Malam gelap berawan, lantun pengajian sayup-sayup terdengar dari pengeras suara mesjid pemukiman yang hanya merupakan titik-titik cahaya dari tempat Falah berada. Tidak ada satu lampu pun yang menyala di rumah singgahnya. Falah duduk dalam kegelapan, berusaha menyembunyikan adanya kehidupan di rumah ini, maklumlah, ia masih dalam perlarian dari para algojo The Fourth.
Hanya bayangan Nina dan kedua anaknya yang terlintas dalam kegelapan ini, samar-samar ia mendengar suara teriakan Mira mengejar kakaknya, Mila. Sayup-sayup ia merasakan adanya rayapan urutan punggung yang lembut diiringi suara halus istrinya. Sungguh ia telah menjadi korban dari politik, korban dari ambisinya sendiri.
Linangan air mata melintas di wajah Falah, penyesalan mulai terasa menyakitkan, ia kehilangan segalanya, anak, istri, sahabat, pendukung, dan kepercayaan dari masyarakat, semuanya. Satu-satunya hal yang mendekatinya adalah panggilan pengadilan dan kematian dari The Fourth, entah mana yang akan datang duluan.
Tangannya meraih secarik kertas yang diberikan Pras kemarin siang dari sakunya, apakah hanya ini jalan satu-satunya, pikirnya. Pelan-pelan ia berusaha mengingat kembali setiap detail ucapan Pras tentang rencana ini, memastikan tidak ada kesalahan dalam prosesnya.
"Saya ada kenalan yang bisa membantumu, dia akan menghilangkan eksistensi dirimu untuk sementara. Kamu ikuti saja prosesnya, dia akan membuatkan identitas baru lalu membawamu ke sebuah tempat terpencil, mungkin di luar pulau. Kamu akan hidup di sana untuk beberapa tahun. Bangsa ini akan lupa padamu, saya akan membuat media tak lagi membicarakanmu. Jika semua tentang dirimu telah terlupa, kamu bisa kembali lagi, tapi identitasmu sebagai Falah akan hilang selamanya."
Falah berpikir, setidaknya dengan rencana ini keluarganya pasti masih mengingat dirinya meskipun identitas aslinya telah dihapus. Cukupan untuk dirinya menempuh cara ini sebagai jalan keluar sementara, setidaknya lebih baik dari mati.
Ia memperhatikan tulisan di carikan kertas tersebut, Cleaner 46, lalu ada deretan angka di bawahnya yang merupakan nomor telepon. Rautnya menunjukkan keraguan, makna apa yang berada di balik nya sampai bisa membuat hilangnya eksistensi seseorang. Lama ia memandangi tulisan tersebut, sebelum akhirnya memutuskan untuk menghubunginya. Falah mengambil ponselnya dari atas meja di depannya dan menekan nomor yang tertera."Hallo, Rumah Konstruksi, supermarket untuk kebutuhan rumah anda, ada yang bisa saya bantu?"
Suara gadis imut dan ceria menjawab panggilan Falah. Falah diam sejenak, lalu mengecek kembali layar ponselnya, memastikan ia tidak salah sambung.
"Ya, halo." Falah membalas setelah memastikan nomor tersebut benar.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?"
Suara imut itu menyambut lagi. Falah membayangkan kalau gadis itu berucap sambil mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Saya mau pesan Cleaner 46." Ujar Falah.
"Ouw," gadis agak terkesiap mendengar pesanan Falah. "Tunggu, yah."
Setelah setengah menit menunggu, suara imut tadi beralih ke seorang pria bersuara parau. Kali ini suaranya lebih meyakinkan untuk menjalankan bisnis penghilangan orang ini.
"Lima jam lagi, tunggu jemputan di depan halte Selatan jalan arteri, jangan mencolok, bawa uangnya," ujarnya singkat dan langsung memutus teleponnya.
Falah melirik jam tangannya, lima jam lagi berarti pukul satu malam. Ia lalu mengambil komputer kerjanya di meja ruang komunal untuk melakukan langkah terakhir. Tetikusnya dengan cepat mengarah ke logo bawang berwarna ungu, sebuah browser yang membuatnya berselancar secara anonimus.
Ia menggali lagi sebuah dokumen yang ia tanam dalam-dalam di sebuah server di dalam deep web. Pras meminta dokumen lengkap terkait rahasia kelam The Fourth, rahasia yang membuat Jafar mati dan dirinya menjadi rusa buruan. Dia mengatakan akan membawa The fourth ke pengadilan dengan bukti dokumen tersebut, dan setelah konsorsium tambang tersebut terjeblos ke penjara, barulah Falah bisa kembali ke kota ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
KINDRA
ActionSebuah konspirasi proyek di sebuah negara, melibatkan presiden, wakil ketua parlemen, menteri, militer dan Tukang Parkir. Sebelumnya, Kun Singgih Arwan hanya seorang tukang parkir, namun takdir mempertemukannya dengan Prasasti Wiryateja, seorang pr...