Kutu, Loncat Lagi

1 0 0
                                    

Kutu, Loncat Lagi

Singgih tidak memungkiri, memainkan peran sebagai calon presiden bohongan ini memberikan kepuasan dalam dirinya. Ia bisa berkata apa pun kepada siapa pun dan di mana pun. Termasuk saat ia menghina menteri hukum dan HAM dalam sebuah seminar tentang pengungsi dengan mengatakan kalau menterinya payah dan tidak tegas dalam mengatur HAM. Padahal Singgih tidak kenal siapa menteri Hukum dan HAM.

Nama Kun Singgih melejit lebih cepat dari yang seharusnya, media mulai mewartakannya hampir setiap hari sebagai calon presiden muda pengganti Prasasti. Setiap ucapannya menjadi konsumsi media, setiap tindak tanduknya di elu-elukan publik. Ia dianggap sosok pembela kemanusiaan era kekinian. Beberapa partai besar mulai meminangnya, pengusaha dan tokoh nasional mulai merapat dengan halus dan perlahan, memastikan nama mereka diperhitungkan jika Singgih terpilih menjadi Presiden.

Semakin bertambah hari, semakin tergerus masa lalunya sebagai tukang parkir. Semua rekam jejak palsunya mulai memanipulasi dirinya sendiri, ia mulai merasa itu nyata. Singgih bukan lagi tukang parkir apotek yang kerap menyumpal mulutnya dengan peluit biru kesayangannya.

Semua pihak puas dengan progres yang terjadi, termasuk Pras. Semakin terkenal Singgih, semakin mudah mencalonkan namanya masuk ke bursa. Namun dibalik semua yang berbahagia, ada kepanikan melanda seseorang, Setyo.

Semenjak pertama kali nama Singgih tertulis di media, Setyo langsung meradang. Seharusnya semua tokoh nasional sudah dikendalikan olehnya, tapi Singgih luput dari penglihatannya. Ia tidak mengenalnya, dan tidak pernah melihatnya. Singgih seperti dilempar begitu saja ke hadapan publik, muncul tiba-tiba di waktu dan tempat yang tepat. Setyo menahan geram melihat Singgih di televisi yang untuk kesekian kalinya sedang mengkritisi negara ini.

Ada yang bermain di belakang Singgih, Setyo menerka. Tokoh Singgih terlalu dibuat-buat. Karakternya terlalu sempurna untuk seseorang yang baru muncul ke permukaan, seolah-olah ia sudah terasah bertahun-tahun. Dengan rekam jejak sebesar itu, tidak mungkin Singgih tidak terlihat publik dan media, tapi nyatanya, dia seperti hantu yang tiba-tiba hidup lagi.

Lintong dan Iwan, kedua adik beradik partainya sudah mengerahkan semua sumber daya yang mereka miliki untuk mencari tahu siapa sebenarnya Kun Singgih Arwan ini, tapi semua petunjuk membawa mereka ke rekam jejak yang sudah terpampang di wikipedia atau media mana pun. Artinya Singgih memang memiliki masa lalu tersebut.

Bahkan saat Setyo mencari tahu tentang keluarganya, dia justru terdampar ke sebuah keluarga lokal yang melakukan migrasi ke Belanda puluhan tahun yang lalu. Orang tua singgih sudah dikuburkan di negeri kincir angin dan menyisakan ahli keluarga yang tidak sedarah. Pras dan Bima sudah memikirkan sejauh itu.

Sementara Malik, ia tidak kalah ketar-ketir dari Setyo. Ia jelas sudah salah langkah dengan menempatkan diri pada kubu Setyo. Jika dalam satu minggu tidak ada perubahan, maka Singgih akan diumumkan sebagai calon presiden. Dan kalau itu terjadi, tidak ada guna semua usaha kemarin-kemarin.

Selain itu, sebuah surat yang terlampir di meja kerjanya menggandakan cemasnya. Presiden berencana melakukan reshuffle menteri, namanya masuk dalam kandidat yang akan diganti. Ia terduduk lemas di kursi kerjanya, mencoba mencari jalan keluar. Saat ini hanya satu jalan keluar yang terpikirkan olehnya. Kindra.

..........

Hari itu juga Malik menghadap Pras di Istana, ia berencana membicarakan statusnya sebagai menteri yang akan diberhentikan. Satu buah peluru sudah ia siapkan untuk diskusinya, berupa informasi yang ia miliki tentang proyek Kindra. Jika terpaksa akan ia lesatkan peluru tersebut.

"Sekarang kamu menghampiri saya Malik?" Pras membuka percakapan dengan ketus.

"Ayolah Pras, jangan berperangai seperti orang baru dalam dunia politik, hal seperti ini wajar terjadi. Saya hanya berusaha mempertahankan posisi saya." Malik membela diri.

KINDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang