6. BALUWARTI

504 83 7
                                    

     Suasana hening menyelimuti rumah yang hanya di beri penerangan remang-remang. Tentu saja, para makhluk hidup tengah terlelap di balik terangnya bulan malam itu. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Rafa masih belum tidur. Dia baru merampungkan setengah bagian designnya. Lalu berjalan keluar kamar untuk memastikan pintu rumah sudah terkunci dengan baik. Karena si sulung sudah tidak satu rumah dengan mereka. Akhirnya Rafa, lah yang menggantikan posisi Marka di rumah.

     Langkah kakinya membawa tubuhnya menuju masing-masing kamar adiknya. Malam itu semua adiknya sudah terlelap. Termasuk Jevano yang biasanya senang sekali bergadang entah karena tugas, entah karena bermain game di komputernya. Hanya ada Hanendra yang lampu kamarnya masih menyala. Rafa bisa lihat itu dengan jelas di ventilasi kecil memanjang di dekat pintu. Ini adalah bulan ke dua Hanendra tidak melakukan aktivitas malamnya; manggung. Baru minggu kemarin Hanendra cek up mengenai kondisi tulangnya. Dokter bilang masih belum pulih. Sehingga aktivitas Hanendra masih harus di batasi. Hanya tulang kering kakinya saja yang membaik. Meskipun jika, tertekan sedikit masih terasa sakitnya. Tapi minimal Hanendra tidak memerlukan kruk lagi untuk membantunya berjalan. Jari kelingking kanannya pun masih belum di lepas gipsnya. Dokter bilang akan di buka di minggu ketiga bulan ini. Kalian harus tau betapa manjanya Hanendra karena tangan kanannya tak bisa di gunakan. Makan di suapi, ganti baju di bantu. Kadang sering ngelunjak juga minta ini itu ke Nanda yang beruntunglah punya adik yang stok sabarnya sangat besar. Jika, tidak sudah semakin parah saja kondisi Hanendra karena kena banting Nanda.

     Perlahan Rafa mengetuk pintu itu sebanyak 2 kali. Hingga, tak lama sahutan suara Hanendra untuk menyuruhnya masuk terdengar. "Kenapa belum tidur?" tanya Rafa sembari berjalan masuk ke dalam kamar adiknya yang terlihat tengah terduduk sembari menyandar pada sandaran kasur.

     Rafa bergerak cepat saat matanya menatap wajah Hanendra yang pucat serta peluh yang membanjiri wajah serta rambutnya. Laki-laki itu menangkup wajah adiknya panik. "Kenapa?" Tangannya bergerak menyugar rambut Hanendra yang basah.

     "D–dada, Ehsan." Suara yang terdengar sangat kesakitan itu membuat Rafa segera bangkit untuk mencari obat pereda nyeri yang akan di berikan jika sakit di dadanya Hanendra kambuh.

     Sang abang berjalan ke luar kamar Hanendra menuju dapur untuk mendapatkan segelas air untuk membantu adiknya meminum obat. Tak lama Rafa kembali dengan gelas di tangannya. Lalu meraih obat yang sudah ia temukan di laci adiknya. Rafa memberikan obat itu pada Hanendra lalu membantunya minum setelah menaruh obatnya di pangkal lidah.

     Setelah obat itu turun ke perutnya. Hanendra kembali mengatur nafasnya secara perlahan. Tangan Rafa kembali terulur untuk menyugar lagi rambut adiknya. Menyeka peluh di keningnya. "Udah membaik?"

     Hanendra mengangguk pelan. Lantas Rafa membantu adiknya untuk segera terbaring kembali. Menyelimuti adiknya sebatas dada. Si anak tengah tak langsung memejamkan matanya. Ia terkekeh pelan melihat wajah Rafa yang masih tersisa ekspresi khawatir di sana. "Maaf, Bang," ucapnya pelan.

     "Kenapa gak langsung minum obat?"

     "Lemes banget tadi, gak bisa ambil air ke dapur."

     "Nanti abang sediain air di sini."

     Hanendra mengangguk. "Langsung tidur," titah Rafa karena adiknya itu tak lekas menutup matanya. Malah terus memandang lurus ke arahnya.

     "Pat pat, Bang."

     Rafa mendengus berhadapan lagi dengan tingkahnya si adik. Namun, tak ayal tangannya tetap terulur untuk menepuk-nepuk tubuh adiknya. "Udah gede masih aja."

     Hanendra nyengir. "Ehsan udah gak punya Baba sama Ibu buat manja-manja. Ehsan cuma punya Abang."

     Sang abang langsung terdiam. Kepalanya kembali terketuk untuk menghadapi kenyataan bahwa adik-adiknya kini hanya memiliki Abangnya saja untuk saling berlabuh. "Mellow!" sentak Rafa pelan sembari menyentil jidat Hanendra yang kembali mendapatkan kekehan dari si adik.

Baluwarti || Hwang Renjun [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang