{~5~}

27 17 16
                                    

Hatinya langsung tenang ketika Sungai melihat Kalia sedang asik menyantap makan siangnya. Kakinya melangkah lebih cepat untuk menghampiri dan menyuapi Kalia.

"Sepertinya makan siang kali ini enak sekali." Candanya. Sungai langsung meletakan kantong yang berisi makanan tersebut di nakas sebelah brankar. Setelah itu Sungai langsung memposisikan dirinya disamping Kalia lalu mengambil alih sendok dari tangan adiknya. Sungai mulai menyuapi Kalia. Akhirnya setelah beberapa tahun kehilangan kehangatan keluarga hari ini Kalia dapat merasakannya lagi meski pun Bunda tetap saja memperlakukan Kalia tidak begitu mengenakan. Setra bisa melihat kasih sayang yang tulus dari Sungai, begitu juga sebaliknya. Tak kuasa Setra menahan senyuman di wajahnya.

Benar-benar pemandangan Keluarga yang sesungguhnya. Namun pada akhirnya pandangan Setra teralih kepada Vance yang juga menikmati pemadangan kakak beradik dihadapannya. Bedanya Vance sangat fokus memperhatikan Kalia seolah gadis itu adalah permata terindah dimuka bumi ini. Setra sudah bisa menebak kalau Vance menyukai Kalia. Tapi ia tidak boleh menyimpulkannya begitu saja, karena Setra sama sekali belum mengenal Vance.

Akhirnya Setra memilih duduk disamping Vance, mereka semua larut dalam suasana kehangatan. Rasanya Kalia tidak ingin waktu tetap berjalan. Hanya momentum sepeti ini yang Kalia inginkan.

Kalia menatap manik mata Sungai sangat dalam. Sampai air matanya mulai berkumpul di pelupuk mata.

"Kalia.." Sungai menyadari adiknya akan menangis sebentar lagi. Ia segera meletakan sendok yang berada di tangannya. Langsung menarik Kalia dalam pelukan hangatnya seraya membelai lembut surai Kalia. Sungai paham! Kalia sangat merindukan hal seperti ini didalam hidupnya.

"Menangislah, aku tau rasanya." Titah Sungai yang sangat paham dengan perasaan adiknya. Kali ini Sungai mengecup puncak kepala Kalia selama mungkin.

Sakit! Rasanya sangat sakit. Membiarkan Kalia didalam kesepiannya selama bertahun-tahun.

~<>~

Bunda menatap langit yang bersih dari awan. Cahaya jingga dari atas sana menembus lapisan kaca menerpa tubuhnya. Bunda menyesap tehnya secara perlahan. Ia masih merasa bingung. Bunda memijat batang hidungnya perlahan. "Bagaimana cara aku menjelaskannya pada Sungai dan gadis itu?"

Perempuan paruh baya itu langsung mendudukan dirinya di kursi kebanggaannya. Ia menatap foto mendiang suaminya dengan tatapan yang dalam, meratapi kepergian suami tercintanya. Rasanya sangat sesak. Tapi Bunda harus bisa berdamai dengan keadaan saat ini. Seandainya saja Papa masih ada disini. Semua tidak akan serumit sekarang. "Aku benar-benar bingung Mas!"

~<>~

Sungai tengah merapihkan beberapa keperluan Kalia selama di rumah sakit ini. Akhirnya Kalia dinyatakan telah membaik dan diperbolehkan untuk pulang ke rumah.

"Kalia anak kuat ya? Akhirnya bisa pulang." Sumber suara itu berada di ambang pintu. Sungai dan Kalia menolah ke arah yang sama. Rupanya Dokter Rio datang untuk menyapa kedua anak dari mendiang kerabatnya.

"Paman Rio, hari ini Kalia sudah boleh pulang, nanti Paman Rio tidak bisa banyak istirahat disini." Kalia menyambut kedatangan Dokter Rio dengan perasaan yang campur aduk. "Tidak masalah, yang penting Kalia sehat dan temani Ka Sungai ya?" Jawab Dokter Rio seraya menghampiri Kalia di sofa.

Sungai sedikit terkekeh mendengarkan penuturan dari Dokter tersebut. Rasanya seperti keluarga mereka utuh. Hanya saja Bunda belum bisa menerima kehadiran Kalia dihidupnya. Hampir menjadi keluarga cemara tapi nyatanya itu hanya sebagai topik pembicaraan orang-orang saja.

Sesekali Kalia menawarkan Bantuan kepada Sungai. Tapi, selalu di tolak oleh Sungai. Sedangkan tawaran dari Dokter Rio langsung di setujuinya.

Kalia sesekali menghembuskan napas panjang. Ia merasa sangat jenuh menonton kedua orang itu merapihkan beberapa pakaian. Padahal tidak terlalu banyak, tapi mereka berdua bingung cara melipatnya agar muat di dalam satu koper kecil.

Kalia & SungaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang