5. ENMESHED YORE

395 52 15
                                    

Beberapa orang yang keluar dari toko itu tampak kecewa, sebab tiga hari berturut persediaan roti lebih cepat terjual habis. Pegawai toko hanya bisa meminta maaf dan mengatakan, "Datanglah besok lebih awal, kami akan menyediakan lebih banyak dari hari ini." Namun Jugo merasa bahwa persediaan tiap hari menurun.

"Kalau dikatakan kalian tidak bangkrut," kata salah satu pelanggan sembari mengamati sekitar. Semua etalase telah kosong. "Aku merasa kalian lebih sering tutup di awal, semakin hari orang-orang pasti akan datang lebih awal agar mereka kebagian roti. Tetap saja mereka tidak bisa merasakan roti atau cake yang mereka inginkan."

"Ah ... kami hanya menyediakan stok seperti biasa," kilah Jugo. Lalu menatap ke arah dapur.

"Apa kalian kekurangan pegawai?" tanya orang itu. Tetapi pria tersebut merasa tidak ada yang bertambah atau pun berkurang. Pegawai Toko Roti Exile tetap orang-orang yang sama. Pemilik toko tidak pernah memecat jikalau bukan kesalahan fatal, yaitu mencuri.

"Jangan diam saja Jugo, aku agak kecewa sebagai pelanggan setia di sini." Suigetsu bersandar di depan meja kasir, setidaknya mereka bisa berbicara santai setelah salah satu pegawai membalikkan tanda buka di depan pintu. "Apa Hinata baik-baik saja?"

Meskipun gadis itu merupakan pemilik toko, namun dia tetap bertugas di dapur. Menakar semua bahan yang diinginkan tanpa campur tangan pegawai toko. Termasuk Jugo yang merupakan pegawai kepercayaan gadis itu, tetap saja Hinata tidak ingin orang lain menggantikan posisinya. Ketika semua bahan telah tertakar sempurnya, maka dia akan memanggil para pegawai untuk masuk ke dalam.

Jika dia tidak datang di hari esok, maka dia akan menakar bahan di toko malam hari, lalu meninggalkan cacatan untuk memberitahu porsi yang harus mereka buat. Salah satu pelanggan yang mengetahui yang mengurus takaran bahan, hanyalah Suigetsu seorang. Karena dialah yang memberikan saran pada gadis itu untuk menciptakan rasa yang tidak pernah berubah. Mengingat prinsip tentang ̶ beda tangan beda orang.

"Entahlah," lirih Jugo, mengamati angka di mesin kasir. "Selisih tiga hari ini hanya berkurang dua puluh buah roti tiap harinya."

Suigetsu mengernyit, lalu menatap ke arah dapur. Menghitung berapa menit gadis itu berdiri membelakangi mereka. Dia tahu bahwa suasana hati Hinata tidak bagus, beruntung gadis itu tidak berniat menutup toko. Sebab alasan satu-satunya toko ini berdiri adalah karena seseorang.

"Sudah berapa hari seperti ini? Apa cita rasa roti itu berubah?"

"Setelah acara ̶ ̶ maksudku ... hm ... kira-kira hampir satu minggu. Tetapi sebelumnya persediaan roti dan cake tetap konsisten, lalu perlahan menurun." Jugo merasa tidak enak sesaat. Takut-takut salah bicara, terbukti ketika melihat perubahan ekspresi Sui bermuram durja. "Aku tidak sempat mencicipi roti belakangan hari ini, karena terjual habis. Mungkin dengan habisnya persediaan roti sudah menjawab pertanyaan semuanya."

Helaan napas begitu berat. Sempat berpikir kalau ini bukan waktu yang tepat untuk berkeluh kesah dan menjadi pendengar yang baik untuk sahabatnya itu. Sui merasa kalau Hinata membutuhkan waktu sendirian saat ini, tetapi terhitung satu minggu setelah acara pesta pun tidak ada kabar apa-apa dari gadis tersebut.

"Aku tidak tahu rasa sakitnya seperti apa. Namun, seseorang yang sempat mengisi hati yang kosong, hingga berpikir bahwa dia merupakan persinggahan terakhir dalam hidup. Rasanya pasti sangat menyakitkan, karena ada harapan di antara waktu yang sudah dihabiskan bersama."

"Kalau rasa sakitnya dirasakan sendiri, itu berarti salah satu orang yang menyimpan rasa bukan?"

Lelaki itu menoleh, melempar tatapan sinis, kemudian menghela napas. Tidak bisa disangkal bahwa itu adalah fakta. Dia tidak tahu apakah pria di sana merasakan kehilangan juga?

Enmeshed YoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang