CHAPTER 11

6K 634 27
                                    

HAPPY READING

Kai terjaga dari tidurnya, matanya memanas saat merasakan tubuhnya melemas dan pusing menderanya dengan hebat. Melirik sekilas jam di nakas, sudah jam enam pagi.

Ia harus sekolah tapi untuk bergerak saja ia kesusahan, "Sakit banget njir..." lirih Kai meremat rambutnya berharap pusingnya bisa berkurang.

Sepertinya ia demam karena insiden kemarin malam, untuk sekolah hari Kai akan izin sakit. Kai kembali menutup matanya dan semakin merapatkan selimut tebal miliknya erat.

Brak!

"Kai! Jangan jadi pemalas! Ini hampir setengah tujuh, kamu mau membolos lagi hah?!" Galih memasuki kamar dengan tak sabaran, dan mendapati Kai yang masih bergelung dalam selimut.

Tak ada tenaga untuk menanggapi drama papanya, Kai memilih diam dan terus menutup matanya.

"Kai! Bangun ini sudah siang!" Galih menarik kasar selimut Kai sampai sampai tubuh Kai yang berpegang erat dengan selimut langsung jatuh ke lantai saking kuatnya Galih.

Kai merasa tubuhnya remuk setelah membentur dinginnya lantai, bapak sialan! Kali ini ia sudah tak bisa menoleransi pusing yang ia rasa, dengan sedikit kesadaran Kai bergumam memaki Galih lalu tak sadarkan diri.

"Dasar pemalas! Bahkan sudah jatuh pun kau tak mau bangun?!" Galih melempar selimut yang masih menutupi sebagian tubuh Kai dilantai.

"Hei bangun!" Galih mengguncang tubuh Kai yang tak bergerak.

"Kai? Kai? Kamu denger papa kan?" Galih yang semula emosi kini berganti panik, ia menepuk pelan pipi Kai, panas.

"Hei bangun Kai! Jangan buat papa khawatir!" Galih mengguncang tubuh Kai lebih kuat, namun si empu tetap tak merespon.

"Sial!" Umpat Galih antara kesal dan menyesal.

Dengan cepat, ia mengangkat tubuh Kai koala dan segera membawanya kerumah sakit. Jujur, jantung Galih berdetak lebih cepat saat Kai benar-benar lemas tak berdaya di gendongannya.

Tak butuh waktu lama, Galih telah sampai di rumah sakit terdekat dengan mobil miliknya. Dengan cepat Kai langsung dimasukkan ke UGD untuk ditangani lebih lanjut.

Kai diperiksa oleh dokter, dan setelah selesai dokter mengatakan bahwa Kai demam tinggi, kekurangan cairan, dan sepertinya banyak pikiran.

Kai telah dipindahkan ke ruang rawat VIP, dengan selang infus menancap di salah satu punggung tangannya. Karena hal ini Galih mengundur semua jadwal pekerjaannya demi Kai.

Kata dokter Kai akan segara siuman paling lama satu jam ke depan, dan Galih dengan setia menunggu itu.

Galih menggenggam sebelah tangan Kai yang tak diinfus, mengelus punggung tangan hangat itu dengan lembut. Perasaan bersalah kembali menggerogoti hatinya, dia pikir dirinya telah terlalu keterlaluan. Tapi dirinya keras dengan Kai akhir-akhir ini juga ada alasannya, dirinya hanya tak ingin Kai terlalu jahat pada Kafa.

"Nda... bunda..." Galih menatap bingung Kai meracau kata 'bunda', siapa?

"Kai?"

"Bunda sakit..." Racau Kai bersamaan dengan air mata yang mengalir dari sudut matanya yang masih tertutup.

"Kai bangun nak," Galih menepuk pelan lengan Kai agar terjaga.

Perlahan kelopak mata Kai bergerak dan terbuka, iris cokelat Kai menatap Galih dengan sorot antara marah kecewa dan sedih?

"Apa yang sakit Kai? Mau minum?" Galih mengambil segelas air di nakas dan menyodorkannya untuk Kai.

Pyar!

A/K? ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang