05. Sebuah Kebenaran

21 3 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan nama tokoh, tempat, peristiwa dan alur cerita itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.





Tentang semesta yang memiliki cara sendiri untuk mempertemukan dan memisahkan.

Happy Reading!!!

───────

Aloysius Resto

Jelita memandangi restoran yang tak asing lagi baginya dari dalam mobil. Sedangkan Galuh dan Rahayu sudah keluar terlebih dahulu lalu bergabung bersama anggota keluarga yang lain.

Awan mulai gelap dan semburat jingga bertebaran di langit. Bersamaan dengan itu, jantung Jelita semakin berdetak tak karuan. Setiap laju mobil bertambah setiap itu pula ritme di dadanya berdegup cepat. Ia pikir seiring mobil berhenti gemuruh itu akan hilang, namun ternyata salah, detaknya malah semakin kencang dan jelas.

Janitra membuka pintu penumpang mengetahui sang anak tak kunjung-kunjung keluar.

"Mau sampai kapan di dalem mobil?"

"Turun."

Jelita menoleh kemudian terkekeh melihat sang ibu melotot. Dengan bantuan Janitra ia turun. Tangan kanannya menenteng tas kecil berwarna putih.

"Ayo masuk!" ajak Pratama.

Suara kecapi dan suling yang berirama menyapa telinga Jelita begitu memasuki area restoran. Ia berjalan paling akhir mengikuti keluarganya menuju lantai atas. Sesampainya di ruang VIP Janitra menarik lengan Jelita agar tidak berjalan di belakang.

Seorang pelayan menghampiri mereka dan berbicara dengan Pratama. Tidak lama dari itu Jelita kembali berjalan lebih masuk lagi ke dalam.

"Assalamualaikum…" ucap Wiranto seraya tersenyum pada keluarga sahabatnya.

"Waalaikumsalam, akhirnya datang juga."

Seorang kakek-kakek menggunakan tongkat berjalan ke arah Wiranto, lalu mereka bersalaman.

Feri menarik tangan Wiranto dan membawanya mendekati kursi. Keluarga Feri menyambut dengan hangat keluarga Wiranto, mereka silih bergantian untuk bersalaman dan saling menukar kabar.

"Apa kabar, Tra?" tanya wanita paruh baya berjilbab syar'i pada Janitra yang Jelita yakini calon mertuanya. Ia menelisik penampilan wanita itu dan tanpa sadar telapak tangannya memegang rambut.

"Alhamdulillah baik, Tri. Kamu sendiri gimana?" tanya balik Janitra seraya berpelukan dan cipika-cipiki.

"Seperti yang kamu lihat."

"Eh!? ini Jelita anak kamu kan?" Danastri mengalihkan pandangannya pada Jelita yang sedari tadi memperhatikan.

"Iya, Tri. Jelita salim dulu."

Jelita menurut, ia mencium punggung tangan tertutup manset itu dan lagi-lagi dirinya merasa minder. Di detik yang sama Danastri mengelus kepala Jelita.

"Masya Allah sudah besar ya kamu, tambah cantik aja," puji Danastri.

"Makasih Tante." Jelita tersenyum kikuk.

Megantara : Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang