4. ENMESHED YORE

406 64 6
                                    

Sebelum tangan itu berhasil menyentuh ponsel, Naruto lebih dulu mengambil. Toneri melempar tatapan tajam, bermuram durja lalu mendengkus kesal.

"Kau tidak perlu sampai seperti itu, 'kan?" Dia memutar bola matanya jenuh, cukup lama temannya itu menjawab pertanyaan.

"Untung saja kita tidak bertaruh," lirih Naruto namun terdengar Toneri. "Dia tidak menerima tawaranku."

Senyum semringah penuh kemenangan, seperti baru saja menebak angka keberuntungan. Namun itu tidak bertahan lama ketika melihat ekspresi agak sedih di sana. "Kau terlihat kecewa," kata Toneri. "Apa karena kau sempat jatuh hati ketika melihat gadis itu langsung?"

Naruto segera memasukkan ponsel ke dalam saku. "Bukan seperti itu ...." Tangannya berhenti di sana, berniat menunjukkan beberapa gambar dan rekaman singkat gadis itu ketika sedang mandi hujan. Namun niat itu ia urungkan. Sebab takut terjadi salah paham. Meskipun mereka teman dekat di kantor, dia bukanlah orang yang ingin bercerita sembarang mengenai isi dan hati pikirannya. Walaupun dia tahu bahwa Toneri bukan orang seperti itu.

"Sulit menjelaskannya, sampai saat ini aku cukup penasaran kenapa dia terlihat begitu tenang saat itu. Maksudku, bukankah itu cukup sakit?"

"Aneh, kau seperti menyembunyikan sesuatu dariku," kata Toneri.

Dia agak terkejut, namun tergelak guna menghilangkan rasa tidak nyaman di antara mereka. "Jangan salah paham. Jika kau berada di sana, kau pasti memiliki pikiran yang sama denganku."

Kalau Naruto sudah mengatakan seperti itu, berarti hal tersebut cukup serius. Toneri tahu baik bagaimana cara Naruto menilai orang, maka dari itu posisi DC adalah yang tepat untuknya. Seharusnya dia tidak boleh meragukan kemampuan lelaki pirang tersebut.

"Baiklah, aku percaya padamu. Omong-omong ...," Dia menopang dagu, pergerakan bibir tampak ingin berbicara namun sedikit enggan. "Berdasarkan pengalaman, beberapa orang yang pernah mendapat casting langsung, mereka menolak bukan tanpa alasan. Kalau bukan karena melanjutkan pendidikan, itu berarti karena adanya pekerjaan yang tidak dapat dihindarkan. Apa dia menjelaskan sesuatu padamu? Atau dia seorang wanita karier?"

"Ah," sentak Naruto, mengambil kembali ponsel untuk memastikan. "Dilihat dari penampilan luarnya, dia menyukai hal formal."

Toneri mengamati pergerakan lelaki pirang itu, menunggu dengan sabar saat membaca pesan kembali. Bisa dilihat pesan masuk itu lumayan panjang. "Bagaimana?"

"Dia seorang pemilik Toko Roti. Wah ... ini 'kan salah satu Toko yang terkenal itu." Naruto menunjukkan ponsel setelah mencari toko roti yang dimaksud.

"Axile Bakery?"

Naruto mengangguk, kembali mengingat beberapa kue mini di acara pernikahan yang bentuknya tidak asing. Ternyata kue mini itu berasal dari toko roti ternama. Tidak perlu ditanya pun ia sudah tahu jawabannya, dari mana kue itu berasal.

"Aku masih penasaran, kenapa dia membuka toko roti dengan nama unik itu. Axile ... dalam bahasa inggris artinya asing."

"Mungkin karena banyak wisatawan asing yang berkunjung di sana. Dilihat dari beberapa review ini." Dia menunjuk ponselnya, sembari menggulir layar. "Nama mereka asing, dan tidak ada satu pun yang mengatakan hal buruk."

"Toko itu sangat terkenal. Tentu aku akan menolak casting darimu, karena ini sangat menjanjikan. Simpan saja nomor gadis itu, siapa tahu kita butuh pesanan pada saat rapat. Dilihat dari mana pun, kau ingin bertemu kembali dengan gadis itu, 'kan?" Toneri memutar kursinya, kembali membaca naskah di tangannya.

"Apa maksudmu?"

"Sudahlah, kau tidak pandai berbohong pada seorang sarjana psikolog."

"Seharusnya kau ditempatkan di rumah sakit, bukan di tempat seperti ini." Kesal tidak terima, Naruto justru menjauhkan kursi dari temannya. Tidak peduli dengan suara tertawa di sana. Ia mengamati lelaki itu sesaat, tengah fokus membaca naskah. Gelar yang diterima lelaki itu terasa seperti sia-sia. Pekerjaan tidak selaras dengan jurusan.

Apakah itu termasuk tren tahun ini? Bukan sedikit dari para alumni mahasiswa jurusan yang seperti Toneri. Bagaimana pun dia juga tidak bisa menyalahkan pilihan hidup seseorang. Dan untungnya pekerjaan lelaki itu terlihat sempurna, tulisan yang bersumber dari tangannya terasa jauh lebih hidup ketika dijadikan videoklip atau pemasaran lainnya.

"Kau butuh bantuan?" tanya Naruto tiba-tiba. Tahu bahwa uluran tangannya pasti ditolak mentah-mentah. Tetapi ia sangat suka memberikan tawaran demikian.

Lelaki itu menggeleng kepala sembari berkata, "Aku tidak suka ada orang lain dalam tulisanku. Tetapi aku menyukai mereka yang memberikan kritik dan saran. Sebab aku menyukai dunia yang kuciptakan melalui tulisanku sendiri."

Naruto tersenyum, kemudian tertawa kecil sembari merenggangkan otot tubuhnya. "Ya, ya ... jangan paksakan dirimu. Aku merokok sebentar di luar, makan siang tadi kita tidak sempat."

"Pergilah, lagi pula kau kosong di jam sekarang. Nikmati waktu sendirianmu sana!" Mengamati pergerakan kecil tidak nyaman dari temannya, membuat Toneri tidak fokus untuk beberapa saat. Gerak-gerik kecil yang tidak mencolok di mata orang, namun tidak untuk di matanya.

Ia memandangi punggung yang mulai menjauh, lalu menyandarkan punggung selemas mungkin pada kursi.

"Kau mungkin tidak memberikan empati pada orang sembarang, kecuali saat kau sudah merasakan lebih dulu pada orang itu."

Mungkin Naruto tidak tahu kalau Toneri memahami perasaan derana akibat patah hati. Baginya tidak sulit membaca pergerakan yang disembunyikan orang-orang sekitarnya. Dia tidak tahu siapa perempuan yang membuat temannya itu gundah. Namun, ketika mendengar dan cara bicara yang tidak biasa, membuatnya sedikit mengambil kesimpulan. Tetapi pikirannya menolak karena dia tidak ingin terlibat dalam hubungan asmara seseorang.

Cinta merupakan awal dari kesengsaraan, perasaan yang tidak stabil membuat seseorang membohongi diri mereka.

"Menurut Zick Rubin ̶ ̶ cinta adalah sikap yang ditunjukkan seseorang kepada orang lain, yang memiliki nilai khusus, yang memiliki perasaan, yang mempengaruhi pikiran dan juga perilaku."

Masih diingat olehnya kalimat itu. Kalimat yang ia temukan saat dulu menjadi mahasiswa. Dan Zick Rubin benar, kalau perasaan itu benar-benar mempengaruhi perilaku seseorang. Toneri juga memperhatikan kebiasaan lelaki itu. Naruto memang sering merokok, namun tidak berat seperti orang-orang di kantor lainnya. Bahkan tanpa sengaja kemarin, saat ia lembur menemukan lima bungkus rokok di laci lelaki itu.

Dalam rokok seorang lelaki, ada pikiran berisik yang sedang berusaha untuk ditenangkan. Semakin sering dia menikmati setiap embusan asap, semakin tinggi pula tingkat pikiran yang berusaha ditentramkan.

Dia menatap kursi kosong di sampingnya. "Menunggumu bercerita padaku adalah hal yang mustahil. Sikapmu cukup frontal di mataku," gumamnya.

Satu hal yang terkadang tidak disukai oleh dirinya ̶ ̶ cepat memahami tindakan seseorang. Meskipun itu hal lumrah karena dia seorang psikolog, tetapi agak menyiksa dengan empati yang tumbuh namun tertutupi oleh gengsi. Maka dari itu, memilih diam dalam ketidaktahuan adalah hal terbaik. Agar memberikan rasa nyaman pada orang-orang di sekitarnya.

"Lebih baik aku menyelesaikan naskah ini. Daripada memikirkan rasa penasaran dan sifat tidak enakanku."

Enmeshed YoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang