03. Pilihan Sulit

48 5 0
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan nama tokoh, tempat, peristiwa dan alur cerita itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

***

Selalu ada pilihan dalam hidup, bertindak atau lari, bertahan atau pergi, bahkan tidak memilih pun juga pilihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selalu ada pilihan dalam hidup, bertindak atau lari, bertahan atau pergi, bahkan tidak memilih pun juga pilihan.

───────

Satu jam lamanya Jelita betah dengan posisi tengkurap, mungkin akan awet sampai esok hari kalau saja sang ibu tidak masuk dan menarik bantal penutup kepala secara kasar.

"Bunda!" gertak Jelita, dari mana dia tahu itu sang ibunda? itu karena wangi tubuhnya yang khas.

"Bunda nungguin sejam di bawah kamu gak turun-turun, taunya tidur!" omel Janitra.

"Gak tidur, Bunda." Jelita bangkit dan duduk. Janitra terenyuh begitu melihat wajah sembab Jelita.

"Nangis kamu?" nadanya masih ketus membuat Jelita merotasikan matanya.

"Menurut Bunda apa yang aku lakuin dari tadi kalau bukan itu?" Janitra mencebik.

Janitra segera duduk di tepi ranjang-saling berhadapan dengan Jelita.

"Nenek masuk rumah sakit,"

"Terus?" Jelita terlihat tak tertarik akan informasi tersebut.

"Kok terus? Emang kamu gak merasa bersalah, Ta?" tanya Janitra terheran-heran melihat tanggapan santai anaknya.

"Jadi beliau masuk rumah sakit gara-gara Jelita, gitu?"

Janitra menutup sejenak matanya. "Bunda gak bilang gitu, tapi kalau kamu merasa begitu berarti kamu sadar."

"Ribet! tinggal bilang gara-gara Jelita apa susahnya?" tukas Jelita.

"Ta," Janitra menggenggam tangan sang anak. "Bunda tau kamu kecewa, marah, sakit hati, tapi tolong kamu ini sudah dewasa, harusnya kamu berpikir sebelum melakukan sesuatu."

"Apa bedanya sama kalian? emang kalian mikirin perasaan Jelita sebelum merencanakan perjodohan?" Jelita marah karena keluarganya mengambil langkah seserius ini tapi tanpa sepengetahuan dirinya pula.

Janitra menggeleng dan membalas. "Ta, kamu jangan jadikan luka itu kelemahan dan tuntutan supaya kamu selalu dimengerti. Lima bulan waktu yang cukup untuk memulihkan menurut kami, jangan berlarut-larut dalam keterpurukan kayak gini Bunda mohon."

Megantara : Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang