3. ENMESHED YORE

500 69 26
                                    

Sampai di rumah, Hinata menatap kartu nama di tangannya cukup lama. Lelaki itu tiba-tiba menawarkan dirinya menjadi seorang aktris. Lelaki bernama lengkap Naruto Uzumaki itu adalah seorang Casting Director. Seharusnya ia merasa senang ketika mendapatkan penawaran langsung. Orang-orang yang tengah berjuang menjadi idol pasti merasa bangga di luar sana.

Tetapi dia tidak merasa demikian, justru semakin berpikir keras dengan penawaran lelaki itu. Di tangannya sekarang merupakan kartu kedua yang diberikan oleh Naruto. Kartu pertama yang diberikan dibuang sengaja, sempat berpikir bahwa ia ditawari bermain film dewasa. Mengingat Jepang sangat populer dengan film dewasa yang diminati banyak negara. Kalau saja saat itu Naruto tidak menjelaskan secara rinci, mungkin hak sepatu tinggi di tangannya akan mendarat tepat di kepala lelaki itu.

"Aku tidak tertarik," gumamnya, lalu duduk di dalam pinggir kasur. "Daripada itu ... bagaimana dia tahu kalau aku mantan kekasih Sasuke?"

"Kakak,"

Dia menoleh ke arah pintu, mendapati adik perempuannya memandang aneh dirinya. "Kau baik-baik saja? Natsu mengatakan kau pulang dengan basah kuyup. Ibu mencarimu keliling gedung dan baru mendapat kabar kau sudah di rumah. Tapi Ibu tidak bisa ke mari, karena di sana banyak kerabat yang harus Ibu temui."

Hanabi menghampiri kakaknya, berinisiatif menempelkan punggung tangan ke dahi Hinata. "Katakan padaku kalau kau kurang enak badan. Kulitmu agak merah, tapi tidak panas."

"Aku baru saja berendam air panas," kata Hinata. "Tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja." Dia menggenggam erat tangan adiknya sembari mengusap lembut, tatapan sedih itu membuat hati agak tergores. "Kami berdua hanya berbakti dan melaksanakan perintah orang tua. Bersikap baik satu sama lain dan saling menghargai." Mencoba untuk memberi ketenangan, berharap sang adik merubah ekspresi.

"Bahkan, termasuk hal-hal kecil yang selalu kalian lakukan bersama tidak menimbulkan perasaan di antara kalian?"

"Tidak ada." tegasnya.

Mereka menatap satu sama lain. Anak remaja itu mencoba mencari kilah di antara setiap kata yang diucapkan, pergerakan mata dan bibir seimbang. Artinya, tidak ada yang mencurigakan. Hanabi tahu bahwa membaca pergerakan kakaknya adalah yang mustahil. Enggan untuk mengatakan bahwa, terkadang Hinata memiliki sifat manipulatif. Ia sendiri tidak tahu apakah kakaknya itu tulus atau tidak.

"Apakah itu kalimat kejujuran?" tanya Hanabi.

"Apakah kau pikir aku sedang berbohong?"

"Susah untuk membacamu, kau pandai bermain ekspresi. Kau mengatakan 'tidak' padahal kau terluka, kau mengatakan 'ya' padahal tidak terluka. Orang-orang manipulatif bukankah seperti itu? Bisakah kau jujur pada dirimu sendiri? Kau boleh melakukan hal seperti itu pada orang lain, karena kau tidak mempercayai mereka. Jika kau melakukan hal serupa pada saudara kandungmu sendiri, itu artinya kau tidak mempercayaiku."

Helaan napas terdengar berat. Ia tersenyum, mengusap lembut bahu di sana. "Aku lupa bagaimana caranya menggunakan hati, di saat akalku sudah mengambil alih diriku."

Hanabi tertegun, memejamkan mata sesaat. Senyuman lembut di wajah itu sedikit meluluhkan hatinya. Apakah orang-orang yang patah hati akan demikian?

"Perasaanmu tidak habis di orang lama, 'kan? Aku kasihan dengan orang yang suatu saat akan datang padamu."

Hinata tergelak sesaat. "Bagaimana bisa seorang anak SMA mengatakan demikian? Fokuslah pada pendidikanmu dulu, kau tidak perlu mengetahui hal-hal yang membuang waktu. Termasuk jatuh cinta misalnya," katanya.

"Orang yang jatuh cinta itu, seperti mata memandang bulan. Kau akan lupa kalau di sekitar bulan ada banyak bintang. Meskipun saat bulan tidak berada pada fase sempurna, kau akan tetap memandang bulan daripada bintang."

Enmeshed YoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang