2. ENMESHED YORE

662 103 15
                                    

"Hujan," gumamnya. Menatap genangan air, berdiri di pinggir teras gedung membuat ciprat air hujan membasahi gaun hitam miliknya. Tidak ada inisiatif dalam diri untuk menghindar, Hinata justru menikmati air dingin itu.

Ketika tangan hendak terdorong, sensasi dingin menusuk kulit, namun tak mampu membuatnya menggigil. Dia memejamkan mata sesaat dan kenangan kembali menembus. Masih diingat dengan jelas, ketika ia berlari dan meloncat tepat di genangan air dengan genggaman tangan seolah tak akan pernah lepas, sembari membuang tawa. Tidak peduli bagaimana baju mereka basah dan dari mulutnya akan keluar kalimat. "Aku suka hujan." Lelaki itu pasti tersenyum menanggapi dengan jari-jari mengusap lembut seluruh wajahnya.

"Kulitmu sensitif dingin ya?" kata Naruto tiba-tiba. Tangannya menarik tangan gadis itu. Melihat respons tidak biasa, kemudian ia melepas tiba-tiba, lalu mengangkat ke udara. "Santai saja, aku tidak memiliki niat jahat padamu."

Hinata bermuram durja. Menatap telapak tangannya yang memerah. "Kau mengikutiku!" hardiknya.

"Hei, santailah sedikit." Pria itu berdecak lidah. " Aku hanya ingin pulang dan kebetulan melihatmu di luar sendirian. Aku pikir kau akan bunuh diri karena melihat mantan kekasihmu menikah."

Gadis itu menyipitkan matanya, kesal tidak terima. Ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda. Belum lagi pria itu tiba-tiba tergelak.

"Maaf, aku hanya mencoba menghibur. Maksudku begini," kilah Naruto. Ia mulai agak ragu untuk melanjutkan kalimatnya. "Jangan terlalu serius dengan perasaanmu. Aku tahu ini agak ̶ ̶"

"Kau tahu apa tentangku?"

Dan saat itu suara hujan terdengar sangat jelas. Bola mata berwarna abu-abu dan biru itu bertabrakan. Ada yang mengatakan, warna abu-abu dan biru melambangkan kesedihan dan kecemasan. Dua warna itu sering dijadikan songwriter untuk melambangkan suasana hati, agar terlihat lebih indah namun penuh makna derana.

"Namaku Naruto Uzumaki," katanya tiba-tiba.

"Aku tidak meminta kau memperkenalkan diri, hanya untuk membuat suasana tidak canggung. Setidaknya hal pertama yang kau lakukan adalah meminta maaf."

"Bukankah aku sudah melakukan itu di awal?" Naruto menyodorkan tangannya, dilihat dari mana pun gadis di depannya itu sangat menyukai hal formal. Tetapi yang ia dapatkan justru penolakan, muram durja kembali diperlihatkan padanya. "Kalau begitu." Kembali menarik tangannya, sembari mengumpat malu karena salamnya diabaikan. "Apa kau ingin mandi hujan bersamaku?"

Hinata memejamkan matanya sesaat. Pria yang hari ini dia temui agak aneh, bukan, bahkan sangat aneh. "Aku tidak memiliki alasan untuk menerima tawaranmu." Tersenyum tipis, dan itu berhasil membuat Naruto tertegun.

Jari-jari kemerahan itu melepas heels tinggi, sembari mengangkat sedikit gaunnya. "Setidaknya bermain dengan hujan tidaklah buruk jika dilakukan sendiri." Ia melompat tepat digenangan air, lalu tergelak. Tidak membuatnya malu, meskipun terkesan kekanak-kanakan.

Entah bagaimana kerikil halus di atas tanah tidak membuat telapak kakinya sakit, cipratan air hujan, dingin dan menusuk tulang sejenak membuatnya lupa tentang rasa sakit. Meskipun samar saat sepintas kenangan muncul. Gadis itu tetap bermain seperti anak kecil.

Dia tahu bahwa apa yang dilakukannya ini terlihat tidak dewasa di usia dua puluh tujuh tahun.

Beberapa orang masih meninggalkan sifat kekanak-kanakan dalam diri mereka. Bukan kebiasaan yang tidak dapat dihilangkan, namun untuk menenangkan. Setiap orang memiliki cara berbeda untuk menyembuhkan atau pun menyembunyikan perasaan sakit dalam diri mereka.

Seperti apa yang dilakukannya saat ini, menari dan melompat di bawah hujan deras. Ketika angin mengembus, rinai hujan lebih tajam menusuk kulit, namun terasa menggelitik, lalu meninggalkan gelak.

Lelaki itu menikmati pemandangan di depannya. Ada begitu banyak ekspresi yang diperlihatkan dari sosok gadis yang ia temui hari ini. Terlintas dalam pikirannya membuat gadis itu menjadi bintang film, sebab ekspresi wajah yang bukan bersumber dari perasaan murni itu sangat unik. "Bagaimana menyebutnya ya ... manipulatif?"

Tangannya tergerak meraba saku guna mengambil ponsel. Diam-diam merekam Hinata tengah menari kecil di tengah hujan. "Padahal aku yang memberi saran. Tapi dia melakukan sendiri tanpaku." Ia memasukkan ponsel ke dalam saku. "Tapi ... itu 'kan sifat aslinya?"

Niat yang diurungkan pun untuk pulang semakin tinggi, tontonan sekarang lebih menarik daripada di dalam gedung acara pengantin. Ingin rasanya ia juga melompat dan menghampiri gadis itu untuk bermain bersama. Namun Naruto tahu bahwa tindakannya itu akan membuat rasa penatnya kembali, maka dari itu ia memilih menjadi penonton.

Kebetulan pelayan baru saja keluar dari gedung, membawa nampan berisi jus. Tidak buruk jika dinikmati saat hujan seperti ini, meskipun dia akui kalau kopi atau absinth lebih menggoda.

"Anda membiarkan kekasih Anda bermain hujan, bagaimana kalau kekasih Anda sakit?" ucap pelayan itu.

Lelaki itu tersenyum. "Dia sangat menyukai hujan dan aku tidak bisa melarangnya," katanya. "Jika dia sakit, aku akan menemaninya sampai sembuh. Aku tidak bisa mencengah sesuatu yang dia sukai."

"Apakah itu juga termasuk saat kekasih Anda menyukai orang lain?"

Seharusnya ia marah bukan? setelah kilah penuh bualan, kini menampar kenyataan yang harusnya ia rasakan seperti gadis itu yang tengah bermain hujan di sana. Ini hari patah hatinya juga. Tetapi, seperti dari awal yang dikatakan bahwa, dia tidak merasakan sakit sebab tahu bahwa perasaannya tidak akan terbalas. Tenang, perasaan ini menandakan bahwa dia sudah bersahabat.

"Aku ... tidak bisa memaksa seseorang memiliki perasaan yang sama denganku. Munafik jika kukatakan, bahagia melihat orang yang disukai bersanding dengan orang lain. Tetapi, tidak ada yang bisa melawan takdir bukan? Setidaknya, orang-orang yang datang kepadaku memberikan pelajaran atau pun yang tertinggal nantinya hanya kenangan."

Enmeshed YoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang