Sasuke mengamati layar ponsel. Melihat gelembung pesan yang menunjukkan telah dibaca. Tetapi tidak ada tanda kalau pesan itu akan dibalas dari orang di seberang. Ia mengamati sang istri tengah memilih roti, lalu bergantian melihat ke arah Hinata.
Mengedar pandangan sekitar, dikejutkan dengan Sui yang menatap sinis ke arahnya.
"Hei, kau sudah menikah. Tidak baik memandangi mantan calon istrimu seperti itu," ketus Sui, sengaja mengecilkan suara agar yang lain tidak mendengar. "Aku memperhatikanmu, Uchiha Sasuke." Menunjuk kedua jari ke arah mata lelaki tersebut.
Mulutnya hampir terbuka hendak membalas, di sisi lain tidak ingin bertengkar, namun ada satu sisi yang membuatnya merasa tidak boleh membalas. Sasuke mengerti perasaan Sui yang mungkin merasa kesal setengah mati padanya.
"Tidak ada hal yang perlu dibahas, kami sudah membuat keputusan baik-baik. Dan berhentilah menyebut hal seperti itu. Kami baik-baik saja, jangan kacau apa pun."
Mendengar hal itu tidak membuatnya merasa takut atau pun terancam. Dia tidak terlalu menyukai Sasuke yang membuat temannya itu sedikit kacau. Walaupun Hinata tidak menunjukkan demikian, lalu lelaki di hadapannya kini mengambil kesimpulan apa yang dilihat.
"Semua yang kau lihat memang seperti itu. Manusia kerap membohongi diri mereka sendiri, dan pandai menutup rapi perasaan mereka."
Sasuke menoleh, kedua mata mereka bertemu. "Apa maksudmu ̶ ̶"
"Lupakan saja apa yang aku katakan, seolah tidak pernah mengatakan apa-apa padamu."
"Sui?"
Mereka menoleh, mendapati Hinata memasang ekspresi datar. Sakura menyusul dari arah belakang, tampak gembira dengan cake yang telah dibungkus cantik di kedua tangannya.
"Hinata memberikan gratis pada kita, dan ini baru keluar dari oven. Ayo kita nikmati di rumah, Sasu-kun." Sakura memberikan kedua kotak itu pada suaminya, lalu merangkul mesra dan mengajak pergi keluar toko. "Terimakasih Hinata, sampai jumpa!"
Hinata membalas lambaian tangan, lalu mengantar sampai depan toko. Dan ketika kedua orang itu masuk ke dalam mobil, senyum semringah masih dipasang. Sui lebih memilih diam, sembari sesekali melirik.
Pupil matanya tidak lepas dari spion samping pengemudi. Tengah memandang gadis itu di sana. Ucapan sederhana dan singkat mengusik pikiran. Itu semua membuat tidak nyaman. Namun, rasa tidak nyaman Sasuke lebih dalu hadir saat melihat Naruto keluar dari toko milik Hinata.
◊◊◊◊
Benar.
Itu semua palsu. Saat mobil itu tidak lagi terlihat di depan mereka. Ekspresi gadis itu kembali datar, tidak dapat dibaca sembarang mencari cela.
Sui mengikuti Hinata masuk ke dalam toko, beralih ke mesin kasir untuk memeriksa. Berusaha memahami apa yang dipikirkan gadis itu sekarang, setelah dia mendapat poin, justru ragu itu datang; apakah dia harus bertanya atau tidak.
"Tidak perlu kau sembunyikan, katakan saja apa yang ingin kau katakan."
Dan serangan itu berbalik menyerang dirinya. Dua orang yang saling membaca gerakan satu sama lain.
"Kau tidak harus berpura-pura berekspresi seperti itu. Tenagamu akan lebih terkuras habis," kata Sui.
Tangan itu berhenti pada layar, memandang ke arah jendela yang menembus pemandangan luar. Musim gugur membuat daun berguguran dan hampir menutupi separuh jalan di depan toko. "Aku pikir besok kita harus bersih-bersih."
Menelan ludah pahit, sifat menyebalkan Hinata tidak membuatnya marah. Tetapi, membuat darah rendah. Sungguh ia memaklumi sifat yang satu ini.
"Apa kau mendengarkanku, Hinata?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Enmeshed Yore
FanfictionKalau tahu akan sangat menyakitkan seperti ini, mungkin dia tidak akan datang ke acara pesta pernikahan mantan kekasihnya. Melihat kumpulan para gadis yang begitu semangat ketika sang mempelai wanita melempar bunga, Hinata hanya berdiri jauh sembari...