Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sialan, masa tanganku harus pakai beginian sih?" (Name) melirik tangannya yang memakai arm sling dengan malas, (Name) duduk di depan halte bus menunggu bus selanjutnya datang.
"Oh syittt, aku bisa terlambat datang ke pusat rehabilitasi untuk menemui psikiater. Aku harus sabar dan harus bisa menata pikiranku kembali, aku tak boleh mengingat hal-hal tentang free fire lagi." (Name) mengusap wajahnya kasar sambil menghembuskan nafasnya pasrah.
"Karena terlalu lelah dengan pertengkaran orang rumah lebih baik aku melarikan diri saja, tapi aku nggak mau bunuh diri. Masalahnya kalau aku nanti mati— aku belum yakin kalau dosa-dosaku sudah di ampuni."
"Aha, aku kan sudah terverifikasi masuk surga. Jadi kalau aku mati sekarang tak masalah, 'kan?" (Name) tersenyum lebar, sebuah kata terverifikasi di otaknya membuat (Name) semangat untuk bunuh diri.
Yakin masuk surga?
"Aku nggak mau jadi pasien rumah sakit jiwa ..." (Name) berlari ke tengah jalan berniat untuk menabrakkan dirinya sendiri ke sebuah bus yang sedang melaju dengan kencang.
BRAK!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ugh ..." (Name) mencoba membuka matanya dengan paksa, lalu mendudukkan tubuhnya. Sepertinya ini bukan rumah sakit ataupun surga, artinya (Name) belum mati?
"Apa-apaan? kenapa aku belum mati? padahal aku hanya ingin mati, aku sudah terlalu malas melihat orang-orang di dunia ini." (Name) memegang kepalanya yang pusing karena terlalu bingung.
Semuanya berwarna putih, jika terus berlama-lama ditempat ini sudah dipastikan (Name) akan menjadi gila seperti orang-orang diperusahaan pertama Ilhae. Tapi ini bukan Ilhae, ruangan ini hanya seperti kamar biasa tetapi tembok hingga barang-barang disekitarnya berwarna putih.
