Setelah beberapa menit berkendara, motor yang di naiki Riana dan Yuvin berbelok ke suatu gang perumahan. Selama di perjalanan baik Riana maupun Yuvin hanya diam, seakan keduanya enggan untuk memulai pembicaraan. Apa karena Riana yang sibuk menyetir ataupun Yuvin yang sibuk melihat pemandangan sekitar.
"Rumah gue yang itu, yang pagarnya putih." tunjuk Yuvin pada rumah berpagar putih dan bercat warna Biru muda. Riana hanya mengangguk dan mengarahkan motornya ke rumah yang di maksud Yuvin.
Gadis itu mematikan mesin motornya ketika sudah sampai di rumah Yuvin. Dan langsung turun ingin membantu Yuvin.
"Sini aku bantu." ucap Riana membuat pemuda itu terkejut mendapati tangan Riana yang tengah membantunya untuk berjalan.
"Lo ngapain?"suara pemuda itu terdengar bingung.
"Aku takutnya kamu pusing, kali aja kamu pingsan lagi iya kan." ucap Riana masih menuntun Yuvin sampai pintu rumahnya. Gadis itu hanya ingin memastikan bahwa ia mengantar Yuvin dengan selamat.
"Gue cuma mimisan, bukan lumpuh. Gue bisa jalan sendiri." jelas Yuvin "Nih jaket lo, makasih." lanjutnya sembari memberikan jaket Riana.
Bukannya membalas ucapan terimakasih dari Yuvin, gadis itu justru bertanya. "Ini rumah kamu?"
"Iya, ya kali rumah tetangga." balas Yuvin menatap Riana yang tengah menatap sekeliling rumahnya.
Gadis itu terkagum melihat rumah Yuvin yang menurutnya sangat besar dan mewah. Tapi juga sangat indah karena banyak tanaman dan bunga menghiasi halamannya.
"Kenapa lo?" tanya Yuvin.
Gadis itu hanya menggeleng pelan. "Rumah kamu besar ya." ucapnya kemudian. Membuat Yuvin mengangguk.
"Pulang sana." ucap Yuvin.
"Kamu ngusir?" tanya Riana.
"Iya." balas Yuvin telak membuat gadis itu menunduk.
"Ya udah deh, aku pulang ya." ucap Riana berpamitan. Lalu gadis itu langsung keluar dari halaman rumah Yuvin, gadis itu juga tidak lupa untuk menutup gerbangnya.
Riana mendongak menatap langit. Awan begitu gelap, pasti sebentar lagi akan turun hujan. Gadis itu menyalakan mesin motornya kemudian melajukan motornya meninggalkan rumah Yuvin.
Sedangkan pemuda itu hanya memperhatikan sampai motor Riana hilang di pertengahan jalan baru kemudian masuk ke dalam rumah.
.
.
.Jam 18:25. Riana tengah mendudukkan dirinya pada pinggiran tempat tidur. Tangan gadis itu sibuk mengusap-usap rambutnya yang masih basah dengan handuk. Setelah dari tempat Yuvin gadis itu kehujanan di pertengahan perjalanan.
Sedang asik mengeringkan rambut, ponsel gadis itu berbunyi, menandakan ada panggilan masuk, nama sahabatnya tertera di id caller.
"Kenapa Nat?" tanya Riana langsung.
"Kamu dimana?lagi gak sama Raven kan?"
"Aku di rumah kok, kenapa emangnya?"
"Tadi aku liat Raven di sirkuit bareng temen-temen nya. Tadinya mau aku samperin, takutnya kamu lagi sama dia."
"Aku di rumah."jawab Riana.
"Syukur deh, gak usah ngikutin dia ya." Titah Natalie diseberang sana.
"Iya, Natalie."
Riana juga sadar, Natalie sebagai sahabatnya memang nunjukin kurang suka dengan hubungannya dengan Raven. Apalagi setelah tahu pergaulan Raven yang kurang sehat.
Wajar sih Natalie begitu, karena menurutnya Raven itu gak cocok untuk Riana yang anak rumahan. Menurutnya Riana terlalu polos untuk lelaki seperti Raven yang notabenenya anak berandalan.
Pip.
Sambungan telepon terhenti Riana menghela nafasnya panjang, gadis itu kembali melanjutkan kegiatannya.
Ngomong-ngomong soal Raven, membuat gadis itu kembali mengecek ponselnya. Namun gadis itu kembali menghela nafasnya setelah tidak menemukan satu pesan pun dari kekasihnya itu.
.
.
.Vote or comment?
See you ❤️👋
![](https://img.wattpad.com/cover/345539633-288-k508767.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Like Water
Teen FictionSemuanya mengalir begitu saja. Bahkan pemuda itu tidak tahu bagaimana bisa gadis itu mengisi tempat sepesial di hatinya. Aku mencintainya tanpa sengaja Di keadaanku yang seadanya Dia.... Definisi cinta yang datang tiba-tiba dengan campur tangan seme...