Hinata merasakan pening dikepalanya. Rasanya dunia masih berputar seiring matanya mencoba memperjelas pandangannya saat ini. Saat dirinya berhasil memulihkan pandangannya, suara tawa itu terdengar.
"Hyuuga. Aku memiliki dua pilihan untukmu" ternyata suara itu bersumber dari pria yang Hinata yakin dia adalah pembunuh ayahnya.
"Mati atau bungkam?" Ucapnya kembali.
Ah, Hinata ingat. Dirinya bisa sampai disini dengan keadaan terduduk dan terikat seperti ini karena pria brengsek bernama Namikaze Naruto. Seharusnya Hinata memang tidak mempercayai pria itu.
"Tidak ada untungnya aku memilih" jawab Hinata pada akhirnya.
Kekehan terdengar dari pria itu, "Jangan kecewa seperti itu karena orang yang kau sukai mengorbankanmu...
... dan sejauh yang aku tahu, dia memang orang paling egois yang pernah aku temui"
"Aku tidak memerlukan penjelasanmu" jawab Hinata cepat.
Seringai terpatri dibalik maskernya, "Kau memilih pilihan yang baik. Setelah ini, jadilah penurut" setelah mengatakan kalimat itu, lagi-lagi pukulan diberikan pada kepala belakang Hinata. Kesadarannya terenggut kembali.
♧♧♧
Terdengar samar-samar suara tangisan disamping kanannya. Mata Hinata perlahan mengerjab untuk menetralkan pandangannya. Berbeda dengan tadi, saat ini dia tengah terbaring di ranjang dengan Sakura berada disampingnya dan menangis untuk dirinya.
Tubuh Hinata bergetar. Air matanya tiba-tiba keluar begitu dirinya melihat Sakura.
"Hinata! Kau sudah bangun?" Suara khawatir jelas terdengar di kalimat Sakura. Wanita itu memeluk Hinata erat dan berakhir mereka berdua menangis tersedu.
"Sakura... bagaimana aku bisa sampai disini?" Tanya Hinata masih dengan tangisnya.
"Astaga... kenapa semua ini terjadi padamu, Hinata. Maafkan aku..."
"Apa maksudmu?" Tanya Hinata.
"Kau tidak sadar bahwa kau sudah hilang selama dua hari? Dan saat dirimu ditemukan oleh seseorang kau pingsan. Aku mencarimu ke semua tempat, Hinata. Aku sangat khawatir akan dirimu..." hening terjadi beberapa saat. Hinata merasakan ngilu yang teramat dalam di hatinya.
"Sakura... aku... kacau..." ucapan Hinata dipenuhi oleh perasaan frustasi. Sakura melepaskan pelukannya pada Hinata. Dia menatap sahabat nya dalam.
"Sebenarnya apa yang terjadi, Hinata?" Hinata mengalihkan pandangannya dari Sakura saat wanita itu mengajukan pertanyaan untuknya.
"Ceritakan padaku... aku tidak ingin kau menahannya sendiri" Sakura menangkup wajah Hinata agar wanita itu menatapnya.
Mata bulan itu kembali menatap Sakura, "Tidak hari ini, Sakura...
... Sakura, bisakah kau memberikanku waktu untuk sendiri?" Pertanyaan Hinata dijawab dengan anggukan Sakura.
"Baiklah, kapanpun kau ingin bercerita aku siap mendengarkan. Sekarang kau tenangkan dirimu dulu. Kau aman disini" Setelah mengatakan kalimat itu, akhirnya Sakura keluar dan meninggalkan Hinata untuk menenangkan diri.
Samar-samar ingatan Hinata ditarik kembali pada kejadian itu.
"Awas, Naruto!" Hinata berteriak memperingatkan Naruto bahwa orang yang sama-pelaku penggebrakan kamarnya datang. Namun bukan reaksi bagus yang ditampakkan dari Naruto. Naruto menyeringai menatapnya.
Hinata mencoba untuk mundur saat pria itu-pembunuh ayahnya mencoba mendekati Hinata. Bahkan dirinya mencoba meraih apapun yang ada didekatnya agar pria itu berhenti berjalan kearahnya. Hinata sangat ketakutan sekarang. Tidak adakah orang yang ingin menolongnya?Semuanya sia-sia.
Pria itu berhasil ternyata berhasil meraih Hinata dan memukul keras kepala bagiab belakang, hingga membuat kesadarannya terenggut.
