Penampakan dermaga tiga belas tidak jauh berbeda dengan saat terakhir kali. Kumuh, kelam, gelap dan masih disesaki sisa-sisa boks dan kontainer tidak terpakai. Penampakan crane berkarat di pinggir dermaga serta fork lift yang tersebar berserakan di sekitar dermaga menambah kesan suramnya, bahkan cenderung mencekam. Bima menyuruh sopirnya menghentikan mobil di gudang yang berada di ujung dermaga karena hanya gudang tersebut yang lampunya nyala.
Ada tiga mobil mewah berjajar rapi di depan pintu masuk gudang. Meskipun plat nya tidak melambangkan nomor dinas, tapi Bima yakin benar semua mobil tersebut adalah milik pemerintah.
Seseorang menggeser pintu besi itu dari dalam, cahaya pun membias sampai ke luar. "Pak Bima," sapa orang tersebut penuh hormat.
"Bapak menunggu di dalam," ujarnya lagi.
Bima otomatis menerjemahkan kata bapak yang dimaksudnya adalah Pras. Ia pun mengikuti pria berpakaian safari tersebut ke dalam. Dari seragam dan perawakannya, Bima mengira dia adalah salah satu dari Paspampres.
Sampai di bagian tengah gudang, ada Johar dan beberapa anak buahnya di sana. Lebih ke tengah lagi, ada beberapa orang berpakaian safari berkumpul di dekat sebuah drum hitam, Pras berada di antara mereka. Kening Bima berkerut, mau apa seorang presiden berada di dalam gudang tidak terpakai di tengah malam seperti ini.
"Bima!" Panggil Pras.
Bima menghampiri dengan gugup. Johar dan anak buahnya menatap Bima dengan tatapan masam saat ia melintas di hadapan mereka.
"Ada yang tidak beres, saya seharusnya tidak ke sini, bodoh!" Bima mengutuk dirinya sendiri. Ia mulai menyesali tidak mengikuti firasatnya tadi.
"Maaf menggangumu malam-malam, saya harap kamu belum tidur." Ujar Pras sesaat Bima berdiri di depannya.
"Tidak apa-apa, saya tadi mengantar Singgih ke apartemennya," Bima membalas samar-samar, kegugupannya terdengar meskipun ia sudah setengah mati berusaha menyembunyikannya.
Pras merangkul Bima dan mengajaknya berdiri di depan drum hitam yang tertutup rapat. Ada warna hitam pekat melekat di bibir drum tersebut, bau dan teksturnya menjelaskan ini adalah bekas drum pengangkut aspal.
"Masih ingat tentang mata-mata yang kita bicarakan tempo hari dulu?"
Jantung Bima terhenti seperti berhenti mendengar kalimat barusan. Malam ini saya akan mati, pikirnya.
"Saya sudah menemukannya. Dia di dalam drum ini."
Hah?
"Sudah saya bilang ada penyusup di lingkungan kita, tapi kamu tidak percaya. Akhirnya saya meminta tolong Johar untuk menyelidikinya. Dia menggunakan bantuan salah satu peretas dari kenalannya untuk membongkar seluruh data staf kita di Istana. Surprise, kita punya seseorang berlatar belakang kepolisian dan tidak ia ungkapkan dalam CV-nya."
"Apa yang salah dengan staf kita yang pernah mendaftar ke polisi dan lupa mencantumkannya dalam CV? Semua orang pernah silap," balas Bima.
"Tidak dengan dia. Datanya masih aktif di kepolisian tapi wujudnya tidak terlihat. Dia bahkan tidak muncul di data intel yang Rindra berikan kepada saya."
Pras meminta lembaran kertas yang dipegang salah satu pria bersafari, lalu menyerahkannya kepada Bima.
Bima terbelalak.
Di sana terpampang jelas data penyamaran orang yang dimaksud Pras, lengkap dengan fotonya memakai seragam polisi.
..........
Pras melempar penutup drum, suara bergerentang menggaung ke seisi gudang.
"Kejutan yah, ternyata orang yang bekerja di bawah hidungmu adalah seorang penyusup. Dan ternyata nama aslinya bukan Wanda, eh, Winda ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
KINDRA
ActionSebuah konspirasi proyek di sebuah negara, melibatkan presiden, wakil ketua parlemen, menteri, militer dan Tukang Parkir. Sebelumnya, Kun Singgih Arwan hanya seorang tukang parkir, namun takdir mempertemukannya dengan Prasasti Wiryateja, seorang pr...