HAPPY READING
Setelah tiga harian Kai dirawat di rumah sakit akhirnya nanti sore ia diperbolehkan pulang, bukannya senang Kai justru menjadi felling so sad.
Rumah papanya itu hanya sebuah bangunan, yang dimana tak bisa ia jadikan untuk pulang seperti apa yang ia harapkan.
Dan Kai sudah mendapatkan rumah yang ia inginkan, dan itu ada pada bunda Liana. Bersama bunda Liana Kai seperti merasakan kebahagiaan tak terbatas yang membuat ia begitu terlena.
Kai merebahkan tubuhnya mencari kenyamanan pada ranjang, ia merasa mengantuk setelah makan dan minum obat.
"Wanita itu kamu suruh kesini nanti Kai?" Mendengar pertanyaan Galih, Kai yang semula mau menutup matanya langsung menatap Galih penuh permusuhan.
"Kalo iya kenapa?" Sewot Kai.
"Ya ngapain kesini lagi orang kamu dah mau pulang kan?"
"Ya suka-suka Kai sama bunda lah, jadi orang kok ngatur-ngatur!" Galih hanya bisa menghela nafas sabar mendengar penuturan putranya yang penuh kekesalan itu.
"Papa cuman nanya Kai."
"Cih!" Kai memutar tubuhnya membelakangi Galih, lalu tertidur.
Hingga sore harinya, diruang rawat Kai sudah ada Galih, Liana, dan Jovan.
"Aku mau pulang sama bunda..." Kai merengek tak ingin pulang jika tidak dengan Liana.
"Di- bunda Liana langsung pulang kerumahnya Kai," tutur Galih.
"Heh! Bunda cuman punya Kai sama Jovan! Anda siapa nyebut bunda Liana, bunda!" Geram Kai tak terima, padahal niat Galih itu biar keliatan akrab dan samaan.
"Iya siap salah, tapi Liana juga mau pulang Kai. Kamu jangan merepotkan orang lain terus, bisa kan?" Kai menatap Galih berkaca-kaca.
"Eh, Kai engga ngerepotin kok. Bunda seneng bisa nemenin Kai," ucap Liana buru-buru saat melihat mata Kai mulai berkaca-kaca.
Liana membiarkan Kai melingkarkan tangannya dipingganya, memeluknya.
"Maafin Kai ngerepotin terus bunda..." Lirih Kai menelusupkan wajahnya di perut Liana.
"Ish Kai ngga ngrepotin kok, yang bilang gitu jahat banget," Liana mengelus surai Kai yang halus.
"Bunda ikut mobil om Galih sama Kai, nanti Jovan ikutin dari belakang motoran. Bunda pulangnya nanti sama aku," ucap Jovan memberi masukan.
"Angkat aku jadi keluarga kalian please, cuman kalian yang ngertiin aku..." Ujar Kai dramatis yang ditujukan untuk Liana dan Jovan.
"Boleh, tapi izin sama papa kamu dulu Kai," canda Liana.
"Pasti diizinin lah! Aku kan ngga disayang, please angkat aku jadi anakmu bunda. Aku sangat terzolimi di rumah tuan Galih," Kai menatap Liana penuh harap.
"Kata siapa papa ngga sayang kamu? Papa sangat menyayangi mu Kai," balas Galih tak terima dikatai tak penyayang.
"Buktinya zonk!"
"Udah udah, kalo debat terus kapak pulangnya?" Gemas Liana melihat dua ayah dan anak itu berdebat terus.
"Yuk bunda kita pulang!" Kai turun dari ranjang dan langsung memeluk lengan Liana, menggiring keluar ruangan meninggalkan Galih dan Jovan yang saling pandang.
[A/K?]
Pfft, Kai rasa ia sudah tak ada lagi mood untuk sekolah. Satu sekolah dengan si anak pungut itu membuat semangatnya hilang tanpa sisa. Iya si udah ngga serumah, tapi katanya itu si anak pungut mau balik ke rumah lagi!
"Makasih dah nganterin!" Ucapnya ketus berniat keluar mobil.
"Kai, papa harap kamu bisa menjaga sikap kamu sama Kafa. Papa udah memutuskan bahwa Kafa akan tetap tinggal dirumah kita, kasian kalo tinggal dirumah Om Aran kejauhan kesekolah nya. Papa harap kamu ngerti ya? Nanti papa jemput sekalian sama Kafa kamu aja okey?" Galih menatap penuh harap pada Kai, ia harap putranya itu mau mengerti dirinya.
"Terserah!" Balas Kai lalu keluar mobil tak lupa menutup pintu mobil dengan keras.
Raut wajah Kai sepanjang jalan menuju kelas benar-benar yang terburuk, suasana hatinya tak akan bisa membaik jika anak pungut itu masih berada di dekatnya.
Bruk!
Karena terlalu asik berjalan dengan pikiran bercabang, Kai tak sadar bahwa ia menabrak seseorang. Dan reflek Kai menarik baju depan orang yang ia tabrak agar tidak jatuh, karena terlalu kuat menarik alhasil Kai terjengkang kebelakang bersamaan dengan tubuh orang yang ia tarik.
Brugh!
"Anjinghh, shakith cok!" erang Kai saat tubuhnya terjatuh ditimpa badan bongsor orang lain.
"Lo wangi," ujar orang yang berada diatas tubuh Kai menghirup perpotongan leher Kai.
"Ahh, heh lo homo ya? Minggir!" Kai berusaha menyingkirkan tubuh orang itu dari atas tubuhnya.
Mereka berdua telah menjadi pusat perhatian, murid yang mau lewat pun sontak berhenti dan menyaksikan drama pagi harinya Kai.
Srek!
Orang itu ditarik agar berdiri, Kai yang melihatnya saja terkejut.
"Kamu ngapain kak Kai?! Dasar cowok ganjen!" Ucap Kafa setengah berteriak.
"..."
"Dasar ganjen! Jangan deketin kakaknya Kafa!" Kafa berkacak pinggang lalu menatap orang itu garang.
"Heh, an-Kafa!" Panggil Kai gemas sendiri.
"Ah iya, kakak ngga papa? Ada yang sakit? Mana man-mmh!" Kai menutup bibir Kafa dengan telapak tangannya, heran kenapa anak pungut itu menjadi terlihat sangat panik.
"Apaan si? Gw nggapapa!" Kai berusaha berdiri, dan itu juga dibantu Kafa.
Tak mau berdekatan dengan si anak pungut, Kafa akhirnya pergi menjauh meninggalkan Kafa dan orang-orang.
Disaat Kafa ingin menyusul Kai, orang itu mencekal tangan Kafa.
"Apaan sih?" Kesal Kafa pada orang itu.
Bukannya menjawab, orang itu justru mendekatkan kepalanya ke telinga Kafa, dan membisikkan sesuatu entah apa, mendengar perkataan orang itu Kafa terlihat tegang.
"Haha, ngeliat raut wajah tegang lo berarti bener kan?" Bisik orang itu lagi ditelinga Kafa, namun kini sedikit lebih keras.
Tbc!
KAMU SEDANG MEMBACA
A/K? ✓
Random[MINIMAL VOTE LAH KALO BACA] Aberzio Putra Athala atau Zio, pemuda tujuh belas tahun yang duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas yang terbilang elit di kotanya. Siapa yang tak mengenal Athala? Keluarga yang terkenal akan kecerdasannya dan t...