12

787 76 2
                                    

Jeno ada di rumah ketika Renjun pulang. Dia mengenali mobil sport pria itu dari jauh dan mengeluarkan makian tajam yang sangat tidak feminim.

Pria itu tak bisa menangkap isyarat ya? Jika ingin berbicara dengannya, Renjun pasti sudah menerima teleponnya.

Renjun dibuat makin jengkel karena pria itu sedang bersenang-senang dengan Jisung di lantai ruang santai ketika dia memasuki ruangan, meletakkan tas tangan dan tas kantornya di kursi dan membersut, alih-alih tersenyum, ke arah pemandangan domestik itu.

"Hei, Ma, ada Paman Jeno."

"Ya aku lihat."

Jeno berbaring telungkup di karpet. Jisung duduk di punggung Jeno dan memukuli kepala serta bahunya dengan tongkat bisbol Nerf.

"Semoga kau datang untuk menyelamatkanku," kata Jeno kepada Renjun lewat bahu.

Pria itu berhasil berguling, menangkap pinggang bocah itu, lalu mengangkatnya, jadi lengan dan kaki Jisung berayun-ayun di atasnya. Jisung berteriak-teriak gembira. Wajah Jeno memerah mengerahkan tenaga.

Lewat gigi yang dikatupkan, pria itu megap-megap, "Ya ampun, kau semakin berat. Waktu kau bayi aku bisa mengangkatmu seperti ini dan tahan berjam-jam."

Jeno menurunkan bocah itu ke lantai dan, demi kesenangan Jisung, berpura-pura kesulitan untuk sampai ke posisi duduk dan mengambil napas.

"Lagi, Paman. Atau pegangi kakiku dan gantung aku jungkir-balik."

"Jangan ganggu dia, Jisung. Dia sudah capek." Renjun tidak suka mendengar nada sengit dalam suaranya. Keriangan mereka langsung menghilang.

Jisung mendongak menatap Renjun, perasaan terluka dan bingung terpampang di wajah mungilnya.

"Nanti lagi, ya," ujar Jeno, mengacak-acak rambut anak itu. "Bantu aku berdiri."

Jisung menyambut tangan Jeno dan menarik pria itu sampai berdiri.

"Hai," kata Jeno kepada Renjun, memasukkan bagian bawah kausnya yang keluar saat bergulat dengan Jisung.

"Halo."

"Apa kabarmu?"

"Baik. Kau?"

"Baik."

"Mana ibuku?"

"Dia menjemput Chanyeol supaya bisa memperkenalkannya dengan layak kepadaku."

"Oh."

Kendati sangat ingin menghindari menatap pria itu. Renjun sepertinya tak bisa mengalihkan pandangan.

Jeno pasti baru pulang dari klub kebugaran, karena pria itu mengenakan jins tua, kaus polo yang sudah pudar, dan sepatu Dockside model lama tanpa kaus kaki. Rambutnya kusut, seakan dia mengendarai mobilnya dengan jendela terbuka.

Sepertinya penting bagi Renjun untuk menghindari menatap langsung mata Jeno, tapi dia tak kuasa menolak tatapannya. Mata pria itu menusuk dirinya seperti laser yang mencari kebenaran.

Tatapan panjang mereka akhirnya di ganggu Wendy, yang dengan bangga menggiring calon suaminya. Setelah perkenalan, dua pria itu bersalaman.

"Tuan Park, kau menghancurkan hatiku, tahu," kata Jeno sambil mendesah dramatis. "Aku sudah mengincar wanita ini selama bertahun-tahun."

Dengan penuh kasih Wendy menepuk-nepuk pipi Jeno. "Maafkan aku, Jeno. Pria ini terlalu seksi untuk ditolak."

Pernyataan itu membuat Chanyeol bersemu, Jeno tertawa, dan Renjun berharap bisa ikut tertawa juga. Yang terbaik yang bisa dia lakukan hanyalah memaksakan senyuman.

new love [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang