Dewa melangkah kan kakinya di sebuah gang sepi ini jalan yg aman untuk bersembunyi dari kejaran satpam. Ya baru saja Dewa hampir tertangkap tengah mencuri sebuah dompet, pemuda itu melepas hoodie yg membalut badan nya, memasukan nya ke dalam tas besar miliknya.
Bugh
Entah dari mana datangnya, seseorang memukulnya dari belakang, membuatnya pingsan di tempat, saat terbangun dirinya sudah babak belur, rasa sakit langsung menyeruak di tubuhnya, bahkan untuk beridiri Dewa kesusahan.
"Dewa" pekikan seorang gadis berhasil menerbitkan senyum di bibirnya. Belinda, gadis itu tengah berjalan jalan dan terkejut melihat sosok pemuda yg terkulai lemas dengan luka luka di tubuhnya.
"Apa kau gila" pekik Belinda kala mendapati senyum di bibir pemuda itu.
Merasa bingung Belinda mengambil handphone Dewa yg terlempar tak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. Gadis itu menghubungi Liam dan beruntung pemuda itu bersedia membantunya.
✍️✍️✍️
Di rumah sakit Liam dan Belinda sibuk berdebat, sedangkan Dewa masih menutup matanya. Luka di tubuhnya cukup parah, hingga mengharuskan pemuda itu di rawat.
"Kalian gila ya, berhenti berdebat!" Suara megan membentak mereka membuat Liam dan Belinda terdiam. Tapi tatapan penuh permusuhan. masih, mereka layangkan.
"Bagaimana bisa dia seperti ini?" Tanya Alexa yg kini berdiri di samping brangkar Dewa dengan Aidan dan Farka.
"Aku menemukan nya sudah babak belur, sudah ku hubungi Liam, tapi kucing itu tidak segera datang" ujar Belinda dengan menyindir Liam yg kini meliriknya tajam.
"Jika kau mengirim lokasi yg tepat, aku akan datang tepat waktu" ujar Liam yg tak mau di salahkan.
"Pada dasarnya kau tak perduli dengan nya!" Sentak Belinda menunjuk Dewa.
"Kau..." Liam menghentikan ucapannya kala seorang perawat masuk.
"Permisi, administrasi atas nama pasien Dewangga Arjuna. Mohon segera di urus, agar pasien segera mendapatkan perawatan yg lebih insentif" ujar sang perawat membuat mereka terdiam, Belinda ketar ketir di tempat.
Pasalnya mereka, Dewa tak memiliki uang, Belinda pun hanya memiliki uang pas pasan untuk makan adik adiknya, jika dia gunakan untuk biaya Dewa, adik adiknya tak akan makan hari ini.
"Tunjukan tempatnya" suara Liam membuat sang perawat mengangguk dan memimpin jalan di ikuti Liam.
"Anggap jika aku sedekah" ujar Liam sebelum benar benar berlalu.
"Ingatkan aku jika sudah jatuh tempo" ujar Belinda pada Megan yg tadi berada di sisinya.
Selepas kepergian liam, ruangan hening, bahkan saking heningnya, mungkin mereka berpikir si pasien sendiri. Selang 15 menit Liam kembali dengan belanjaan di tangan nya.
Pemuda itu menatap Belinda yg duduk di samping brangkar Dewa. Liam menaruh belanjaan itu di depan 4 remaja lain nya, lalu melangkah mendekati brangkar dengan cup ice krim coklat di tangan nya.
"Awssh" rintihan pelan Belinda suarakan begitu benda dingin menyentuh pipinya.
"Ambilah. Aku tau kau menyukainya" tak mau melihat si pemberi, Belinda hanya menerima dan memakan nya tanpa berterimakasih.
"Tidak sopan" sindir Liam kala tak mendapat kata apa pun dari bibir tipia Belinda.
"Setidaknya jika aku mati karna keracunan aku tak menyesal berterimakasih padamu" ujar Belinda terus menyuapkan es krim itu.
"Aku penasaran siapa yg membuat nya hingga seperti ini" ujar Aidan yg sendari tadi hanya diam.
"Apa tak di temukan bukti di sana?" Tanya Liam setelah meneguk minuman nya.
"Tidak. Aku hanya menemukan tongkat baseball dan...." Seakan teringat sesuatu, Belinda merogoh sakunya menemukan gelang tali berwarna biru dengan bandul tengkorang itu.
"Gelang ini?" Farka meneliti gelang yg di pegang Belinda.
"Iya... Ada tak jauh dari tubuh Dewa" jelas Belinda membiarkan gelang itu di ambil alih oleh Aidan.
"Kalian tetap di sini, kita akan ke TKP. Siapa tau ada CCTV di sekitar sana" ujar Liam di angguki mereka.
3 pemuda itu pun pergi tersisa Belinda, Megan, Alexa, dan Dewa yg masih terlelap.
"Aku takan melepaskan nya" gumam Belinda dengan menatap rumit Dewa.
"Kita akan membantumu" Alexa memeluk Belinda dari samping.
"Berdoalah, mungkin Liam akan mengungkap pelaku" ujar Megan dengan mengelus bahu gadis itu.
✍✍✍
Liam, Aidan, dan Farka sampai di gang yg di maksud, mereka sama sama mencari bukti untuk mengungkap siapa pelaku, Liam berkeliking dengan mendongak, berpikir jika ada CCTV di sekitar itu.
Farka mengendus bau anyir dengan parfum seseorang yg masih tertinggal. Pemuda itu nampak menyentuh darah yg ada di sana. Berpikir jika itu darah Dewa, namun bau parfum ini, bukan milik dewa.
Aidan meneliti sekitar, tak ada barang yg nampak berserakan, hanya ada tongkat baseball di sana seperti yg Belinda ucapkan beberapa waktu lalu.
"Kemungkinan pelaku menyerang diam diam, hingga tak ada pemberontak an dari Dewa" ujar Aidan dengan mengambil tongkat baseball tersebut menggunakan kain.
"Dan mungkin ketika Belinda datang, pelaku baru saja pergi, penjahat bodoh mana yg meninggalkan senjatanya di TKP...."
Kluntang...
"Jika bukan karna terburu buru takut ketahuan" lanjut Aidan setelah melempar tongkat itu ke depan Liam.
"Ada 3 bau parfum yg berbeda di sini, salah satunya milik Dewa, tapi 2 lain nya...." Farka menggantungkan ucapan nya untuk melihat reaksi Aidan dan Liam.
"Milik pelaku" celetuk Liam yg di angguki Aidan.
Liam mengambil sebuah barang dari tas pinggangnya, menempelkan pada tongkat baseball yg baru saja Aidan lempar. Setelah mendapat sidik jari pelaku, Liam meneliti dan kembali menyimpan nya.
"Tidak ada CCTV di sini, tapi di pintu masuk dan keluar, ada beberapa CCTV yg menyorot pintu masuk dan keluar" ujar Liam.
"Kita kembali, mungkin Dewa sudah sadar. Kita bisa tanya padanya langsung" lanjut liam di angguki 2 pemuda itu.
Mereka kembali ke rumah sakit, dan benar, di sana Dewa sudah bangun, bahkan tengah di suapi bubur oleh Belinda.
"Apa kalian menemukan bukti?" Tanya Alexa melihat 3 pemuda itu telah kembali.
"Hanya beberapa." Sahut Aidan duduk di samping Alexa yg hanya mengangguk.
"Bagaimana keadaan mu?" Tanya Liam membuat Dewa menatapnya.
"Lebih baik dari sebelumnya" sahut Dewa di angguki Liam.
"Siapa yg melakukan ini?" Tanya Farka membuat ruangan mendadak hening....
![](https://img.wattpad.com/cover/346546185-288-k86850.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Monster (On Going)
Teen FictionHidup di jaman modern seperti sekarang, yg meninggikan jabatan serta uang adalah ancaman bagi rakyat biasa. Semua hal bisa di beli dengan uang, begitupun dengan harga diri. Penjahat kini berpakaian keren, bersembunyi di balik jabatan untuk mengikis...