{~3~}

31 21 23
                                    

Sungai kira keadaan Kalia akan membaik. Ternyata semakin parah, dahi Kalia di penuhi keringat sebesar biji jagung. Sungai menyeka keringat itu lalu memastikan kalau Kalia tetap dalam keadaan sadarnya.

"Kalia kamu masih mendengarku?" Sungai mencari respon dari Kalia. Sungai segera menggendong tubuh mungil adiknya. Sungai sangat khawatir. Pikiran negatif bermunculan di benak sungai. Berharap Kalia akan baik-baik saja. Sungai belum bisa menjadi Kakak yang dekat dengan adiknya. Kalia harus sembuh. Ia meletekan Kalia di kursi penumpang. Merebahkannya di belakang. Lalu menancap gas menuju rumah sakit.

Sungai mengemudikan mobilnya tanpa perhitungan kali ini. "Bertahan lah Kalia, aku tau kamu anak yang kuat." Monolog Sungai yang sesekali melihat ke arah spion tengah. Memastikan kalau Kalia aman. Akan lebih baik lagi jika Kalia tersadarkan.

Sungai sudah sampai di depan UGD. Memberikab kunci mobilnya kepada salah satu valley yang berjaga disana.

"Siapa pun suster! Dokter! Tolong tangani adik Saya!" Teriak Sungai seraya mendekap Kalia dalam gendongannya.

"Sungai?!" Seru salah seorang dokter disana. Sungai tidak menyadari kalau salah satu teman baik mendiang ayahnya bekerja di rumah sakit ini.

"Sebelah sini!" Lanjut sang dokter mengarahkan Sungai untuk meletakan adiknya di atas brankar. Sungai mengikuti arahan dari dokter tersebut.

"Apa yang terjadi dengan adikmu? Tolong beritahu aku untuk membantu pemeriksaan." Ucap dokter itu seraya memulai pemiraksaan tanda vital Kalia. Memastikan apa yang terjadi pada Kalia.

"Dua hari kemarin, adikku sempat telat makan." Sungai mengingat-ingat lagi apa yang terjadi pada Kalia kemarin harinya.

"Lalu, kemarin ia menguras tenaganya untuk menghadiri pameran seni." Lanjut Sungai dengan wajah cemasnya.

"Sebaiknya jaga adikmu agar tidak telat makan lagi, akan sangat bahaya jika refluks gastroesofagus atau yang biasa dibilang gerd menyerang adikmu." Jawab dokter setelah melepas stetoskop dari telinganya. Dokter ini menangkap ke khawatiran di dalam diri Sungai.

"Sebaiknya adikmu di rawat dulu." Dokter itu menatap keadaan Kalia yang masih terpejam. "Karena ada gelaja demam tifoid yang juga menyerang imun tubuh adikmu. Jika ingin lebih jelas lagi mari kita cek lab dari sample darah adikmu." Dokter itu kembali menatap Sungai.

Sungai setuju dengan saran dari dokter. Ia perlu memastikan keadaan Kalia. Bukan hanya sedikit rasa takut yang menghatui. Sungai sangat takut untuk kehilangan lagi.

Sungai segera mengurus administrasi. "Apakah rasanya sangat sakit untuk melakukan pengambilan darah? Aku tidak ingin adikku menahan rasa sakit lebih banyak." Ungkapnya. Dokter hanya tersenyum mendengar penuturan dari Sungai.

"Rasanya pasti sakit, tapi ini semua demi kebaikan adikmu Sungai."

"Seandainya bisa diwakilkan, aku rasa biar aku saja yang diambil sample darahnya. Aku tidak tega."

Dokter itu merangkul Sungai dan mengelus pundaknya.

"Paman yakin Papamu bangga melihat kamu sangat menjaga adikmu. Papamu berhasil mendidik anak lelakinya untuk menjaga Kalia. Kamu hebat." Dokter itu memberikan petuah kepada Sungai. Seolah itu menjadi penyemangat untuk pria muda disampingnya.

Kalia & SungaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang