Satu minggu kemudian, Jihoon sama sekali tak berniat untuk menyakiti (Name). Tetapi Jihoon malah merawat (Name) dengan sangat baik. (Name) jadi ragu untuk membenci Jihoon, tetapi jika mengingat perlakuan Jihoon kepadanya selama beberapa hari yang lalu membuat (Name) membenci Jihoon lagi."Setidaknya, biarkan aku pergi ke sekolah." (Name) membolak-balikan telapak tangannya sambil menatap tajam jari kelingkingnya yang patah. Karena ulah Jihoon.
"Walaupun kau menangis darah pun, aku tak akan membiarkanmu pergi ke sekolah. Dengan susah payah aku membawamu kemari dan merawatmu, kau malah ingin pergi dariku begitu saja." Jihoon mengusap kepala (Name) pelan sambil tersenyum.
"Sejak kapan aku memintamu untuk menolong dan merawatku? tidak pernah sama sekali. Itu hanyalah inisiatifmu sendiri, aku lebih baik mati tertabrak bus—"
"Sstt ..." Jihoon menutup mulut (Name) menggunakan telapak tangannya, lalu Jihoon mencium punggungnya tangannya. (Name) langsung mendorong tubuh Jihoon karena terkejut, jika telapak tangan Jihoon tidak menutupi mulutnya, (Name) pasti akan— yang otaknya ngeres pasti udah tahu.
"Jika kau mengatakan hal itu lagi, aku akan menciummu secara langsung."
"Aku tak paham, kau ini gila tetapi kenapa harus mengajakku menjadi gila juga?"
"Tentu saja aku gila karena terlalu mencintaimu,"
"Cuci otak sana."
"Kau ingin mencuci otakku? kenapa tidak sekalian tubuhku saja?"
Jihoon mulai membuka kancing seragam sekolahnya satu persatu, (Name) menahan tangan Jihoon sambil menggelengkan kepalanya. "Sebenarnya anak sepertimu belajar hal menjijikkan seperti ini, darimana?" (Name) segera menjauhkan tangannya dari Jihoon sebelum tangan (Name) menjadi sasaran emosi Jihoon lagi.
"Naluri manusia." Jihoon memundurkan tubuhnya agar bisa menatap (Name).
Berbicara dengan Jihoon sama saja berbicara dengan batu, jelas sekali Jihoon tak akan mendengarkan perkataannya tetapi (Name) masih saja bersikeras meminta untuk dikeluarkan dari tempat ini. (Name) juga tak bisa membuka pintu, karena pintunya terkunci. Di dobrak pun tak ada gunanya karena tubuh (Name) terlalu lemah untuk melakukan itu.
Memori buruk tiba-tiba saja melintas di pikiran (Name), yang seharusnya (Name) melupakannya sekarang dia jadi mengingatnya lagi saat Jihoon melepas sabuk celananya. (Name) menjadi takut kembali.
"A-argh!!" (Name) menarik rambutnya dengan kuat dengan mata yang memerah menahan emosi.
"Hei, kau kenapa?" Jihoon langsung memeluk tubuh (Name) dan menyandarkan kepala (Name) di dadanya berharap (Name) sedikit tenang.
"Aku takut Jihoon, nanti papaku akan memukulku lagi!" (Name) mulai menangis sambil mengepalkan tangannya dengan kuat.
"Tak ada yang akan memukulmu, tenang saja. Aku ada disini. Untukmu, selalu." Jihoon mencium pucuk kepala (Name) sambil tersenyum lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐄𝐇𝐀𝐁𝐈𝐋𝐈𝐓𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍 , lee jihoon ✓
Romance── 𝗹𝗲𝗲 𝗷𝗶𝗵𝗼𝗼𝗻 𝗳𝘁. Fem! readers 𐙚˙ 𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆 ; harsh words, bad temper, violence, masochist, coercion, sensitive con...