14. BALUWARTI

789 90 9
                                    

     Pada akhirnya hal-hal menyenangkan mereka akan selalu berakhir ke sana. Nisya tak berbohong, hatinya resah tak menentu saat Rafa terang-terangan akan membahas tentang hubungannya.

     Meski dengan usapan lembut di rambutnya. Meski dengan pundak kokoh yang ia sandari. Meski dengan segelas kopi panas yang berharap membawa ketenangan. Dan meski sang senja menunjukkan keindahannya di atas sana, tetap tak mampu membuat Nisya merasa hatinya tenang.

     "Be? Boleh aku bahas?"

     "Kenapa di saat hati aku sebaik ini ngebahasnya, Kak?"

     Rafa tersenyum. Gelas yang semula berisi kopi itu kini sudah kosong dan ia simpan di sampingnya. Tangannya yang semula menggenggam gelas. Sekarang lebih memilih merengkuh tubuh kecil kekasihnya. Mengeratkan pelukannya.

     "Kita perlu kepala dingin buat ngebahasnya."

     Belum apa-apa air mata Nisya sudah meleleh. "Aku takut buat ngebahasnya."

     Kepala Rafa bertumpu pada kepala Nisya. "Jevano yang jarang cerita. Kemarin-kemarin akhirnya dia mau cerita, Be," ucapnya memulai kisah mereka sore ini.

     "Dia bilang kalau dia lagi di minta kepastian sama Ayahnya Karin; pacarnya. Tapi Jevan gak bisa kasih kepastian buat Karin. Entah itu melamar apalagi menikah."

     "Kenapa?" Nisya bertanya dengan suara seraknya.

     "Jevan gak mau ngelangkahin aku. Dia gak mau buat aib di rumah. Padahal aku gak masalah kalau dia ngelangkahin aku buat nikah duluan. Tapi Jevan tetep kekeh buat gak mau ngelakuin hal itu. Dan hal urgen di situasi itu. Kamu tau apa?"

     "Apa?"

     "Ada laki-laki yang di kenalin Ayahnya Karin yang sebagai cadangan kalau Jevan gak juga maju buat kasih kepastian. Dan karena hal itu laki-laki yang di kenalin ke Karin itu udah nekad buat semakin berusaha ngambil hati Karin."

     Nisya diam. Nisya bukan gadis yang bodoh untuk bisa memahami hal kecil seperti ini. Ia tau hubungan Jevano dan Kekasihnya itu ada hubungan dengan Dirinya dan Rafa.

     "Menurut kamu, aku harus gimana?" tanya Rafa sebagai penutup kisah.

     "Kalau aku sebagai oranglain, aku bakal nyuruh buat kamu akhirin hubungan kamu. Karena mau gimanapun niat Jevan beneran baik. Dia berusaha untuk menjaga nama baik kamu dengan caranya. Dan mau gimanapun juga prioritas keluarga tetap di atas segalanya, kan?"

     Laki-laki itu mengangguk, sesekali mengecup pelipis gadisnya. Ini yang ia sukai dari Nisya. Gadis itu selalu tak pernah ragu untuk mengungkapkan apa yang ada di kepalanya. Meski Rafa tak bodoh untuk mengerti bahwa Nisya sudah menangis dan bahkan sudah menahan gejolak sedihnya. "Kalau kamu jadi Nisya?" tanya Rafa lagi, memancing Nisya untuk melanjutkan ucapannya.

     Alih-alih menjawab. Nisya malah berbalik dan memeluk Rafa dengan erat. Air mata itu tumpah begitu saja. "Aku gak mau, Kak," balasnya sesegukan.

     Rafa sudah menduganya. Mengakhiri hubungan dengan cara baik-baik itu tai! Tak pernah ada kata yang benar-benar baik untuk sebuah situasi mengakhiri sesuatu.

     Pada akhirnya Rafa tak melanjutkan niatnya. Ia hanya merengkuh Nisya yang semakin larut dengan tangisan dan bayangan tentang hubungan mereka yang harus berakhir.




*****



   Meski tekad Rafa sudah bulat untuk mengakhiri semuanya. Namun, siapa yang tau perasaan Rafa yang sebenarnya? Meski laki-laki, Rafa juga takut. Ia resah, ia takut menyesal. Banyak hal yang Rafa rasakan sebagai pihak laki-laki di hubungannya dengan Nisya. Marka benar. Rafa akan menjadi laki-laki brengsek yang dengan tega mengakhiri semua yang sudah di mulainya sejak awal.

Baluwarti || Hwang Renjun [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang