Mereka memilih berada di atas atap toko. Tempat terbaik untuk merokok sembari memandangi langit malam yang dihiasi bintang. Langit pun tidak terlihat menarik untuk dipandang, karena tidak ada bulan di sana. Rasa cinta terhadap bulan jauh lebih besar.
"Kami hanya bercerita singkat, dan aku memukulnya." Sui mengambil macis dan membakar sebatang rokok yang diambil dari saku celana. "Ternyata dia sahabatnya Sasuke." Melirik sekilas, menatap wajah datar terlihat tidak tertarik pada apa pun. Walaupun begitu, dia tahu kalau Hinata mendengarnya.
"Pada saat di acara pernikahan, dia menyapaku lebih dulu. Lalu, saat dia menemaniku di dapur, dia mengatakan padaku kalau Sasuke sering bercerita apa pun tentangku, namun tidak dengan hubungan kami."
"Apa dia tahu kalau kau itu mantan calon istri Sasuke?"
Mengingat mereka pernah bertunangan, lalu melepas begitu saja status itu. Demi kenyamanan bersama, mereka berdua membuat keputusan; jika salah satu pihak jatuh cinta pada orang lain, maka mereka berhak membatalkan pertunangan.
Kalau dipikir-pikir, ia merasa seperti kelinci percobaan.
Hinata tertawa miris. Padahal dia yang membuat keputusan tersebut. Karena mereka berdua ingin berbakti pada orang tua. Setelah bertunangan dengan acara sederhana yang dihadiri oleh beberapa keluarga, mereka lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Setiap hari setelah selesai bekerja, Sasuke akan datang menjemput Hinata. Atau sesekali dia menemani gadis itu menakar bahan di dapur.
Kebiasaan yang dihabiskan bersama, seolah seperti sepasang kekasih, tanpa sadar menumbuhkan kasih. Kehadiran seseorang yang tidak disangka, tanpa sadar merubah warna hidup.
Apakah bentuk perhatian kecil itu hanya karena empati atau simpati, entah kenapa sampai ke hati.
Harusnya dia tidak boleh terbawa perasaan dari awal. Sebab itu tak terasa kekal, dan semua harus disertai dengan akal.
Lalu, satu hal yang tidak bisa dilupakan, adalah ketika hari terasa lelah dan menemui tempat berlabuh, namun justru meninggalkan lara teramah perih.
Sungguh, dia tidak ingin mendengar pernyataan yang begitu menyesakkan.
"Ah," Sui mengembus asap rokok. "Bahkan langit tidak lagi terlihat menarik, hanya karena tidak ada bulan di sana." Sebab, sedari tadi gadis itu hanya melamun tanpa menengadah.
Di atas sini adalah tempat favorit gadis itu. Teropong bintang di sudut sana dibiarkan begitu saja ditutupi dengan kain putih yang berabu.
"Benda kesukaanmu di langit hanya bulan. Cobalah untuk menjelajahi seluruh langit di sana, kau akan menemukan benda yang jauh lebih indah daripada bulan. Dan kau akan menyukai dengan cara yang berbeda karena keindahannya yang berbeda pula."
"Tapi bulan terlanjur menarik perhatianku."
Mata mereka bertemu, dia mencoba menembus ke dalam mencari celah. Dan tidak ada yang ditemui apa-apa selain kemantapan hati di sana. Gawat sudah kalau perasaan itu tidak lagi berubah.
"Aku tidak ingin melihatmu selamanya sendirian, hanya karena perasaanmu itu."
"Namun aku menyebutnya ketenangan."
Dia mengumpat dalam hati. Gadis itu sungguh keras kepala. Entah sudah di level berapa kerasnya hati dan kepala itu.
"Hei, sialan! Coba dengarkan baik-baik apa kata temanmu ini. Aku hanya tidak ingin kau berubah."
Gadis itu tampak tenang, bahkan tidak mengindahkan saat nada suara itu mendadak tinggi. "Lalu, apa yang harus aku lakukan?"
Sui bergeming. Rokok di tangan mati karena angin dingin mampu membuat menggigil. Tidak pernah sekali pun mendengar kalimat seperti itu. Sebab, Hinata mampu dan tahu bahkan mau mengambil zona yang bukan dirinya di sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/347371033-288-k924738.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Enmeshed Yore
FanficKalau tahu akan sangat menyakitkan seperti ini, mungkin dia tidak akan datang ke acara pesta pernikahan mantan kekasihnya. Melihat kumpulan para gadis yang begitu semangat ketika sang mempelai wanita melempar bunga, Hinata hanya berdiri jauh sembari...