Saat mata bulan itu menatap Naruto yang berdiri disana. Senyum lebar menghiasi wajahnya.
Hinata meremas kuat kemeja yang ia kenakan dibagian dada. Entah kenapa dadanya merasakan sesak saat mengingat Naruto hanya menyaksikan apa yang terjadi pada dirinya tanpa ada niat membantu sama sekali.
Tanpa sadar air mata Hinata kembali keluar.
"Seharusnya aku memang tidak pernah mempercayainya..."
"...apalagi sampai jatuh cinta padanya"
Lengan itu ia gunakan untuk menutupi kedua matanya yang masih setia menangis.
"Kau adalah orang paling bodoh di dunia ini, Hinata"
♧♧♧
"Apa dia gila, hah?!" Bentak Kiba pada Naruto. Dirinya merasakan frustasi setelah mendengar cerita dari Sai.
"Memang dia siapa sampai memutuskan rencana ini begitu saja?"
"Lagi pula dia menyakiti wanita itu. Apa dia psikopat?!"
"Sepertinya terjadi sesuatu diluar dugaan kita diantara mereka berdua" ucap Sai.
"Lagipula orang gila mana yang bisa percaya dengan seseorang begitu saja. Apalagi brandalan seperti Namikaze itu. Sulit mempercayai brandal sepertinya jika aku seorang wanita" untuk kesekian kalinya Kiba menggeram kesal.
"Tenang, Kiba. Aku yakin dirinya saat ini sedang tersiksa dengan perasaannya sendiri" tenang Sai pada Kiba.
"Tiga hari lagi, tiga hari lagi rencana kita di mulai. Jika kali ini gagal, aku tidak akan segan-segan membatalkan seluruh perjanjianku dengannya" Ancam Kiba.
"Aku jamin akan berhasil. Aku yang akan bertanggungjawab" jawab Sai.
"Sampaikan pesanku pada Naruto. Jika dia tidak tahu cara bagaimana melindungi wanita, maka jangan pernah berurusan dengan wanita. Dasar pria gila" setelah mengatakan kalimat itu, Kiba keluar dari ruangan kerja Naruto.
Saat dirinya membuka pintu itu, ternyata Naruto muncul dihadapannya. Dan adegan selanjutnya? Ya, bisa ditebak bahwa Kiba memukul dengan kekuatan penuh pada Naruto. Beberapa pegawai disana mendadak geger karena melihat kejadian itu.
"Bajingan!" Akhirnya Kiba benar-benar pergi dari sana.
Sedangkan Naruto masuk kedalam ruangannya. Menuju tempat duduknya dengan mengelus rahangnya yang terasa nyeri.
"Kuat juga..." gumam Naruto.
"Kau juga ingin memukulku Sai?" Tanya Naruto saat berhasil mendudukkan dirinya dan menatap Sai didepan sana.
"Kalau bisa aku ingin langsung membunuhmu. Jika tau kau segila ini, aku tidak akan membantumu bertemu Hyuuga"
"Apa seharusnya memang begitu?" Tanya Naruto terkekeh pada Sai.
"Dasar gila" rutuk Sai pada Naruto.
Hening terjadi diantara mereka. Cukup lama hingga membuat Sai hendak memutuskan pergi dari ruangan Naruto.
"... Apa aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya?" Belum saja tangan Sai meraih knop pintu. Suara Naruto membuatnya menghentikan tangannya.
"Hanya dengan sikap dan ucapannya padaku saja bisa membuatku sangat kecewa. Hingga aku dengan gila merubah rencana kita" mata biru itu menatap Sai yang saat ini berada di ujung pintu dan menghadap padanya.
"Kau tahu Sai, bahkan saat pria brengsek itu dengan mudahnya memukul Hinata. Aku menahan mati-matian untuk tidak membunuhnya saat itu juga. Aku benar-benar bodoh"
"Bahkan mata bulan itu... seakan berkata padaku, ternyata aku salah telah mempercayaimu" lirih Naruto diakhir kalimatnya.
"Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?" Pertanyaan Sai dibiarkan mengudara cukup lama tanpa adanya jawaban. Hingga...
"Aku tidak tahu"
"Bodoh" setelah itu, Sai benar-benar keluar dari ruangan orang bodoh bernama Namikaze Naruto.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Dating App [END]
RomanceKetidaksengajaan Hinata menggeser layar ponselnya ke arah kanan pada aplikasi dating membuat dirinya bertemu dengan pria misterius.