{~9~}

7 6 1
                                    

Sungai mengecupi kedua telapak tangan Kalia yang terbalut dengan kain kasa. "Maafkan aku yang terlambat menyadari ini semua." Sungai menggenggam lembut tangan Kalia. Entah kenapa semua malah semakin kacau ketika Sungai berusaha mendekatkan diri dengan adiknya. Bayang-bayang yang sudah ada dikepala Sungai adalah Kalia akan lebih bahagia jika Sungai berada didekatnya. Tapi semua tidak sesuai harapan. "Aku memang tidak becus menjagamu, aku mohon maafkan aku." Tangisnya menyesali apa yang telah terjadi.

Sungai merebahkan kepalanya di samping adiknya. Ia harus menunggu Kalia siuman dulu baru setelah itu diperbolehkan untuk pulang.

"Sungai, menurut saya sebaiknya Kamu dan Adikmu segera berkonsultasi ke psikolog atau psikiater. Bukan saya menganggap kamu sebagai ODGJ tapi ini semua demi keberlangsungan hidupmu dan adikmu." Dokter Rio memberikan saran dengan hati-hati, agar Sungai mau mendengarkan dan tidak sakit hati terhadap ucapannya.

~<>~

Sungai membuka matanya setelah merasakan belaian lembut pada rambutnya. Ternyata Kalia sudah sadar. Sungai menggapai tangan Kalia dan mengecupinya perlahan. Tak terasa air matanya mengalir seraya menatap dalam manik mata adiknya. Hatinya terasa sakit kalau mengingat hal semalam. Entah bagaimana kalau tidak ada Setra dan Envio.

Kalia bergerak mengubah posisinya menjadi duduk. Ia berusaha meraih Sungai. Kalia ingin sekali memeluk Sungai saat ini.

"Aku tidak apa-apa ka." Ucap Kalia berusaha menenangkan Sungai.

"Kenapa Kakak menangis?" Tanya Kalia mengkhawatirkan Sungai.

"Maafkan aku Kalia." Jawab Sungai dengan lemas.

"Seharusnya aku yang meminta maaf karena merepotkan Ka Sungai." Kalia menyangkal permintaan maaf Sungai membuat Sungai semakin miris. Selapang itu kah hati Kalia sampai tidak menganggap kesalahannya.

"Aku juga minta maaf ya? Sudah membuat Ka Sungai menanggung banyak rasa sakit." Ungkapnya dengan tulus.

"Kamu tidak memiliki kesalahan apa pun padaku Kalia. Justru kamu yang terlalu menderita karaneku 'kan?"

"Beri tau aku seberapa sakit yang kamu rasakan selama ini hm? Sampai kau melukai kedua telapak tanganmu yang mulus ini?"

Kalia menatap kedua tangannya yang masih dibalut dengan perban. "Tidak, yang aku lakukan hanya untuk menebus kesalahanku pada Ka Sungai saja."

"Kamu tidak salah Kalia! Lain kali bicarakan saja padaku, bagian mana kamu merasa berasalah. Agar aku bisa memberitaumu salah atau benarnya."

Kalia menundukan kepalanya. Sungai terus saja memberitahunya kalau Kalia tidak salah sama sekali.

"Tapi bagaimana caranya aku membicarakan hal itu kepada Kakak?"

Sungai menghembuskan nafasnya berat. "Ini adalah titik permasalahannya, kita tidak pernah mendekatkan diri satu sama lain."

Kalia mengangguk setuju dengan ucapan Sungai. Mereka hanya perlu sedikit ruang untuk saling berbicara soal perasaan.

Karena selama ini terlalu banyak jarak yang diciptakan. Meskipun dulu pernah sedekat perangko dengan amplopnya, tapi kini mereka sejauh langit dan bumi. "Ayo Kalia, kita seharusnya bisa lebih dekat dari ini, biarkan kita berdua dalam kedamaian."

Sungai rasa selama ini didalam diri mereka hanya ada kericuhan dari tuntutan Bunda yang tidak berdasar.

"Bukankah kita berdua memang sudah damai dalam dunia masing-masing Ka? Hanya saja kita kurang menikmatinya." Kalia mengutarakan opininya dengan hati-hati.

Kalia & SungaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang