menanggapi kalimatnya. Ia tak menanggapi reaksiku, kembali, dan berlari kecil ke belakang tenda.
Aku hanya menurutinya, dan berdiam diri di dalam tenda. Lama, tak tahu sampai kapan aku harus di sini. Sudah jam berapa? Harusnya jam 9 pagi ada latihan strategi di parit. Mengingat ini adalah hari terakhir sebelum pergi berperang melawan The Preacher. Itu juga kalau ia menepati janjinya untuk datang tepat 2 minggu setelah pembicaraan. Sejauh ini, ia tak terlihat merusak janji. Jadi harusnya tidak ada yang akan terjadi di desa.
Aroma sup yang kuat kemudian datang menghampiri, sangat kuat, tak lama, Alz datang dengan membawa bejana besar. Terbuat dari tanah liat, khas, wanginya masih terasa. Oh, terdapat sup yang banyak di dalamnya.
Alz kemudian berbalik lagi, berjalan dan membawa beberapa peralatannya ke belakang. Sungguh untuk apa ini semua? Tapi, sepertinya aku agak tertarik dengan makanan ini. Jadi aku tak bisa mengelak. Tak apa bukan sesekali beristirahat dan menunggu jamuan.
Diam, lantas aku kemudian bersandar pada batu yang ada di dalam tenda. Sebenarnya cukup aneh aku akui, membiarkan batu ini ada di dalam tenda. Namun aku juga tak bisa menyalahkan itu, karena ini inisiatif ku sendiri tadi malam.
Alz kemudian datang lagi, kini membawa sesuatu bersamanya, tampak seperti sebuah teko, dan dua buah gelas. Teko apa itu? Mungkin ia ingin menghidangkanku air hangat. Ini normal jika melihat suhu yang dingin di sekitar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rattleheart
Pertualangan(Cerita Update setiap 3-10 hari sekali) Arslan adalah seorang tentara bayaran yang mencari arti dari dunia. Baginya dunia tak lagi sama semenjak dia terpaksa menjadi tentara bayaran. Peperangan, rasa sakit, hubungan antara manusia. Apa sebenarnya it...