"Dan kemarin itu laki-laki yang bakal ngegantiin Jevan itu makin kuat usahanya. Meskipun Karin tetep milih Jevan. Tapi kata orang, perempuan bakal milih yang serius."
Cerita Jevano selesai. Ia menceritakan seluruh keresahan hatinya tentang Karin, Papahnya Karin serta laki-laki yang dulu sempat di perkenalkan oleh Papahnya Karin kepada anaknya. Laki-laki itu benar-benar menaruh rasa pada Karin sepertinya. Terlihat beberapa kali ia mencari muka pada keluarganya Karin. Melakukan banyak hal yang tak pernah bisa Jevano lakukan. Sejujurnya Jevano cukup takut bahwa posisi dia akan hilang. Sehingga akhirnya ia kembali kesulitan terlelap dan berakhir di loteng.
Mendengar fakta yang baru saja ia ketahui membuat waktu di sekeliling Rafa seolah berhenti. Rafa memejamkan matanya rapat. Siapa sangka bahwa si anak ketiga memikirkan hal itu? Jevano yang terbiasa tak membagi masalahnya ternyata memikirkan dirinya sampai seperti itu.
Jevano yang melihat sang Abang terdiam membuat hatinya merasakan penyesalan karena telah membagi masalahnya pada Rafa. Ia terkekeh garing untuk mencairkan suasana. "Hehe gak usah di pikirin, Bang. Omongan Jevan tadi anggap angin la—
"—sejak kapan?"
"Hm?" deham Jevano bingung karena kalimatnya di potong oleh pertanyaan.
"Sejak kapan Jevan nyimpen masalah ini?"
Jevano kembali diam. Ia bersumpah pada mulutnya karena sudah membuat abangnya risau seperti ini.
Mendapati adiknya diam membuat Rafa memberikan seluruh fokusnya pada sang Adik. "Sejak kapan, Jevan?" tanya Rafa lagi.
"Udah lama. Dari sebelum bang Marka nikah."
Rafa mengusap wajahnya gusar. "Astaghfirullah. Kenapa gak pernah cerita, sih, Jev? Nanti kalau amit-amitnya bang Marka gak nikah terus bang Rafa gak nikah. Jevan juga gak akan nikah-nikah juga, dong."
"Jevan gak mau ada gunjingan," balas Jevano dengan suara kecilnya.
"Abang gak masalah kalau emang Jevan mau nikah duluan. Jangan nungguin Abang, Jev."
Jevano menggeleng pelan. "Cukup dulu gunjingan tentang Ibu sama Baba, Bang. Jevan gak mau anggota keluarga Jevan kena gunjingan orang lagi."
Rafa menghembuskan nafasnya kasar. Menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Sekarang kepalanya semakin penuh. Persoalan tentang Marka, ia dan kekasihnya saja belum usai. Sekarang ia harus di hadapi dengan permasalahan Jevano yang ternyata ia adalah sumber masalahnya.
"Tunangan aja dulu. Abang gapapa, kok, Jev. Masalah omongan orang jangan di permasalahin, lah."
"Gak bisa. Dulu Jevan denger gunjingan orang buat Ibu sama Baba aja rasanya kesel banget. Sakit hati dengernya. Jevan gak mau lagi."
"Tapi kalau gini caranya Karin bisa sama orang lain itu, Jev."
"Kalau Karin emang jodoh Jevan. Allah pasti bakal kasih jalannya."
"Ya Allah," desah Rafa pasrah.
Sekarang Rafa harus apa? Ia bahkan tidak bisa menjanjikan pada Jevano kapan ia akan memulai serius pada hubungannya.
"Abang gak mungkin nikah dalam waktu dekat ini."
"Jevan tau."
"Bukan karena kesiapan. Tapi Abang emang belum dapet jodohnya."
Jevano melirik abangnya cepat. "Kenapa? Sama kak Nisya udah putus?"
Rafa tersenyum getir. Haruskah ia bagi perasaan kalutnya ini pada sang adik? Sedikitnya agar Jevano mau berubah pikiran bahwa Rafa memang masih belum jelas hubungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baluwarti || Hwang Renjun [DONE]
Fiksi PenggemarSpin off Dear Mahanta Kelanjutan dari kisah Rafa dan Nisya yang terus mencari pembenaran dalam hubungan mereka. Akan sampai mana mereka bertahan dalam hubungan dengan benteng tinggi di antara keduanya? Book ini aku buat singkat. Gak akan sepanjang...