Satu bulan kemudian.
Hyunjin memaku dirinya sendiri di depan cermin. Saat ini seragam sekolah lengkap telah melekat di tubuhnya dan rambutnya telah ditata rapi sedemikian rupa.
Lee Hyunjin.
Nama itu terukir dalam tag nama yang telah terpasang apik diblazer yang digunakannya. Sekali lagi, Hyunjin melirik tag nama miliknya itu dan diam-diam ia mengeratkan tinjunya.
Shin menghilang sejak satu bulan yang lalu. Hyunjin tidak tahu di mana dan bagaimana kabar pria itu. Walau Hyunjin berharap pria itu mati tapi sejujurnya ia lebih suka jika bisa membunuh pria itu dengan tangannya sendiri.
Tap. Tap. Tap.
Suara ketukan heels yang menapak lantai itu membuat Hyunjin menyadari kehadiran Woori di dalam kamarnya. Hyunjin diam dan hanya melirik wanita itu lewat pantulan cermin di depannya.
Woori yang menyadari tatapan Hyunjin dari dalam cermin tersenyum dan mendekati pemuda itu. Ia menyentuh kepalan tangan Hyunjin yang mengerat dan menguraikannya tanpa berkata apa pun.
Hyunjin sendiri hanya diam dan menerima setiap perlakuan yang Woori berikan tanpa memberikan penolakan sedikit pun.
"Sudah bersiap?" Woori merapikan kembali dasi yang dikenakan Hyunjin, ia tersenyum puas melihat penampilan Hyunjin yang terlihat menawan. "Kau terlihat sempurna." Pujinya.
"Hmm." Hyunjin hanya berdehem membalasnya.
Woori sudah biasa dengan respon singkat itu dan ia tidak mempermasalahkannya. Selama Hyunjin menurut dan menerima setiap perlakuan yang ia berikan pada pemuda itu, ia hanya akan tetap tersenyum seperti saat ini.
"Mari turun dan kita sarapan bersama." Woori mendahului Hyunjin keluar dari kamar pemuda itu.
Melirik sekali lagi pada bayangannya di dalam cermin, Hyunjin memutuskan untuk menyusul langkah Woori, tak lupa ia menarik tas miliknya yang akan ia bawa ke sekolah.
Hari ini memang akan menjadi hari pertamanya pergi ke sekolah. Hari yang pernah paling ia tunggu-tunggu. Dulu.
Saat ini, Hyunjin bahkan tak memiliki lagi apa yang namanya semangat hidup.
Ia masih hidup saat ini hanya untuk memenuhi satu tujuan. Yaitu, dendam.
Ia pasti akan membalas orang yang telah membuat Jimin pergi dari sisinya. Dua kali lipat dengan lebih kejam. Pasti.
Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk itu atau tidak ia tidak akan pernah bisa mati dengan tenang.
Begitu sampai di meja makan, meja itu telah penuh dengan berbagai sajian yang cocok untuk sarapan dan tentunya menggugah selera. Sangat berlebihan untuk memenuhi isi perut dua orang. Hyunjin tak berkomentar dan ia kemudian mengambil tempat duduk di sisi kanan Woori seperti biasanya.
Kurang lebih selama satu bulan terakhir ini Hyunjin memang telah tinggal bersama Woori di tempat wanita itu. Seperti yang pernah Hyunjin tawarkan pada wanita itu sebelumnya dan sejujurnya Hyunjin terkejut saat Woori benar-benar membelinya.
Untuk itu, Hyunjin tak bisa menolak saat Woori memintanya untuk pindah dan tinggal bersama.
Hyunjin sejujurnya cukup menyayangkan keputusan Woori karena tampaknya wanita itu tidak mengetahui bahwa ia baru saja membeli kucing yang telah dibuang oleh pemiliknya.
"Kau ingin makan apa?" Woori bersuara menanyakan keinginan Hyunjin dengan nadanya yang begitu lembut. Bahkan tatapannya tak pernah lepas dari pemuda itu.
"Roti."
Padahal banyak menu yang terlihat lebih enak berada di atas meja makan itu tapi Hyunjin hanya meminta roti yang menurutnya cukup untuk mengganjal perutnya yang saat ini memang belum lapar.
Napsu makannya memang berkurang akhir-akhir ini dan jika ia memaksakan tubuhnya untuk mengonsumsi makanan, ia hanya akan berakhir dengan memuntahkan makanan itu kembali.
"Roti? Baiklah."
Woori juga mengetahui ada masalah dengan perutnya akhir-akhir ini. Dokter juga sudah didatangkan untuk memeriksa kondisinya karena Woori tampaknya begitu cemas jika kucing kesayangan yang baru ia beli akan mati dengan cepat.
Diam-diam Hyunjin mengamati Woori yang dengan lihai mengolesi selai stroberi pada lembar roti yang baru diambilnya. Ia masih diam saat Woori menempatkan roti yang telah diberi selai itu ke atas piringnya.
Woori tersenyum. "Makan yang banyak. Beritahu aku jika kurang!"
Jika saja Hyunjin bodoh, ia mungkin akan terbuai dengan segala kebaikan yang telah wanita itu berikan. Tapi, ia bukan seekor tikus yang akan terperangkap dua kali. Ia cukup tahu jika semua perbuatan Woori itu semata-mata karena wanita itu menginginkan sesuatu juga darinya.
Tapi, tidak ada yang salah juga dengan itu.
Ia cukup menikmati perannya sebagai seseorang yang telah dibeli.
"Kau akan berangkat ke sekolah bersama Minho." Woori memberitahu dan Hyunjin hanya mengangguk saja.
Minho adalah adik dari Minhyuk. Hyunjin berkenalan dengannya kurang lebih dua minggu yang lalu. Saat ini Minho adalah orang yang ditugaskan Woori untuk menjaganya atau mungkin lebih tepatnya untuk mengawasinya. Hyunjin bahkan tidak perlu dijaga karena ia bisa melindungi dirinya sendirinya.
Sejujurnya, Hyunjin tak peduli juga.
"Kau tahu, Hyu~ di sekolah nanti pasti akan ada banyak gadis-gadis cantik."
Hyunjin menatap Woori, menunggu wanita itu melanjutkan ucapannya tanpa berniat menyela. Woori hanya tersenyum dan melanjutkan. "Jangan macam-macam. Ingat?"
Dalam sekejap raut cantik yang tersenyum itu berubah datar. "Kau milikku."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAMOND
FanfictionIa seberharga berlian namun, Jika sudah hancur siapa yang bersedia menerimanya?