06

961 81 4
                                    

"Kau yakin ini tak apa-apa?" tanya Renjun cemas saat Jeno membantunya keluar dari jip putih-merah muda yang mereka sewa dari hotel.

"Cobalah untuk santai sedikit. Gaunnya keren sekali."

"Janda-janda tidak tertarik pada kata 'keren'. Keren seharusnya diperuntukkan bagi gadis-gadis lincah di pantai, yang perutnya belum kendur karena pernah mengandung."

"Dengar," ujar Jeno, merangkul bahu Renjun, "aku sudah lihat perutmu hari ini, dan perutmu sama saja dengan perut wanita lain mana pun di pantai. Sementara untuk gaunnya, gaunnya tampak bagus di manekin toko. Dan kau boleh terus menyanggah sampai neraka mendingin tapi aku tahu kau sangat menginginkannya, dan kau kelihatan fantastis saat mengenakannya, jadi berhenti cerewet tentang itu dan nikmati saja. Habis perkara.

Lagi pula, jika kau berpakaian seperti perempuan di lukisan Whistler's Mother, reputasiku sebagai penakluk wanita akan hancur saat mengajakmu berdansa di kelab malam trendi itu."

"Apa kau selalu mudah kesal seperti ini dengan teman-teman kencanmu?"

"Tidak. Hanya kepada mereka yang menyulitkanku."—Dan hanya ketika janda sahabatnya mulai membuatnya meneteskan air liur.

"Sabarlah sedikit, Jeno. Aku tak terbiasa mengenakan gaun berpunggung terbuka."

Jeno meletakkan tangan di lekuk punggung bawah Renjun dan memandunya ke pintu masuk yang disinari lampu neon di salah satu diskotek terkenal di Acapulco. "Gaun itu memamerkan kulit kecoklatan yang kau dapatkan hari ini."

"Kulitku agak tersengat. Sepertinya kau kelewatan satu dua bagian saat mengoleskan lotion."

Jeno tidak menyangkalnya. Dirinya telah bersikap sembrono seharian ini. Dimulai begitu saja sejak pagi tadi. Candaan yang dia buat semalam telah meredakan ketegangan dan membawa mereka kembali ke suasana semula, supaya mereka nyaman berbagi tempat tidur.

Mereka bangun terlambat dan memakan sarapan roti, buah segar, jus dan kopi di teras. Merasa benar-benar nyaman, Renjun dengan santai menyandarkan kaki ke salah satu kursi yang tak terpakai.

Jeno kesulitan untuk tidak menatap kaki yang jenjang dan mulus itu. Dan sejak kapan kaus tidur katun longgar menjadi pakaian terseksi yang bisa wanita kenakan untuk tidur? Mungkin ketika ada rambut sewarna karamel yang mengusut di bagian bahunya.

"Izinkan aku membayar separuh biaya perjalanan ini," kata Renjun selagi pelayan mengantarkan mereka ke meja melewati kerumunan pengunjung.

"Aku yang traktir," jawab Jeno singkat sembari memegangi kursi untuk Renjun. Lutut pria itu terantuk saat duduk. "Aku pernah makan pizza yang lebih besar daripada meja ini," gerutunya.

Setelah pelayan pergi dengan pesanan minuman mereka, Renjun mencondongkan tubuh di atas meja lalu memberi tanda kepada Jeno untuk mendekat supaya dia bisa menyampaikan kata-katanya di tengah-tengah suara musik yang keras.

"Suasana hatimu sedang tidak bagus, ya? Jangan merasa harus menghiburku. Kita bisa pergi. Aku akan tetap senang bahkan jika hanya bersantai di teras malam ini dan menonton kelelawar memakan serangga-serangga."

Wajah mereka begitu dekat, cukup supaya Jeno bisa menghitung dengan tepat jumlah bulu mata Renjun. Mata Jeno turun, dari senyum menghibur wanita itu ke lehernya, yang memancarkan warna yang dihasilkan matahari daerah tropis, ke lekuk di dasar leher. Dengan perasaan bersalah Jeno mencuri pandangan ke belahan payudaranya.

"Aku dalam suasana hati luar biasa." Rahangnya mengatup, dia menarik bibirnya untuk memampangkan gigi dan membentuk senyuman mengejek. Dia tahu Renjun takkan memercayai ucapannya, tapi wanita itu mencegah dirinya mengucapkan apa-apa lagi ketika pelayan kembali dengan minuman pesanan mereka.

new love [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang