Ada yang aneh dengan sikap Jeongyeon akhir-akhir ini. Ia selalu duduk di bangku depan rumahnya sambil menatap sebelah rumahnya, lebih tepatnya ke arah jendela kamar Mina.
"Jeongyeon-ah, apa yang kau lihat?" sang Ayah bertanya dan melihat kemana arah mata Jeongyeon tertuju.
"Mina, ayah. Saya harus menunggu disini sampai dia muncul. Itu satu-satunya cara agar saya bisa bertemu dengannya lagi." ucap Jeongyeon yang masih terpaku menatap jendela kamar Mina.
"Kau bisa saja mengetuk pintu rumahnya seperti biasanya, Jeong."
"Tidak, ayah. Dia selalu tertidur atau belajar setiap kali saya mengetuk pintu rumahnya. Saya hanya bisa bertemu dengan ibunya yang memberitahuku."
"Jeong, apa kau melakukan sesuatu yang salah padanya?"
"Saya pikir begitu, ayah. Dia menangis ketika saya mengatakan dia akan menemukan pria yang tepat, menikah dan memiliki anak karena dia akan segera tua."
"Dan saya berpikir bahwa dia menangis karena dia masih lajang saat seorang gadis seusianya yang seharusnya sudah punya kekasih." ucap Jeongyeon mengerutkan alisnya.
Ayah Jeongyeon tahu bahwa Jeongyeon tidak punya hati dan tidak bisa merasakan apa yang Mina rasakan. Tetapi Ayah Jeongyeon juga tidak bisa membiarkan Jeongyeon yang tidak tahu apa-apa, meskipun ini tidak benar bagi Mina yang telah naksir pada Jeongyeon. Jeongyeon harus tahu tentang ini.
"Jeongyeon, dia tidak menangis karena itu. Dia menyukaimu."
"Maksudnya, Ayah? Saya tidak mengerti apa artinya dan bagaimana rasanya? Apakah rasanya seperti makan teokbokki?" tanya Jeongyeon dengan mata melebar.
"Tidak, aku tahu kau tidak bisa merasakannya, tapi biarkan aku mencoba menjelaskannya padamu. Mina selalu ingin bersamamu. Kau bisa menyebutnya seperti di antara manusia, kemudian kau menyuruhnya mencari orang lain untuk menjadi pasangannya. Itulah alasan mengapa dia menangis."
"Manusia? Tapi saya ini robot. Itu juga yang selalu dia katakan padaku." tidak ada yang tahu ekspresi apa yang Jeongyeon miliki ketika ia mengucapkannya. Ia hanya mengatakannya tanpa tersenyum.
"Ya, aku tahu itu tidak boleh terjadi. Tapi kita tidak bisa mengendalikan perasaan kita. Kau selalu memberinya kenyamanan hingga Mina tidak bisa menahan hatinya untuk tidak naksir padamu."
"Saya ingat masa lalu saat kita masih bermain bersama, saling tersenyum, dan tertawa bersama. Apakah itu arti suka yang kita bicarakan, Ayah?" ucap Jeongyeon dengan senyum kecil terlihat di wajahnya ketika ia mengingat saat-saat mereka menghabiskan waktu bersama.
Ayahnya hanya menganggukkan kepalanya. Ini tidak masuk akal, bagaimana mungkin Jeongyeon... Apakah ia mengatakan bahwa ia juga menyukainya? Tidak, ini tidak mungkin.
"Mina tidak akan bermain denganku lagi, Ayah. Apa yang harus saya lakukan?"
"Aku tidak tahu, Jeongyeon. Seharusnya aku tidak membuatmu membiarkan Mina jatuh cinta padamu."
"Tapi aku tidak tega melihat anakku yang duduk di tempat yang sama sepanjang waktu untuk menunggu gadis yang selalu bersamanya, tanpa tahu apa yang harus dia lakukan." batin Tuan Yoo menatap Jeongyeon khawatir.
"Apa kau sudah meminta maaf padanya?"
Jeongyeon menganggukan kepalanya,
"Tapi dia terus mendorongku pergi, tidak peduli berapa kali saya minta maaf."
"Biarkan saja dia untuk sementara, dia butuh waktu. Sekarang ayo kita masuk."
"Baiklah, ayah." ucap Jeongyeon tersenyum. Ia perlu mengisi daya dan menunggu Mina lagi disini.
***
Dimana Jeongyeon? Apakah ia sudah menyerah untuk meminta maaf pada Mina? Sudah seminggu sejak Mina tidak melihatnya menunggu di bangku itu sebelum dan sesudah Mina pergi ke sekolah.
Seharusnya Mina memaafkannya sejak awal, meskipun Jeongyeon tidak tahu kesalahan apa yang ia lakukan.
Hari pertama Jeongyeon meminta maaf pada Mina adalah ketika Mina hendak pergi ke sekolah. Saat Mina berjalan keluar gerbang rumahnya, Jeongyeon langsung bangkit dari tempat duduknya dan berlari ke arah Mina,
"Mina, saya minta maaf. Saya seharusnya tidak boleh membicarakan tentang hari pernikahan saat kau masih lajang."
Mina hanya memutar bola matanya dengan malas dan membalikan badannya berjalan meninggalkan Jeongyeon. Namun Jeongyeon mengikutinya berjalan di belakang Mina,
"Berhenti, tetap disana! Jangan dekat-dekat denganku!"
Jeongyeon berdiri kaku di tempatnya sambil menatap Mina dengan tatapan polos. Setelah itu, Jeongyeon terus saja mengatakan hal yang sama dan berdiri di tempat yang sama seperti yang Mina katakan sebelumnya.
"Maafkan saya, Mina. Apakah kau ingin saya membantumu mendapatkan kekasih untukmu?" ucap Jeongyeon yang masih berusaha untuk menghibur Mina.
"Apakah kau naksir dengan seseorang di sekolahmu?"
"Aku menyukaimu, Jeongyeon. Tidak bisakah kau sadari itu?" batin Mina mengigit bibir bawahnya.
"Biarkan saya membawa tasmu." ucap Jeongyeon mengambil tas Mina, namun Mina menolaknya.
"Maaf, apa yang harus saya lakukan agar kau mau memaafkanku?"
Jika Mina mengatakan hal buruk pada robot seperti Jeongyeon yang seandainya memiliki hati, apakah mungkin Jeongyeon akan terluka oleh kata-kata yang akan Mina ucapkan,
"Aku akan memaafkanmu jika kau manusia, kan? Tentu saja bukan, karena kau itu robot. Itu tidak akan pernah berubah selamanya dan kau tidak akan pernah tahu apa yang aku rasakan. Jadi, pergilah dariku. Aku tidak ingin melihatmu lagi."
"Apakah itu kesalahan besar jika saya menjadi robot? Jika saya bisa menjadi manusia yang tepat untukmu, saya harap saya bisa menemukan cara untuk menjadi manusia sehingga kau bisa memaafkanku."
"Tapi, kau tahu saya tidak bisa melakukan itu. Bisakah kau meminta sesuatu yang lebih mudah untukku? Agar kita bisa bersama lagi." ucap Jeongyeon sambil tersenyum.
"Tapi kau baru saja menunjukkan senyum konyolmu setelah aku mengucapkan kata-kata buruk itu padamu." batin Mina.
Sejak saat itu, Mina pikir Jeongyeon akan menunggunya lagi, tapi ternyata ia salah. Mina tidak pernah melihat Jeongyeon lagi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Nah loh, kelamaan sih marahan nya...
~MR
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVOT [END]
Romance~JeongMi Story~ "Saya bukan manusia. Tetapi jika selalu bersamanya, apakah saya akan perlahan menjadi manusia seutuhnya?" Tag : 240723 # 1 - jeong # 1 - minari 010832 # 1 - myoui 030823 # 1 - jeongyeon ~MR