11.

246 18 6
                                    


Akhirnya mereka berhasil mengadakan rapat pribadi untuk anggota grup mereka sendiri kecuali Hokuto, tanpa dihadiri oleh para manajer, asisten, ataupun kru. Dan semuanya setuju untuk meminta maaf pada Hokuto, meskipun semuanya--kecuali Riku dan Kazuma--mengaku tidak pernah mencium Hokuto maupun memperlakukannya seperti semacam pemuas.

Mereka semua ikut merasa prihatin kepada Hokuto sekaligus menguatirkannya.

Jadwal mereka tertunda semua karena demi persahabatan mereka tidak mau tampil ataupun latihan tanpa Hokuto.

Yang lainnya tidak menyalahkan Riku maupun Kazuma, karena mereka sendiri pernah berhubungan dengan sesama jenis paling tidak sekali, tetapi rata-rata bukan dari grup mereka sendiri. Banyak grup lain di Exile Tribe dan banyak mahluk hidup yang menarik. Meski itu hanya one night stand dan tidak sampai berkelanjutan menjadi komitmen.

Setelah Hokuto sadar, mereka masing-masing mencari kesempatan untuk berdua saja dengannya di kamarnya dirawat, dan masing-masing meminta maaf padanya, meskipun itu membingungkan Hokuto sendiri. Mereka membawakannya bunga, makanan kesukaannya, cokelat, dan boneka babi.

"Kau juga?" Tanya Hokuto sambil tertawa ketika giliran Kazuma.

Saat ini giliran Kazuma sendirian bersamanya dan meminta maaf.

"Kurasa aku yang paling banyak melukai hatimu." Jawab Kazuma yang duduk di kursi di sebelah ranjang.

"Kurasa aku mengerti arah pembicaraan ini." Sahut sahabatnya menjelaskan, "Awalnya Kenta dulu yang datang minta maaf padaku, dan aku setengah mati heran kenapa dia begitu. Lalu Itsuki, dan Makoto, dan sekarang giliranmu. Kurasa aku juga harus minta maaf karena telah membuat kalian cemas. Maafkan aku."

"Lain kali, sebaiknya kau terus terang padaku dan Riku." Jawab Kazuma pula, setengah memarahinya, "Kalau kau memang tidak mau, katakan tidak! Jangan sampai dirimu sendiri terluka. Kami tidak mau memaksamu atau menyakitimu. Benar-benar tidak ingin melukaimu! Kami tidak bermaksud menjadikanmu.... seperti itu, kau tahu maksudku!"

Hokuto diam, membiarkan Kazuma melampiaskan emosi.

"Kami tidak selalu mengerti dirimu." Lanjut Kazuma, "Dan kau sendiri tahu kesibukkan kita. Kita semua sama-sama lelah, capek, pegal. Bisa saja kau sedang tidak ingin tetapi tanpa sadar aku memaksamu! Aku bahkan tidak tahu kau mau atau tidak jika kau tidak mengatakannya, lalu tiba-tiba kau marah dan terluka, dan ini semua menjadi salahku atau Riku!"

Setelah sahabatnya tampak kehabisan kata-kata, barulah Hokuto menjawab, "Kazuma-kun, apa kau pernah lihat aku tidak mau denganmu?" Dia sengaja memanggil sahabatnya itu dengan panggilan -kun.

Pertanyaannya membuat Kazuma terdiam dan semakin kehabisan kata-kata.

"Sudahlah." Hokuto berkata lagi, memalingkan wajahnya dari Kazuma, "Kau benar, sebaiknya aku mengatakannya langsung lain kali. Bagaimana pun juga kita sesama pria."

Tetapi otak Kazuma masih terpaku pada pertanyaan Hokuto sebelumnya. "Tidak. Tunggu." Dia berkata dengan cepat, "Apa.. maksudmu.. kau tidak pernah tidak mau denganku?"

"Kau ingat-ingat saja sendiri!" Balas Hokuto, mulai terdengar agak kesal lagi.

Kazuma mendekatkan kursinya ke tempat tidur dan menggenggam tangan sahabatnya. "Kau harus mengatakan segala sesuatu dengan jelas sekarang." Ucapnya.

"Kau sendiri juga sama." Balas Hokuto, menengok padanya sambil masih berbaring, dan tersenyum. Tangannya yang berada di genggaman Kazuma merespon balik.

"Oke, jadi aku mengambil kesimpulan, kau tidak keberatan denganku?" Tanya pemuda yang lebih tua.

"Benar, tapi bukan hanya itu." Jawab Hokuto, lirih dan memelankan suaranya, "Aku sadar bahwa ternyata diam-diam aku sudah jadi menyukaimu. Menyukai semua momen yang kita miliki berdua.... Aku baru sadar itu saat berciuman dengan Riku kemarin, kami sama-sama mabuk. Lalu tiba-tiba aku merasa sangat hina.. aku tak seharusnya suka padamu.. mungkin aku hanya kesepian... jadi aku pergi mencari wanita."

Dahi Kazuma berkerut mendengar itu, merasa prihatin pada Hokuto. Lalu kemudian seulas senyum lembut menenangkan tersungging di bibir Kazuma. "Kurasa aku juga sama, aku juga selalu menginginkanmu. Aku sangat.. menyukaimu. Semalam aku sampai panik." Sahutnya sepelan mungkin, "Kau tahu, kurasa semalam aku benar-benar merasakan lagi perasaan Fujio saat Tsukasa diculik oleh Amagai."

Hokuto jadi tertawa.

Kazuma lalu menggodanya untuk membuatnya gembira, "Kau keberatan jika kucium sekarang?"

"Tentu saja keberatan, bodoh." Sahut Hokuto, kembali ceria, "Tidak sadarkah kau ada kamera CCTV di sudut itu?" Dia menunjuk ke sudut langit-langit di atas pintu.

"Oh. Ya, aku tidak lihat." Balas Kazuma, menengok ke kamera CCTV dan sengaja melambai sambil tertawa-tawa.

Perbuatannya membuat Hokuto jadi ikut tertawa.

"Hei, biar kuabadikan momen ini. Untuk pribadiku saja." Ucap Kazuma kemudian sambil bangun, mengeluarkan hapenya, mendekatkan wajahnya ke wajah Hokuto dan mengambil foto selfie.

"Kirim padaku." Pinta si pirang setelah sahabatnya selesai.

"Pasti." Jawab Kazuma, membenarkan posisi duduknya lagi, mengirimkan semua foto itu ke whatsapp pribadi Hokuto, lalu setelah selesai dia teringat sesuatu dan bertanya, "Oh ya, Script yang waktu itu... kurasa kita terlambat untuk memberi jawaban dan dianggap sebagai penolakan. Maaf, ya. Kau ingin sekali menerima tawaran main di Script itu, kan?"

"Tidak juga!" Bantah Hokuto cepat, wajahnya merona merah. "Tidak apa-apa!"

Tetapi Kazuma sudah menyadari rona di wajah sahabatnya.

"Kenapa kau memerah begitu, anak babi?" Desak Kazuma sambil mengamati wajah sahabatnya. Dia sengaja menyebutnya anak babi, karena begitulah pilihan Hokuto jika menyamakan dirinya sendiri dengan hewan.

Awalnya Hokuto tampak sulit mengatakannya, dan tangannya bahkan meremas selimutnya sendiri. Tapi Kazuma mendesaknya lagi, dan akhirnya Hokuto mengatakannya dengan sangat pelan,

"Aku.. aku hanya ingin memiliki kesempatan.. berdua denganmu.. momen kita.. sekali saja.. secara sempurna, tenang, tanpa diganggu.. sampai kita benar-benar puas..... Dan maksudku, bukan hanya kita saling memuaskan dengan cepat lalu besoknya harus kembali ke rutinitas seakan tak terjadi apa-apa.. Karena kalau seperti itu jadi seakan aku hanya pemuasmu dan kau hanya pemuasku. Yang aku ingin adalah menghabiskan waktu denganmu, bangun di tempat tidur yang sama denganmu dan tidak melakukan apa-apa kecuali mengulang momen kita lagi sepanjang hari....."

Selesai bicara, wajahnya menjadi semakin merah lagi dan dia memalingkan mukanya dari tatapan Kazuma.

Pemuda yang berambut hitam jadi tertawa, "Baiklah. Akan kupikirkan caranya." Bisiknya pelan, "Aku janji akan kupikirkan caranya agar kita bisa berdua saja selama dua hari dua malam tanpa siapa pun lagi dan tanpa dering telepon. Entah bagaimana, suatu saat pasti bisa!"

Mendengar itu, Hokuto kembali menatapnya, "Sungguh?"

"Ya. Aku janji." Jawab Kazuma meyakinkannya, "Tapi, untuk sementara, sebelum itu tercapai, apa kau keberatan jika kita seperti ini terus? Seperti biasa?"

Hokuto tahu maksud sahabatnya adalah mengambil kesempatan untuk bercinta secara diam-diam.

"Tentu saja aku tak keberatan." Balas Hokuto pula, "Dan aku berharap saat ini tidak ada kamera CCTV brengsek itu!"

"Aku juga!" Balas Kazuma.

Keduanya tertawa, dan sebagai ganti kekesalan mereka pada CCTV disitu mereka sengaja berpose dan berekspresi lucu-lucu sambil menatap ke arah CCTV.

[End]

Next ada bonus chapter untuk adegan 18+
Bagi yang tidak ingin baca 18+ , bisa ending disini, please 🙏
Thanks💜

AlwaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang