Jam sekolah baru saja berakhir bertepatan dengan Hyunjin yang melewati tempat itu untuk pergi ke perpustakaan kota. Beberapa murid yang baru saja melewatinya menjadi perhatiannya untuk beberapa saat. Walau ekspresinya tak memperlihatkannya secara langsung, ia tetap tak bisa menyembunyikan hatinya yang merasa iri melihat anak-anak itu. Mereka yang tampak menikmati masa mudanya dan tak memiliki beban apa pun. Ia pernah berharap jika ia bisa sama seperti mereka.
Sayangnya, ia memiliki takdir yang begitu berbeda. Orang lain bisa saja memanggilnya anak jalanan atau berandal. Itu memang sebuah kenyataan. Ia telah menjadi seorang yatim piatu di usianya yang baru menginjak tujuh. Ia sempat di adopsi setelah beberapa bulan tinggal di panti asuhan tapi kemudian, ia melarikan diri. Sejak saat itu, ia belajar untuk menjalani kehidupan di jalanan.
Kehidupannya selalu penuh dengan kekerasan dan itu membuat Hyunjin tak pernah takut pada apa pun. Ia seperti seekor kucing liar yang sulit untuk ditaklukkan.
Bruk!
Seseorang menabrak bahunya dan orang itu malah membentak, "Hei! Kau tak punya mata?"
Awalnya, Hyunjin sungguh tak peduli pada ucapan orang itu. Tak ada gunanya meladeni orang yang suka mencari perhatian sepertinya. Ia pun memilih berlalu untuk melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.
Merasa diabaikan orang itu malah terteriak, "Brengsek, aku berbicara padamu! Apa kau tuli?"
Meski begitu, Hyunjin tetap tak peduli. Ia sedang malas untuk meladeni orang tak penting dan tetap meneruskan langkahnya untuk meninggalkan tempat itu.
Melihat Hyunjin yang tetap mengabaikannya, orang itu mulai mengumpat. "Dasar sampah!"
Akhirnya, Hyunjin menoleh. Meski ia tetap menampilkan tampang tak pedulinya tapi dalam hati ia merasa sangat kesal karena kata sampah yang didengarnya. Ia sungguh ingin tahu bagaimana cara tercepat untuk membungkam mulut cerewat beberapa orang selain menggunakan pukulan.
Di sekeliling mereka saat ini terlalu ramai, Hyunjin paling tak suka memancing pertengkaran di tengah keramaian.
"Hei, aku tahu kau mendengarku. Cepat minta maaf padaku sekarang juga!"
Dugaan Hyunjin tentang ada yang salah dengan kepala orang itu rupanya benar. Orang itu bahkan tampak tak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Jika harus diingat kembali, orang itulah yang telah menabrak bahunya dan sekarang orang itu juga yang menuntut permintaan maaf darinya. Hyunjin sungguh bertanya-tanya apa yang salah dengan otaknya.
Berusaha menahan tawa karena hal itu terasa lucu menurutnya, Hyunjin pun mulai bertanya, "Aku harus minta maaf?" Ia mencoba memastikan jika pendengarannya memang tak bermasalah.
Orang itu menjawab dengan percaya diri. "Benar. Kau harus meminta maaf karena telah menunjukkan dirimu di depanku! Kau tahu, untuk seorang anak jalanan sepertimu, kau sangat tak layak untuk menunjukkan wajahmu di depanku."
Kata-kata itu membuat raut wajah Hyunjin seketika menggelap. Ia paling tak menyukai saat seseorang berusaha menilainya hanya dari latar belakang dan penampilannya. Terlebih orang itu secara terang-terangan telah menghinanya. "Anak jalanan? Ah, Apa kau mengenalku?"
Orang itu kembali menjawab, "Semua orang mengenalmu. Kau adalah Hwang Hyu. Kau selalu mengacau bersama teman-temanmu yang seperti preman. Kau juga tidak pergi ke sekolah. Kau adalah kelompok sampah yang mengotori masyarakat. Menjijikan. Dan berani-beraninya kau menyentuhkan tubuh menjijikanmu itu padaku."
Hyunjin yang mendengar semua hinaan itu hanya menyeringai. Setelah memperpendek jarak di antara mereka, ia mulai membalas, "Ah, sepertinya kau memang mengenalku tapi--" Ia menjeda kata-katanya dan menatap tajam orang yang berdiri di depannya. Tanpa peduli orang itu yang telah berubah gemetar karena tatapannya, ia menambahkan kata-kata ancaman. "Karena kau mengenalku seharusnya kau tahu apa konsekuensi karena telah berani menggangguku."
"Kau hanya tahu cara memukul. Apa kau berani memukulku di sini?"
Orang itu tetap memberanikan dirinya dengan alasan orang-orang tengah memperhatikan mereka. Ia sama sekali tak tahu jika Hyunjin sama sekali tak peduli.
"Kenapa kau berpikir tidak? Sepertinya hanya sedikit pengetahuanmu. Kau terlalu meremehkanku."
Dalam jarak kurang dari sepuluh meter dari keramaian itu, seorang pria tinggi dengan pakaian serba hitam tengah memperhatikan Hyunjin diam-diam. Sebuah topi yang dikenakannya berhasil melindungi bagian wajahnya hingga tak kentara. Ia mengawasi setiap pergerakkan Hyunjin yang berada lurus di depannya.
Kemudian, tangan pria itu mengeluarkan sebuah ponsel dari saku jaketnya. Ia tampak mulai membuat panggilan dengan seseorang.
"Saya menemukannya."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAMOND
FanfictionIa seberharga berlian namun, Jika sudah hancur siapa yang bersedia menerimanya?